20 Maret 2019

Panduan Lapangan Adaptasi di Daerah Baru dari Norris Kaplan

Edited by Me

Aku manusia yang acap berpindah. Bisa dibilang, tidak pernah tinggal di satu daerah lebih dari sepuluh. Saya lahir di kota Cilacap, lalu pindah ke Tangerang saat masih balita, lalu pindah lagi ke kota Cilacap untuk mulai sekolah, lalu ke desa bernama Wanareja di kabupaten Cilacap dari SD kelas lima sampai lulus SMA, lalu balik lagi ke Tangerang untuk kuliah, ke Jakarta untuk bekerja. Sekarang, aku berada di Amerika Serikat. Satu hal yang dibutuhkan adalah adaptasi dengan lingkungan baru. Hal yang begitu sulit aku lakukan, apalagi ketika berpindah ke desa Wanareja dari kota Cilacap saat kelas lima SD yang mari kita lewati kisahnya. Adaptasi yang sulit juga terjadi kala pindah ke Amerika Serikat. Semuanya berbeda. Dari makanan, bahasa sehari-hari yang digunakan, sampai orang-orang sekitar yang baru. Sejak juli 2018 sampai sekarang—sekitar 50-an hari sebelum kembali ke Indonesia hore—aku pun masih dalam proses adaptasi yang sungguh tidak mudah.

Aku pun bertanya kepada seorang teman yang berpindah tentang proses adaptasinya. Sejak akhir tahun lalu, Gladhys pindah dari Jakarta dalam rangka terpilih untuk melakukan riset seni di Yogyakarta. Dia berkata bahwa kesulitannya berada pada adaptasi budaya secara general dan upayanya dengan identitas dirinya. Salah satunya adalah logat Jakarta-nya yang kental, pembawaannya dalam bicara yang tanpa tedeng aling-aling, sampai penampilannya. Pada akhirnya, Gladhys mengaku bahwa makin banyak teman-teman dan kenalan barunya yang mengerti dan mendukungnya untuk jadi dirinya sendiri. Selain itu, lambat laun, dia juga sedikit mengubah identitasnya dengan makin fasih berbahasa Jawa. Usaha-usaha adaptasi Gladhys ini yang juga dilakukan oleh karakter utama bernama Norris Kaplan dalam “The Field Guide to the North American Teenager” karya Ben Philippe.