Sampul |
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2014
Dibaca : 3 Agustus 2015
Rating : ★★★★
Gubahan karakteristik tokohnya sungguh diceritakan gamblang. Masa lalu setiap tokoh dicampuradukkan jadi satu tapi masih dalam satu kesatuan. Dengan tebal 190 halaman yang hanya berisi 5 bab, Eka malah bisa bercerita tuntas tapi juga memberikan jeda.
Tahun : 2014
Dibaca : 3 Agustus 2015
Rating : ★★★★
"Jika seseorang tak bisa mengendalikan binatang ini, ia bisa begitu ganasnya hingga tak ada apa pun bisa menahannya jika ia mengamuk." (hal. 44)
Inilah mengapa aku terus membaca sastra Indonesia: indah. Penulis-penulis pribumi dihadapkan pada masa-masa ketika kaki harus terikat agar tetap berdiri. Tapi dengan ikatan erat kaki, tangan mereka tetap bebas. Bebas menuangkan tinta pada kertas. Bebas menuangkan pikiran dan pendapat melalui cerita. Dengan tulisan, mereka membangun bangsa sekaligus mempercantik keberagaman sastra Indonesia. Aku pikir Eka Kurniawan salah satu yang mengalaminya.
***
Cerita bermula ketika Margio tiba-tiba melakukan hal yang tidak diduga-duga, bahkan olehnya sendiri. Insiden yang membuatnya kembali ke masa lalu. Masa Margio masih bermain gambar umbul. Masa Margio mulai tahu apa maksud dari degupan kencang jantungnya. Dan masa Margio menempuh perjalanan berjam-jam untuk bertemu kakeknya.
Mungkin Margio melakukannya tanpa sadar. Mungkin harimau yang ada di dalam dirinya begitu kuat ingin berlaga tanpa bisa Margio kendalikan. Mungkin memang Margio memiliki kesumat hingga dia benar-benar melakukannya. Apa yang sebenarnya Margio lakukan? Bagaimana bisa daging terkoyak dan darah menggenang di depan rumah Anwar Sadat?
Mungkin Margio melakukannya tanpa sadar. Mungkin harimau yang ada di dalam dirinya begitu kuat ingin berlaga tanpa bisa Margio kendalikan. Mungkin memang Margio memiliki kesumat hingga dia benar-benar melakukannya. Apa yang sebenarnya Margio lakukan? Bagaimana bisa daging terkoyak dan darah menggenang di depan rumah Anwar Sadat?
***
Aku senang akhirnya bisa menyelesaikan buku ini. Mereka bilang bukan penikmat sastra sejati bila belum membaca buku ini. Mungkin benar karena aku menikmati. Setiap paragraf panjang di dalamnya tidak menggangguku seperti buku-buku lain yang terlalu panjang malah terlalu berlebihan. Gaya cerita Eka yang hiperbolis tapi beresensi makin menambah kenikmatanku.
Aku mesam-mesem kenes seusai membaca. Masih teringat bagaimana jenazah sukar dikuburkan. Aku diingatkan pada majalah rohani "Hidayah" yang menceritakan kisah-kisah tentang si badung yang terlalu cepat mendapat balasan Sang Adil. Walaupun begitu, Eka menyampaikannya dengan gayanya sendiri.
Edisi Bahasa Inggris |
Tidak ada bolongan plot yang membuatku bertanya-tanya seusai membaca buku ini. Hal terpenting bagiku untuk bisa menikmati suatu bacaan. Dan setelahnya aku tahu mengapa Margio melakukannya. Margio memang punya alasannya. Tapi mungkin cara yang dilakukannya selalu salah. Ditambah lagi harimau yang bersemayam pada dirinya.
Sungguh kisah sederhana. Menceritakan kisah klenik pribumi yang penuh ambisi dan kesumat. Bila ada hal yang harus diterima secara cuma-cuma, mungkin itu hanya udara yang kita hirup. Karena sesungguhnya apa yang kita lakukan memberikan alasan, bisa sekarang atau bertahun-tahun mendatang.
Hingga suatu sore pada kunjungan Margio yang penghabisan sebelum kakeknya mati, si kakek berkata kepadanya, memastikan, "Harimau itu putih serupa angsa." (hal. 45)
Buku Eka yang plotnya asik abis. Baca buku Eka, endingnya selalu bikin pengen mengumpat. Cantik Itu Luka juga recommended banget! Bakal jatuh cinta sama hampir semua tokohnya. Cerita Ajo Kawir yang Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga seru.
BalasHapus