01 Oktober 2018

Cerita dari Gurun: Setelah 50 Jam Jadi Sukarelawan

Edited by Me

Hari Sabtu kemarin, jam sukarelawanku menembus angka 50. Sebuah pencapaian bagiku karena: (1) aku mendedikasikan jam-jam tersebut untuk—kalau kata KBBI—melakukan kerja sukarela tanpa paksaan, dan (2) aku tidak pernah berpikir untuk melakukan hal itu. Kesibukan sebagai “pekerja teks komersial” dan prestise sebagai manusia milenial ibukota tidak sedikit pun mencetuskan diri ini untuk kerja sukarela. Aku terlalu berkutat pada kebahagiaan pribadi. Kehidupan di Amerika Serikat benar-benar mengubahku.

Kerja sukarela populer di Amerika Serikat. Saat bertanya ke seorang instruktur kampus tentang bagaimana orang Amerika Serikat melihat kerja sukarela, dia menjawab itu tergantung. Beberapa orang mungkin begitu individualistis dan apatis sehingga tidak pernah melakukan hal itu. Namun, sebagian besar orang Amerika Serikat sangat suka kerja sukarela sehingga bisa menjadi gaya hidup. Ada kepuasan batin yang muncul seusai meluangkan waktu untuk membantu. Saat kerja sukarela kemarin, aku sempat mengobrol dengan beberapa dari sukarelawan di acara tersebut. Mereka suka bekerja sukarela.

Bentuk kerja sukarelanya pun bisa apa saja. Ada sebuah organisasi bernama Feed My Starving Children yang selalu membuka sesi dua jam kerja sukarela untuk mengepak bahan makanan yang nantinya akan disumbangkan kepada anak-anak yang kelaparan di negara-negara berkembang dan terbelakang. Selain itu, seiring terdepannya Internet, ada sebuah situs yang khusus untuk mencari kerja sukarela bernama volunteermatch.org. Melalui situs itu, kamu bisa mencari bentuk kerja sukarela yang sesuai dengan kepribadianmu. Kamu bisa memilih berdasarkan preferensi, jenis kerja sukarela, dan organisasi yang membutuhkan sukarelawan. Proses adaptasi menjadi masyarakat Amerika Serikat ini begitu seru.