23 Februari 2021

Belajar Melawan dari Si Beruang Kutub

Kenang-kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub

Pertemuan seseorang dan buku yang dibacanya selalu menarik untuk diceritakan. Begitupun dengan pertemuanku dan “Kenang-kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub” karya Claudio Orrego Vicuña. Sejak awal Februari, aku dan Danang sepakat untuk mengontrak sebuah rumah di Jogja. Selama proses adaptasi kondisi di kontrakan baru, aku yang tetap ingin membaca buku memutuskan untuk menikmati bacaan yang tipis-tipis saja. Salah dua buku yang kubaca yaitu “Sengkarut” dan “Cerita, Bualan, Kebenaran”. Saat beres-beres, aku mendapati buku karya Vicuña ini di tumpukan buku koleksi Danang. Tidak ada harapan apa pun waktu itu. Namun, semakin menyimak kisahnya, semakin aku tenggelam dalam kondisi terkungkung yang dinarasikan oleh si beruang kutub. Saking tenggelamnya, perasaanku dibuat menggebu-gebu untuk menuliskan sebuah ulasan.

“Kenang-kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub” menghadirkan seekor beruang kutub sebagai tokoh utama. Ia dibawa dari habitatnya di kutub untuk ‘dirumahkan’ di sebuah kebun binatang. Beruang kutub yang dinamakan Baltazar oleh manusia-manusia di sekitarnya itu menceritakan kisah hidupnya selama berada di dalam jeruji kandang: pertemuannya dengan seorang gadis yang tidak punya tempat tinggal lalu diselamatkan seorang nyonya tua, nostalgianya seputar kisah asmara perdananya yang membuatnya mabuk kepayang tanpa pujaan hatinya tahu, dan—yang paling utama—penemuannya atas kedamaian di dalam kendang untuk sisa hidupnya. Bagian terakhir inilah yang membuatku merasa perlu untuk menuangkan pemikiranku sebagai respons atas pembacaan buku ini.

01 Februari 2021

Buku Paling Berkesan 2020, Pandemi, dan Lebih Banyak Judul

daftar buku terbaik 2020

“2019 was rough and tough.”

Begitu yang kutulis di pos Instagram saat menyambut 2020 sembari berharap segalanya akan lebih mulus dan ringan. Pada hari terakhir tahun 2019, The Jakarta Post membuat tajuk utama di halaman pertama korannya dengan judul “After hectic year, calm 2020 expected.” Artikel tersebut berisi harapan untuk meninggalkan 2019 yang berisi beragam konflik yang menggelisahkan. Dua belas bulan berselang setelah itu, sepertinya butuh kata-kata harapan pergantian tahun yang lebih meyakinkan. Atau malah tak perlu sama sekali? Tiada yang menyangka pandemi akan mengisi hampir sepanjang 2020. Penyesuaian yang drastis perlu dilakukan agar tetap bertahan, bagaimanapun caranya. Setiap orang dipaksa berubah: tidak saling bertemu langsung dan tetap di rumah. Perubahan pun terjadi pada berbagai aspek. Buatku sendiri, salah satu aspek yang berubah yaitu kegiatan membaca.

Kegandrunganku akan membaca membuatku ciptakan dua mode dalam kegiatan ini: senyap dan ramai. Mode senyap berarti aku berada di kamar dengan suasana tanpa alunan lagu atau ingar-bingar lain yang mengganggu. Mode ramai berarti aku melakukannya saat berada di transportasi umum—terutama saat berkomuter pulang-pergi kantor. Penciptaan mode ini bermanfaat untukku agar tetap berapi-api dalam membaca. Sayangnya, pandemi menggilas dan meluruhkan kesinambungan mode bacaanku. Kehadirannya mengeblokku untuk menyetel mode ramai dan itu membuatku waswas.