Edited by me |
“Apa rekomendasi di sini?” Pertanyaan itu selalu kuajukan tiap kali ke sebuah restoran atau kafe yang baru kudatangi. Beberapa penjaga kafe memberikan satu pilihan menu signature atau specialty kafe itu. Sebagian yang lain merekomendasikan menu favorit yang banyak dipesan. Aku mendapati respons yang kedua saat mengunjungi sebuah kafe di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta. Sang penjaga kafe merekomendasikan minuman bernama Durian Leaf yang langsung kupesan. Setelah duduk, aku membuka laptop dan menilik draf tulisan tentang kaleidoskop 2019 yang sudah kumulai tulis sejak malam pergantian tahun baru. Aku bimbang apakah perlu lanjut menulisnya atau tidak mengingat sekarang sudah hampir pertengahan bulan di tahun baru. Padahal, aku berencana menayangkannya di sini sebelum tanggal 10. Sayangnya, rutinitas dan hal lain yang tiba-tiba muncul menghancurkannya.
Saat sudah memutuskan untuk lanjut menulis dan pemanasan fokus, minuman itu datang. Warnanya hijau muda, sedikit pucat. Aku pikir ukuran gelasnya tidak begitu besar karena harganya cukup murah. Ternyata lumayan banyak. Rasanya enak, perpaduan buah durian yang tidak begitu menyengat dan daun teh. (Atau itu betulan daun pohon durian?) Fokus lanjut menulisku buyar, berpindah ke minuman yang ada di hadapanku. Aku sedikit dongkol. Distraksi-distraksi kecil seperti ini sering terjadi dan menghabisi apa pun yang sedang jadi fokus utamaku tanpa tedeng aling-aling. Aku malah bertanya-tanya berapa banyak distraksi yang menghadangku untuk menuntaskan tulisan ini. Rebahan, tontonan Netflix, buku bacaan, media sosial yang perlu digulir lini masanya, pekerjaan lain, rebahan lagi, tontonan Netflix yang lain lagi. Mungkin ini salah satu resolusiku pada tahun baru 2020: mereduksi distraksi. Karena, sungguh, kamu akan begitu jengkel saat membuang waktu berhargamu alih-alih melakukan apa yang seharusnya kamu kerjakan.