|
Sampul |
Pengarang : 17 Penulis Gramedia Writing Project Batch 1
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2015
Dibaca : 21 Juni 2015
Rating : ★★★
Buku ini adalah hadiah giveaway yang diselenggarakan oleh salah satu penulis cerpennya, Utha alias Tsaki Daruchi. Sebenarnya sudah sejak Maret buku ini berada di rumah, tapi karena banyak timbunan lain yang lebih memikat, aku baru bisa menyelesaikannya sekarang.
Merupakan kumpulan cerpen 17 penulis Gramedia Writing Project (GWP) yang diselenggarakan oleh penerbit tersebut untuk mencari bakat-bakat menulis terpendam dari seluruh penulis di Indonesia. Kurang lebih seperti itu. Buku ini menonjolkan setting tempat sebagai tema utama. Seberapa menarikkah buku ini? Berikut ulasan singkat dari setiap cerpen di buku ini. Ada 17 lho!
***
Ora - Ayu Rianna
(2/5)
Cerpen pertama. Aku bertanya-tanya kenapa cerpen ini ditaruh paling pertama. Setelah kutelisik, ternyata cerpen diurutkan sesuai abjad penulisnya. Latar Ora masih belum terasa untuk kumpulan cerpen yang katanya menonjolkan latar kota. Cerita romensnya sebatas cowok yang terlalu mendesak cewek masa lalunya yang sudah menikah untuk kembali ke Jakarta. Move on dong, Mas.
-------
Berlari ke Pulau Dewata - Cindy Pricilla
(3/5)
Latar Bali-nya memikat. Apalagi ditonjolkan beberapa spot dan kuliner khasnya. Sejalan dengan cerita yang lumayan menggemaskan. Seorang wanita galau makan malam bersama seorang pria. Mereka baru kenalan. Dan si wanita itu berlagak jual mahal ketika si pria mengatakan isi hatinya.
-------
Ditelan Kerumunan - Djan Fraumi
(3/5)
Wow. Cerpen yang ini "nyastra" abis. Aku pikir semua cerpennya bakal bertema romens ala-ala. Tetapi yang ini lebih ke pergulatan diri si tokoh. Latar Jogja membuatku kangen. Detail tentang latar di dalam bus juga tergambar jelas. Sukses! Walaupun masih ada pertanyaan tentang apa maksud pergulatan si tokoh. Mungkin bakal terjawab bila dilebihkan beberapa halaman.
-------
Cinta dan Secangkir Cokelat Hangat - Dwi Ratih Ramadhany
(3/5)
Cerita tentang Larisa dan Ragil yang sedang merombak naskah di salah satu kafe. Mereka memiliki masa lalu yang tak mudah dikenang. Dan masa lalu itu pula yang menjadi naskah dengan judul yang sama dengan judul cerpen ini. Jadi, mau-tidak-mau, mereka harus mengenang lagi masa-masa itu. Diambil dari sudut pandang bumi—atau si kafe atau jalanan depan kafe—dan dengan latar Malang yang dingin-dingin empuk, memberikan angin segar pada buku ini.
-------
Let the Good Times Roll! - Emha Eff
(4/5)
Akhirnya aku bisa merasakan cerpen yang sesungguhnya. Dengan hanya sekali duduk, aku sudah tidak lagi merasa penasaran dengan kelanjutan cerita atau pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal. Itulah arti cerpen bukan? Tentang The Avengers serta tokoh-tokohnya yang ada pada cerpen ini membuatnya terlihat segar untuk cerita remaja atau ABG. Tentang New Orleans, yah, aku dibuat penasaran: seceria apa Mardi Gras itu dan semesum apa Bourbon Street itu. Dan tentang pelajaran tersirat dan tersuratnya, sedikit mengingatkan pembaca untuk bertindak hati-hati terhadap siapa pun dan jangan selalu berprasangka buruk.
-------
Sparks - Emilya Kusnaidi
(3,5/5)
Ayuna tinggal di New York dan Eren datang untuk melamar. Tetapi hati Ayuna bimbang. Yah, ceritanya sedikit menyesakkan. Hampir sama dengan yang kualami dulu: tiba-tiba diberikan keputusan tentang kelanjutan hubungan, padahal pada saat itu masih baik-baik saja—duh, curcol. Gaya ceritanya enak dibaca. Latar Central Park juga terasa. Yang sedikit disayangkan, kadar kalimat berbahasa Inggris cukup banyak. Unik dan berkarakter sih, hanya saja memberikan sedikit inkonsistensi dalam gaya bercerita.
