22 Agustus 2017

Ulasan Buku: AndaiKita + Giveaway

Edited by Me

Seorang penulis yang didiagnosis mengidap skizofrenia, Pamela Spiro Wagner, sempat menulis puisi berjudul How to Read a Poem: Beginner’s Manual. Puisi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Hasan Aspahani itu menyiratkan bahwa membaca puisi tidak perlu keahlian khusus. Bagai membaca jenis bacaan lain, membaca puisi ya hanya membaca saja tanpa perlu risau bingung atas apa maksud penyair dalam puisinya atau bagaimana menginterpretasikan puisi-puisi tersebut. Wagner juga menulis: Jangan anggap makna bersembunyi menghindarimu: / Makna puisi terbaik ada dalam apa yang terkatakan padanya. Tidak lagi menyiratkan apa yang harus dilakukan, ia benar-benar menyuratkan secara gamblang untuk membaca saja. Di akhir sajaknya, Wagner mengingatkan: Bila kau bisa menyebut lima nama penyair / tidak termasuk Bob Dylan, / dan bahkan kau melebihi jumlah itu / tanpa kau menyadarinya, / maka berhentilah membaca manual ini. Kamu bisa membaca puisi lengkapnya di sini. Jadi, baca sajalah puisinya!

Begitulah yang kulakukan ketika membaca setiap buku puisi yang ada di hadapanku. Aku mengerti dengan apa yang ingin disampaikan oleh Wagner. Bahwa banyak dari pembaca yang ogah-ogahan untuk membaca puisi karena merasa khawatir bila apa yang dibacanya tidak dapat dimengerti. Bahwa banyak di antara mereka yang masih mencari-cari arti dan maksud dari puisi-puisi karangan sang penyair. Apalagi bila diksinya asing dan berbunga-bunga yang sebenarnya sudah sewajarnya. Padahal, kalau mengesampingkan hal-hal tersebut, puisi-puisi itu akan habis dibaca. Benar butuh waktu dan suasana yang tepat ketika membaca puisi, karena aku pun begitu. Jika kamu salah satu yang merasa seperti itu, ciciplah buku puisi yang satu ini. Mungkin kamu akan berubah pikiran.

21 Agustus 2017

Ulasan Buku: Lady Susan

Judul : Lady Susan
Pengarang : Jane Austen
Penerbit: Qanita
Tahun : 2016
Dibaca : 14 Juni 2017
Rating : ★★★

"Aku hendak memintamu, Alicia sayang, untuk memberiku selamat: aku kembali menjadi diriku sendiri, ceria dan berjaya!" (hal. 87)

Pada pos sebelumnya, aku bertekad mengejar ketertinggalanku dalam mengulas buku-buku yang kubaca sejak Juni lalu. Dan, tahukah kamu bahwa hal ini sungguh jadi beban berat? Aku tetap membaca buku-buku namun keinginan untuk mengulas masih stagnan alias tidak ada kemajuan. Hal itu mengakibatkan tumpukan buku-buku-yang-sudah-dibaca-tetapi-harus-diulas semakin meninggi. Aku coba mencari-cari penyebab atas kemunduranku yang satu ini. Yang paling bisa diterka adalah waktu kerjaku yang terlalu fleksibel tapi kurang disiplin. Selain itu, juga karena kerjaanku sekarang menuntut harus dilakukan tanpa cela sehingga memerlukan fokus tinggi. Apalagi pekerjaannya adalah menulis. Serasa semua konsentrasiku harus tertuju pada pekerjaanku saja tanpa memikirkan rutinitasku yang lain, seperti menulis ulasan buku.

Pos kali ini adalah ulasan novel klasik yang selesai dibaca pada minggu kedua bulan Juni lalu. Lady Susan adalah karya Jane Austen pertama yang kucicipi. Membelinya karena sangat ingin baca karya penulis klasik wanita termasyhur ini namun yang tidak tebal-tebal amat. Memang, bukunya tidak kurang dari 130 halaman. Dan membaca buku ini sungguh menyenangkan. Aku membayangkan cerita ala-ala sinetron yang dibuat pada masa silam dengan latar kehidupan orang-orang borjuis. Mereka yang selalu mengenakan gaun-gaun menggembung dan tuksedo-tuksedo dengan celana yang tingginya di atas mata kaki.

***

Susan Vernon atau biasa kalangan atas memanggilnya Lady Susan sedang berkabung atas kematian suaminya. Bersamaan dengan itu, ia yang selalu hidup dalam gelimangan harta tidak mau berlama-lama meratapi nasib dan harus mencari suami baru yang kaya raya untuk dirinya sendiri dan untuk putrinya, Frederica. Keinginan yang menggebu-gebu ditambah kecantikannya yang tidak bisa ditolak oleh para laki-laki menimbulkan rumor buruk di masyarakat London. Lady Susan membawa Frederica terpaksa pindah ke rumah adik iparnya di desa untuk sementara waktu untuk meredakan rumor yang mengintainya. Apakah tujuan utamanya dalam mencari pasangan baru membuahkan hasil mengingat ia harus pindah ke tempat lain? Bagaimana dengan Frederica yang juga sebenarnya sudah harus mencari pasangan untuk dirinya sendiri?