Sampul |
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
Dibaca : 16 April 2016
Rating : ★★★★
Tahun : 2016
Dibaca : 16 April 2016
Rating : ★★★★
"Masalah hidup manusia sering kali karena kita tak memiliki cinta, atau tak memiliki cukup keyakinan terhadap cinta." (hal. 206)
Butuh niatan yang kuat saat menyelesaikan buku ini. Dua bulan sejak buku ini tiba di pangkuan, akhirnya aku bisa menyudahinya. Ada beberapa alasan, yang paling utama adalah distraksi buku lain yang lebih menggiurkan untuk dibaca. Lalu, aku ada masalah dengan penokohan.
***
Yah, siapa yang punya memori sebesar gajah untuk mengingat jalan cerita sebuah buku yang waktunya dipotong lebih dari satu bulan. Ditambah dengan bacaan di sela-sela waktu itu. Mungkin samar-samar kau akan mengingat plotnya, tapi tidak dengan euforia membacanya. Intinya, seperti yang dituliskan pada sampul belakang, buku ini bercerita tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut. Titik.
Aku dibawa pada sebuah fabel yang kelam. Begini, kau pasti tahu fabel kan? Sebuah cerita dengan tokoh hewan yang bisa bicara dan kebanyakan ceritanya adalah cerita anak-anak, seperti Dongeng Si Kancil. Tapi buku ini memberikan satu pengalaman berbeda. Kau tidak akan lagi melihat fabel hanya untuk anak-anak saja. Seperti yang disampaikan oleh penulisnya, bahwa fabel ini khusus dewasa.
Satu lagi. Seperti yang dibilang di atas bahwa aku ada masalah dengan penokohannya: terlalu banyak. Astaga, aku bahkan tidak bisa menghitung si O ini berinteraksi dengan berapa tokoh lain selama hidupnya di buku ini. Ditambah lagi dengan setting waktu yang campur aduk, semakin menjelaskanku bahwa Eka Kurniawan adalah dewa yang menyesatkan unsur cerita yang aku pelajari waktu sekolah dulu.
Walaupun aku sudah terhasut dengan istilah fabel dewasa, dan aku sudah tidak ingat sebagian besar euforia bukunya, serta Eka yang menyesatkan itu, aku tetap menyukai buku ini. Entahlah, mungkin Eka benar-benar dewa. Gaya ceritanya yang berpenggal-penggal itu yang aku suka! Tipikal Eka. Bagaimana dia membuat itu rumit tapi masih tetap masuk akal. Aku berkali-kali disuguhkan pada adegan yang "Oh, ternyata ini sebabnya. Oh, ternyata ini setelah itu."
Mungkin tidak ada yang ingin disampaikan Eka selain ingin pamer kalau dia bisa membuat cerita serumit ini. Yah, mungkin dia bermaksud untuk memberikan gambaran bahwa manusia juga hewan dan hewan memiliki rasa yang sama seperti manusia. Well, aku sudah menjadi pemuja Eka sekarang. Salahkan O yang ingin menikah dengan kaisar dangdut!
"Kau mungkin akan hidup dengan dibalut cinta, tapi mungkin tidak bahagia. Kau juga bisa hidup bahagia, meskipun tanpa cinta. Tapi tentu saja kau bisa memperoleh semuanya, sebagaimana bisa terjadi kau tak memperoleh keduanya." (hal. 266)
Kaleng Sarden!
BalasHapusEka Kurniawan ini memang panutan..
teknik menulisnya gilak.
mutar muter mutar muter dulu... ngiris ngiris ngiris... eh ketemu
oh gitu... ya ya ya sepaham sepaham..
like that.