-------
Mamon, Cintaku Padamu - Idawati Zhang
(3,5/5)
Wow. Cerita yang sarat makna. Seorang istri yang ditinggal mati suami karena kalah dalam tarung judi, mencoba ambil bagian harta warisan yang ada pada kakaknya. Ceritanya berat dan sangat dewasa. Pokok bahasannya pun tentang uang. Bagaimana seseorang terlihat gelap mata ketika ketiadaan uang menghampirinya. Latar Semarang-nya tidak aku pedulikan karena saking asiknya menikmati kegelapmataan wanita ini pada Mamon—Dewa Uang, Dewa Kemakmuran.
-------
Sunflower - Lidya Renny Chrisnawaty
(3/5)
Tak ada sebersit pun di pikiranku bakal ada cerita "nikung" di buku ini. Sejak awal aku sudah menduga-duga ceritanya akan seperti apa. Yah, paling tidak, aku disadari bahwa banyak orang seperti Rei di luar sana. Gaya penulisannya seperti diburu-buru, tetapi masih bisa diikuti. Latarnya: Jogja lagi! Penulis menyebut-nyebut Candi Borobudur, Candi Prambanan, ritual adat Saparan Bekakak, hingga pecel Pasar Beringharjo. Ingin rasanya cepat-cepat kembali ke sana! Dan sepertinya penulis menyukai fotografi, terbukti dengan deskripsi tentang spesifikasi kamera DSLR dan si tokoh yang juga seorang fotografer.
-------
Frau Troffea - Lily Marlina
(2/5)
Bagaimana ya? Aku kurang sreg dengan ceritanya. Seorang pengamat lukisan—atau dukun lukisan—yang bisa mencari tahu sebuah lukisan memiliki kutukan atau tidak. Kali ini ada kasus yang membawanya hingga ke Strasbourg dan dia mulai kenal dengan Frau Troffea. Penggambaran latarnya sangat minim, lebih ke bagaimana perasaan si dukun tentang lukisan itu. Lalu, siapa Troffea sebenarnya? Apakah lukisan itu benar-benar terkutuk? Dan, maksud ceritanya itu apa? Banyak pertanyaan yang menggantung. Hal itu mengurangi keindahan sebuah cerpen.
-------
Asing - Marisa Jaya
(3,5/5)
Aku pikir cerita ini bakal "nikung" lagi setelah dua pria bertemu. Tapi tidak. Cerita lebih ke thriller yang membuat "ngilu". Salah satu pria amat mencintai seseorang, pria satunya lagi seperti menyia-nyiakan seseorang. Seseorang yang sama; wanita yang sama. Kedua pria yang saling asing itu bertemu di salah satu sudut Milan. Penulis berani mengeksplorasi kisah cinta tragis dengan kekerasan fisik sebagai bumbu cerita. Mungkin cerpen ini satu-satunya cerita bergenre thriller di sini.
-------
Bukan Sebuah Penyesalan - Orinthia Lee
(3/5)
Mengambil latar Jakarta yang hanya sedikit dieksplorasi. Cerita tentang seorang pria—atau wanita—yang angkuh terhadap kenalan baru, seorang wanita, yang "ngekos" di rumahnya. Aku ragu, sosok ini bernama Ivan yang mungkin saja dia laki-laki. Tetapi dia dikatai "wanita jalang" oleh sang Ayah, jadi mungkin saja dia juga perempuan. Dan lagi, cerita diambil dari sudut pandang orang kedua (kamu) yang sedikit tidak biasa dan membuat keraguan itu tak bisa ditebak hingga cerpen ini selesai kubaca. Oh ya, diksinya indah!
-------
Pohon dan Cinta - Putra Zaman
(3/5)
Cerita tentang Rere yang harus move on dari mantannya yang sudah enam bulan berpisah. Sahabatnya, Dirga, menjadi tempat curahan hatinya setiap saat. Hingga suatu saat Rere yang bertekad melupakan mantannya, mengajak Dirga ke Pulau Kemaro dan mendatangi pohon cinta yang ada di sana. Cinta memang tidak mudah ditebak. Apakah Rere sudah benar-benar move on? Latar Palembang dengan menyebut-nyebut Sungai Musi, Jembatan Ampera, dan pohon cinta Pulau Kemaro, cukup membuatku menikmati kekhasan kota itu.
-------
Di Balik Tirai Rindu - Rizky Noviyanti
(3/5)
Cerpen dewasa. Tentang seorang istri yang dibenci mertua karena mandul. Sang suami harus terus dalam kebimbangan memilih antara istrinya atau ibunya, hingga suatu malam dia tak lagi kuat menahan desakan-desakan kedua wanita yang dicintainya. Diambil dari sudut pandang si istri yang rindu belaian suami. Adegan ranjang pun tak dapat dihindari. Bandung menjadi latar kisah tragis ini.
-------
Bulungan - TJ Oetoro
(3,5/5)
Sepertinya penulis paham betul seluk-beluk Jakarta. Dari tawuran antar pelajar yang sering terjadi. perubahan infrastruktur kota yang pesat, hingga jalanan Jakarta Selatan yang semrawut. Bercerita tentang seorang pria yang mengenang kembali masa SMA setelah bertemu dengan ayah sahabatnya. Ceritanya bagaikan nyata, aku bertanya-tanya apakah tawuran itu benar-benar terjadi. Plotnya tidak terduga hingga akhir cerpen yang membuat terpana.
-------
Ankara di Bawah Purnama - Tsaki Daruchi
(4/5)
Bagaimana ya? Aku mau sih mencak-mencak tidak jelas kepada penulis, tapi aku harus tetap dingin dan bersahaja. Uthaaa, astaga diksimu, Nak! Kece badai! Dengan latar ibukota Turki yang aku yakin penulis belum sempat ke sana, tetapi sepertinya dia tahu seluk-beluk kota itu. Risetnya pasti dengan begadang! Untuk ceritanya, aku merasa berdosa karena membaca saat puasa. Utha, dari mana kau belajar menulis seperti ini, Nak? Layaknya stensilan tetapi dengan bahasa lebih halus dan indah. Aku bahkan tidak tahu apa itu stensilan, tapi mungkin mirip-mirip lah. Inti sari ceritanya mungkin hanya: seorang kekasih yang merindu. Itu saja, simpel sekali. Eksekusinya juara!
-------
Jakarta - Yatzhiat Nao
(2,5/5)
Jakarta lagi. Berarti sudah tiga cerpen berlatar Jakarta. Aku cukup menyukai ceritanya. Tentang pelukis yang mencari cinta sejatinya. Pacarnya diputuskan setelah pelukis itu menemukan Monalisa-nya yang sesungguhnya. Pelajaran akan cinta yang manis. Beberapa kalimat di dalamnya pun quotable. Hanya saja, inkonsistensi terlihat jelas ketika sapaan "aku-kamu" tiba-tiba berubah "gue-lu", padahal masih dalam satu percakapan. Plot hole juga muncul ketika si pelukis terus-terusan bersama dengan Monalisa barunya padahal bilangnya wanita itu hanya beberapa hari di Jakarta. Atau aku yang salah tangkap?
-------
Amerta - Yulikha Elvitri
(3/5)
Wow. Cerita thriller lagi. Seorang misterius yang sudah hidup lebih dari 80 tahun dan hingga ini masih melakukan hobinya: memakan hati manusia. Berlatar kota di selatan Jawa Tengah, Banjarnegara. Walaupun tidak menggambarkan jelas kota tersebut, penulis menyebutkan Sungai Serayu dan Dawet Ayu yang membuatku teringat akan kota kelahiranku yang tak jauh dari sana, Cilacap.
***
Selanjutnya, untuk menentukan rating rata-rata buku ini, mari kita hitung bersama-sama:
(2 + 3 + 3 + 3 + 4 + 3,5 + 3,5 + 3 + 2 + 3,5 + 3 + 3 + 3 + 3,5 + 4 + 2,5 + 3) / 17 = 3,088. Dibulatkan ke bawah menjadi 3.
Selamat kepada 17 penulis GWP Batch 1!
Makasih resensinya.... :p
BalasHapus*komentar terus* *biar rame*