28 Maret 2020

Babak Baru: Jargon "Follow Your Passion" yang Salah Paham

Edited by Me

“Kok aku juga ikutan sedih. Gramedia x Abduraafi itu sebuah perpaduan yang klop sekali kelihatannya. Semoga karier barunya bisa membawa Aki ke mimpi-mimpinya ya. 😊”

Seorang teman mengirimkan pesan privat tersebut setelah aku mengepos foto nametag kantor lamaku sebagai tanda pengunduran diri di Instagram Story pada awal Maret lalu. Rintangan-rintangan kecil yang berubah jadi pilihan-pilihan sulit buatku memutuskan untuk pindah dari sebuah perusahaan di bawah naungan grup Kompas Gramedia. Sesungguhnya, pengunduran diri ini sudah kupikirkan sejak pertengahan 2019 lalu. Setelah Ruang pupus, aku seperti anak ayam yang kehilangan induk. Aku tanpa sadar angguk-angguk saja untuk pindah ke divisi lain. Walaupun kerjaannya tidak jauh-jauh dari menulis seputar buku bacaan dan mewawancarai penulis, tetap saja aku masih merasa Ruang-lah satu-satunya tempat pulang saat itu.

Tulisan ini kubuat untuk menjelaskan alasan utamaku pindah dari kerjaan yang “gue banget” ke perusahaan yang, bisa dibilang, “bukan gue banget”. Alasannya tidak jauh-jauh dari jargon “follow your passion” yang begitu riuh dielu-elukan dan diinginkan banyak orang. Hanya saja, jargon itu bagai pisau bermata dua; ia juga penuh tipu daya.