Edited by Me |
"Sepertinya aku jadi lembek di usia paruh baya. Tapi aku juga berpikir reaksiku belakangan menunjukkan pentingnya menemukan kisah di waktu yang tepat dalam hidup kita. Ingat, Maya: hal-hal yang membuat kita tersentuh pada usia dua puluhan belum tentu sama dengan hal-hal yang membuat kita tersentuh pada usia empat puluhan, begitu pula sebaliknya. Hal ini benar dalam urusan buku, juga kehidupan." (hlm. 45)
Aku berencana untuk tidak menuliskan ulasan lengkap akan buku ini. Sejak awal, aku bahkan tidak berencana untuk membaca ini. Seharusnya aku membaca buku-buku yang ada dalam daftar bacaan hingga akhir tahun dan bukan buku ini. Tapi, seperti yang tertulis pada buku ini, "Terkadang buku-buku tidak menemukan kita hingga saat yang tepat." Mungkin inilah saat yang tepat untuk mengenal kisah hidup A.J. Fikry. Setelah melihat pos Instagram Story Mas Dion dan beberapa teman yang menampilkan buku ini, aku mulai membaca tanpa ekspektasi apa pun. Hanya sebagai bahan baca bareng dan mungkin sedikit bumbu bahwa buku ini baru saja diterbitkan versi terjemahannya. Teman pembaca lain bergurau bahwa buku ini mengingatkan mereka pada Aceng Fikri yang setelah kucari tahu adalah mantan bupati Garut yang dihujat karena kasus kawin siri singkat selama empat hari. Luar biasa!
***
A.J. Fikry dan Aceng Fikri mungkin sama-sama luar biasa namun dari jalur yang berbeda. Walaupun mungkin bebal dan susah bergerak maju, A.J. Fikry satu tingkat lebih tinggi ketimbang Aceng Fikri dalam keluarbiasaan itu. A.J. Fikry bukan figur publik di satu lingkungan. A.J. Fikry juga tidak lari dari pernikahannya. Ia malah begitu mencintai pasangannya. Ia pria yang bertanggung jawab. Ia mengelola sebuah toko buku yang didirikannya bersama mendiang istrinya. Ketika merasa bahwa kematian sang istri tidak bisa dilupakannya, seorang wanita yang mengaku wiraniaga dari salah satu penerbitan datang untuk menawarkan buku-buku terbaru mereka. A.J., begitu ia biasa dipanggil, tidak tahu bahwa wanita itulah yang nantinya akan mengisi kekosongan hidupnya selanjutnya. Beberapa tahun berselang, A.J. menemukan bahwa ada seorang balita berumur 25 bulan tergeletak di lantai toko bukunya yang sengaja tidak dikunci ketika ia pergi. Satu peristiwa yang akan mengubah hidupnya kemudian.
Baik, mari sudahi membanding-bandingkan A.J. Fikry dengan Aceng Fikri.
Buku ini kulahap habis dalam sehari. Bila dimampatkan, mungkin aku membaca hanya empat sampai lima jam saja. Dan melalui gawaiku. Sudah barang tentu itu hal yang amat langka karena (1) aku mengorbankan mataku untuk berlama-lama menatap layar elektronik dan (2) aku menikmatinya. Buku ini benar-benar mengisahkan hidup A.J. Fikry yang sebetulnya tidak penting untuk diketahui bila kamu tidak ingin. Tapi, buku ini memilihku dan aku memilihnya. Jadi, secara langsung aku ingin mengetahui apa yang terjadi dalam hidup A.J. Fikry. Terlebih, buku ini menceritakan tentang seorang pencinta buku. Tandanya sudah tersampaikan secara eksplisit melalui sampul buku versi terjemahannya: rak buku yang dipenuhi buku-buku. Bisa dibilang, aku diiming-iming oleh Gabrielle Zevin karena aku yang cinta membaca disuruh membaca kisah tentang seseorang yang cinta membaca. Jadi, penilaian terhadap buku ini mungkin sedikit lebih personal.
Membaca buku ini sedikit banyak mengingatkanku pada "Rumah Kertas" karya Carlos María Domínguez yang kubaca pada awal tahun ini. Keduanya sama-sama memberikan iming-iming kepada para pencinta baca untuk lebih menyukai buku-buku bahkan—lebih ekstrem lagi—mengorbankan diri demi buku-buku. Pada ulasan "Rumah Kertas" yang kemudian kusampaikan dalam bentuk artikel daftar, aku menyebut buku itu sangat merepresentasikan para pencinta buku. Mungkin karena buku sastra, aku tidak sepenuhnya mengerti kisah sang tokoh utama dalam keromantisan gaya cerita. Mungkin karena aku terlalu banyak baca fiksi populer juga. Berbeda dengan kisah A.J. Fikry yang pembawaan ceritanya kontemporer nan sederhana namun lebih kompleks. Bukan hanya tentang si tokoh utama, tapi tentang orang-orang di sekelilingnya yang juga mencintai bacaan.
Agar tidak bosan membaca paragraf-paragraf panjang ulasanku dan agar lebih mengingat buku yang kuberi nilai sempurna ini, lebih baik aku membuat lis poin-poin penting dari "The Storied Life of A.J. Fikry" karya Gabrielle Zevin. Dan lis ini menjadi pemungkas ulasan buku ini. Oh ya, satu hal: buku ini aku rekomendasikan bagi pencinta buku. Walaupun ceritanya mungkin akan terkesan berlebihan atau klise, setidaknya cobalah.
1. Hidupmu tidak sendirian
Moto ini yang paling tersurat dalam buku ini. Entah penulis ingin mematahkan anggapan bahwa hidup melalui membaca adalah kegiatan penyendiri. Hal ini terjadi ketika A.J. sempat memikirkan untuk menyusul mendiang sang istri—dengan perlakuan yang buruk. Sepertinya semesta tidak mengizinkan A.J. melakukan hal bodoh, karena tiba-tiba ada seorang balita lucu nan cerdas bernama Maya hadir dalam hidupnya. Berawal dari kebimbangannya mengurus bocah perempuan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan, lalu berakhir dengan menjadi orangtua asuhnya. Bagaimana A.J. membesarkan putri angkatnya di toko buku membuat Maya jadi begitu cinta buku.
2. Kamu butuh orang yang seirama denganmu
Ada bagian ketika A.J. sedang menyukai seorang wanita namun wanita tersebut telah bertunangan. Orang-orang terdekat A.J. memintanya untuk coba berhubungan dengan wanita lain untuk melihat peluang adakah pengganti mendiang istrinya. Namun, pikiran A.J. terus tertuju pada wanita itu. Wanita yang pada waktu pertama mereka bertemu dibuat kecewa dengan perangai A.J. Wanita yang sama-sama menyukai buku. Ya, wanita wiraniaga dari penerbitan itu. Namanya Amelia. Pada akhirnya, bagian ini memberikan pesan tersirat bahwa kamu hanya butuh seseorang yang satu frekuensi denganmu. Kamu hanya bisa "nyambung" dengan mereka yang memiliki kegemaran sama denganmu barang secuil sehingga kamu bisa menjadikannya bahan obrolan. Lebih-lebih, jika kamu akan menghabiskan sisa hidupmu dengan seseorang, pastikan ia seirama denganmu.
3. Kamu akan iri pada kehidupan dalam buku ini
A.J. Fikry dan istrinya berpikir bahwa sebuah lingkungan harus memiliki toko buku. Mereka yang tinggal di sebuah pulau menamai toko buku itu dengan nama Island Books. Sepeninggalan sang istri, A.J. harus mengurusi toko buku sendiri hingga ia bertemu dengan Maya yang amat suka membaca. Bertahun-tahun kemudian, A.J. mengucap janji suci bersama Amelia yang juga amat suka buku. A.J. memberikan Maya nama tengah Tamerlane yang dicatut dari judul karya masyhur Edgar Allan Poe. Kisah yang dituturkan dalam buku ini begitu sempurna. Tokoh utama yang suka membaca, orang-orang terdekatnya yang memiliki kegemaran yang sama. Bahkan kepala polisi di sana begitu terpengaruh oleh A.J. sehingga yang tadinya tidak suka membaca jadi menyukainya. Wow! Sungguh kehidupan menginspirasi yang membuat pembaca iri. Setidaknya aku.
4. Kamu diberikan rekomendasi bacaan A.J.
Aku bertanya-tanya apakah Zevin membaca semua buku yang disebutkan dalam buku ini. Dalam setiap jeda bab, ada bagian judul buku atau karangan, nama penulis, dan (sepertinya) tahun terbit yang ditambahi catatan A.J. terhadap buku atau karangan tersebut. Sepertinya, secara tersirat Zevin melalui A.J. merekomendasikan karya-karya itu untuk dibaca yang sejujurnya amat awam buatku. Setidaknya, sekarang aku tahu bahwa Roald Dahl juga membuat karya untuk orang dewasa.
5. Kamu diajak bergerak maju
Poin ini sebenarnya tidak begitu menerangkan bagaimana kamu harus move on dari masa lalu. Aku ingin menjelaskan perihal kamu harus bergerak maju dalam mengikuti perkembangan zaman. Jangan stagnan di situ-situ saja. Ini aku sarikan dari adegan ketika keluarga baru A.J. dikunjungi mamanya. Sang mama membawakannya pembaca buku elektronik atau yang lebih umum disebut ereader. Hal itu membuat A.J. tidak senang karena ia jelas-jelas menjual buku fisik di toko bukunya dan ereader hanya memperburuk keberlangsungan bisnisnya. Malamnya, A.J. saling berargumen dengan Amelia hingga Amelia berkata, "Alat pembaca buku elektronik memungkinkan [para rabun dekat dan paruh baya dengan daya pandang berkurang] memperbesar teks sesuai keinginan mereka." Yah, intinya, jangan terlalu tutup mata pada teknologi masa kini. Toh mereka dibuat untuk memudahkan kerja manusia.
Judul Asli : The Storied Life of A.J. Fikry
Pengarang : Gabrielle Zevin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2017
Dibaca : 21 Oktober 2017 (via SCOOP)
Rating : ★★★★★
Rating : ★★★★★
"Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian. Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian. Kita tidak sendirian." (hlm. 263)
Ulasan ini diikutsertakan dalam "Read and Review Challenge 2017" kategori Name in A Book.
Di timeline IG pun lagi marak-nya bahas buku ini dan hampir keseluruhan (rata2 sih) bilang buku ini harus dibaca terutama yg sama2 cinta buku.
BalasHapusJadi penasaran apalagi ulasannya kak Raafi menggoda sekali ^-^
Sepertinya begitu ya. Mungkin karena buku ini juga baru diterjemahkan oleh penerbit jadi banyak yang bahas. Yuk, baca!
Hapusaku lihat buku ini dr update twit Mas Ijul. Abis itu lihat di scoop premium, abis itu beli buku fisiknya. Dan belum di garap hahaha
BalasHapusWah, aku malah baca dulu di SCOOP baru beli bukunya. Tak lengkap rasanya kalau tak beli fisiknya. Hahaha.
Hapusbanyak dibicarakan dimana-mana...
BalasHapusngehitz banget