07 Juni 2015

How to Live Forever?

Sampul
Pengarang : Natalie Babbitt
Penerbit : Atria
Tahun : 2010
Dibaca : 6 Juni 2015
Rating : ★★★★

"Itu berjalan terus, sampai ke lautan. Tetapi perahu ini, sekarang dia tertahan. Kalau kita tidak turun, ia akan berada di sini selamanya, berusaha untuk membebaskan diri, tapi tertahan. Dan begitulah kami, keluarga Tuck, Winnie." —Tuck (hal. 78-79)

'Bagaimana jika kau bisa hidup selamanya?' Aku akan melakukan kejahatan, kejailan, kenakalan dulu sebelum melakukan kebaikan. Aku ingin tahu seberapa puas melakukan hal-hal semacam itu; mencuri, berbuat onar. Tapi pertanyaan tersebut menggunakan unsur pengandaian kan? Jadi imajinasikan sajalah apa yang akan kau lakukan.

***

Winnie Foster masih 10 tahun ketika melihat seorang remaja 17 tahun minum dari sumber mata air keruh yang terletak di hutan milik keluarga Foster. Laki-laki berwajah tampan itu bernama Jesse Tuck, anak keluarga Tuck yang memiliki rahasia tentang hidup mereka beserta mata air keruh itu. Hanya Winnie, orang luar pertama, yang akan segera tahu rahasia apa yang keluarga Tuck miliki.

Mereka hidup selamanya! Ya, keluarga Tuck hidup selamanya. Dari sang ayah, ibu, hingga dua anaknya. Mereka tidak tahu apa mereka pantas mendapatkannya; apa hal itu sebuah anugerah atau kutukan. Ketika mereka menceritakan rahasia kepada Winnie, seorang pria berbaju kuning menguping semua rahasia itu.

***

Setelah kutelusuri, buku yang penuh pesan moral ini sudah difilmkan dengan judul yang sama pada 2002. Aku tidak yakin Winnie masih 10 tahun pada filmnya, karena pemerannya sudah terlihat dewasa—atau remaja. Tidak akan kutonton, tentu saja. Kenapa aku harus merusak imajinasiku sendiri dengan menontonnya?

Tuck Everlasting (2002)
Aku bilang penuh pesan moral. Pertanyaan di atas saja sudah membuatku berpikir macam-macam apa yang akan kulakukan. Mungkin aku akan membuat daftar. Tetapi, setelah membaca buku ini, aku mengerti apa yang akan terjadi ketika aku tahu akan hidup selamanya. Semuanya tidak akan sama ketika menjawab pertanyaan tersebut.

Selain itu, aku semakin mengerti tentang "hidup selamanya" setelah si pria berbaju kuning menguping semuanya. Yah, semua orang, termasuk aku dan kau, punya hasrat ingin memiliki segalanya kan? Dalam lubuk hati terdalam kita pasti akan melakukan segala cara agar keinginan kita tercapai. Bila kita tidak pakai iman dan akal sehat, kita akan melakukannya dengan cara yang salah.

Aku kok seserius ini sih? Begitulah. Buku ini begitu membuatku berpikir bahwa apa pun yang tak lekang oleh waktu akan merujuk ke kehampaan. Hampa karena tahu semuanya tak ada akhir. Kau pasti lebih mengerti setelah tahu keputusan Winnie ketika Jesse memberinya sebotol penuh air keruh 'ajaib' itu. Klasik—dan diksinya bagus!

"Kau tidak akan bisa hidup jika kau tidak bisa mati. Jadi kau tidak bisa bilang kalau kami punya kehidupan. Kami hanya ada, kami hanya hadir, seperti batu-batu yang ada di sisi jalan." —Tuck (hal. 80)

Ulasan ini untuk tantangan:
1. Young Adult Reading Challenge 2015
2. Lucky No.15 Reading Challenge kategori It’s Been There Forever.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar