26 Maret 2014

Monkey

Sampul
Judul : Monyet
Judul Asli : Monkey (The Five Ancestors #2)
Pengarang : Jeff Stone
Penerbit : teen@noura (Noura Books)
Tahun : 2013
Dibaca : 22 Maret 2014
Rating : ★★★

“Cobalah untuk latihan meditasi. Ingat yang selalu dikatakan Mahaguru? Kau harus mengendalikan pikiran-pikiran dan emosimu, atau mereka yang akan mengendalikanmu.”  (hal. 53)

Begitulah Malao. Biksu dengan keahlian khusus pada jurus-jurus gaya Monyet ini tidak bisa mengendalikan pikirannya sehingga Hok, si Bangau berbicara seperti itu kepada Malao. Malao terlalu muda untuk bisa dikatakan sebagai biksu yang berbakat, usianya masih 11 dan sepertinya itu membuatnya tertekan. Sepertinya.

Tapi lihat, aku bisa tertawa sendiri membaca dan mengetahui ulah Malao yang sangat konyol dan sering cekikikan. Sepertinya itu juga sifat monyet yang tidak terlalu serius dalam segala hal. Selain itu, Aku yakin kehidupan Malao di kuil Changzen sangat memberikan pengaruh positif pada saudara-saudaranya karena perilaku licik nan kocaknya. Tapi itu sebelum Negara Api menyerang.

Malao dan Saudaranya
Kini Malao harus melanjutkan perjalanan bersama Fu. Sebelumnya Malao bercerita tentang awal mula ia bertemu dengan para monyet yang membantu pelarian Fu. Sepertinya sudah ciri khas dari setiap buku yang menceritakan si biksu dengan hewan yang menjadi panutan. Seperti sebelumnya, Fu juga bertemu dengan macan.

***

Kisahnya dikemas secara sederhana tetapi tidak membuat bosan. Aku tahu kalau Malao tidak ada mungkin aku tidak akan melanjutkan membaca seri selanjutnya. Malao yang membuat suasana menjadi lebih santai dengan selera humornya yang kadang-kadang saudara-saudaranya tidak begitu suka. Tapi kenapa? Setiap orang butuh tertawa!

Sedikit membingungkan karena ulangan cerita. Contohnya ketika awal mula Malao bertemu sekawanan monyet sebelum menolong Fu, yang padahal di buku pertama Fu dan Malao sudah bertemu beberapa waktu berikutnya. Memang ceritanya dari sudut pandang masing-masing biksu sehingga mereka memiliki versinya sendiri. Tapi tetap saja membingungkan.


Qiang, senjata yang digunakan pasukan Ying untuk menyerang Kuil Changzen
Selain itu Malao sepertinya hanya sebagai bumbu. Malao tidak begitu memberikan peran dalam “bukunya” karena dia hanya mengikuti Fu. Mungkin berperan dalam mengalahkan Hung, si bandit  beruang. Semoga saja aku salah.

Kisah remaja yang mendidik. Seperti pada saat Malao tidak begitu menyukai kematian dan bergetar karena mungkin kematian itu lelucon. Kini dia menyadari bahwa kematian adalah hal yang sacral dan bukan main-main.

Dan ketika Malao mencoba mencari orangtuanya, yang mungkin Raja Monyet. Dia harus bisa mengontrol hal itu karena rasanya terlalu rumit bila dibilang orangtuanya meninggalkannya karena alasan yang baik atau buruk.

Ah, akhirnya Malao dan Fu bertemu Seh, si biksu ular yang terkenal pintar dan sangat misterius. Aku tidak sabar.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar