Tahun : 2016
Dibaca : 25 November 2016 (via SCOOP)
Rating : ★★★
Rating : ★★★
Beberapa waktu lalu "Mata Najwa" menghadirkan salah satu calon gubernur DKI Jakarta sebagai bintang tamu. Pada acara yang menspesialkan sang cagub itu Najwa Shihab telah memberikan pertanyaan-pertanyaan tegas dan menjurus bahkan sejak menit-menit pertama. Dari situ saja sangat terlihat kepiawaian Najwa sebagai jurnalis yang bertanya secara lugas menerabas para lawan bicaranya. "Mata Najwa" yang tak terlepas dari ikon Najwa Shihab bagai oase di tengah gurun acara televisi yang (kebanyakan) tak berisi. Seperti kata Jokpin, "Mata Najwa" membantu mata kita melihat dengan jernih perkara-perkara pelik di balik hiruk-pikuk politik, membedakan mana yang palsu mana yang asli, mana yang semu mana yang sejati.
Kekhasan dari "Mata Najwa" adalah—mari kita sebut—kata-kata mutiara yang tak pernah luput Najwa sampaikan pada akhir acara, yang selanjutnya ditutup dengan melodi gitar dari *band rock* lawas, Creed. Bagai ibadah yang bila tak ada maka merana. Inti dari acara berdurasi 90 menit itu tertuang pada ayat-ayat itu secara ekplisit dengan bahasa yang sedikit membelit agar lebih menggigit. Sejujurnya, bagian inilah yang kusuka dari "Mata Najwa".
Beberapa waktu lalu Najwa Shihab meluncurkan buku terbarunya bertajuk "Catatan Najwa". Buku berwarna dominan merah ini seperti melambangkan semangat membara yang tertuang melalui kata-kata di dalamnya. Kabarnya, buku ini berisi refleksi Najwa Shihab atas isu yang dibahas di program "Mata Najwa". Setelah menanti cukup lama bilamana Najwa menerbitkan buku tentang acara televisinya, aku antusias untuk menilik isinya. Berharap banyak hal bisa kutemukan tidak melulu soal isu politik dan hukum tetapi juga humaniora dan yang ringan-ringan.
Aku menyelesaikan buku ini di dalam kereta commuter line dan hanya membutuhkan sekitar satu jam untuk menyelesaikan sekaligus mencerna setiap kata yang diberikan. Aku tahu bahwa setiap kata mutiara yang disampaikan Najwa pada tiap sesi terakhir "Mata Najwa" selalu berima dan puitis. Lalu, tambahkan dengan tema-tema berat di dalamnya yang serius seperti bahasan tentang korupsi, pemilihan kepala daerah, reformasi, dan hal-hal yang menyangkut politik-hukum lainnya. Aku seharusnya sudah menutup buku itu sejak halaman pertama. Namun Najwa membawakannya dengan lebih halus dan santai dan sedikit berbelit kata sehingga aku dapat menikmati setiap kata tersebut. Untungnya.
Aku telah sebutkan di atas bahwa aku antusias dengan buku ini. Sebenarnya sedikit kurang tepat. Ekpektasiku sangat tinggi saat mengetahui Najwa Shihab menerbitkan buku tentang "Mata Najwa". Mungkin hanya "tinggi" jika itu hanya menyangkut Najwa Shihab. Tapi "Mata Najwa" adalah salah satu acara televisi terfavorit yang aku selalu sempatkan untuk menontonnya saat sela melalui YouTube, syukur-syukur sudah berada di rumah dan duduk manis berhadapan televisi. Aku berharap banyak dengan buku ini. Setidaknya mengupas hal-hal ringan yang jarang dikuak dalam acara "Mata Najwa" atau mengupas kisah-kisah di balik layar yang dibuang sayang.
Ekspektasi-sangat-tinggiku masih baik-baik saja saat membaca kata pengantar dari Joko Pinurbo yang ia mengaku beruntung karena belum pernah diuji lisan oleh Najwa. Masuk ke halaman inti, aku masih bungah dengan ayat-ayat Najwa yang mengimaji dengan diksi yang beraksi. Lalu muncullah sedikit narasi sebagai catatan Najwa dari episode yang dibawakannya. Namun halaman berikutnya malah kembali pada ayat-ayat Najwa lalu catatan Najwa pada episode yang lain. Dan ternyata ritmenya hanya seperti itu. Ekspektasi-sangat-tinggiku itu seperti mengalami turbulensi parah dan pilotnya tidak bisa melakukan apa pun.
Lupakan tentang ekspektasi-sangat-tinggiku itu. Buku ini masih memberikan kesan bahwa aku bisa menelusuri jejak-jejak politik-hukum yang ruwet dengan santai. Apalagi bagi penyuka fiksi, buku ini seperti fakta berselimut narasi. Catatan-catatan Najwa juga memberikan pandangan daya positif tentang keruwetan isu yang dibahasnya. Bagai warna merah yang dominan pada buku ini; memberi semangat membara sehingga yang membacanya tergelitik untuk melakukan sesuatu untuk negeri atau setidaknya untuk orang-orang di sekitarnya. Satu hal yang menarik adalah setiap potret acara "Mata Najwa" yang terselip di dalamnya. Aku suka dengan potret Najwa bersama kedua putra Jokowi, sangat polos dan menyenangkan.
Akhir kata, aku merekomendasikan buku ini sebagai penyegaran bagi pikiran yang butuh suntikan semangat. Ayat-ayat yang dibawakan Najwa memberikan gejolak-gejolak. Tapi ingat bahwa ayat-ayat tersebut berpuisi sehingga membutuhkan jiwa yang tenang dan fokus tinggi untuk dicerna dan diserap maknanya. Selamat membaca!
Sangkalan: Ulasan ini juga dimuat di SCOOP Berita dengan beberapa perubahan.
Kekhasan dari "Mata Najwa" adalah—mari kita sebut—kata-kata mutiara yang tak pernah luput Najwa sampaikan pada akhir acara, yang selanjutnya ditutup dengan melodi gitar dari *band rock* lawas, Creed. Bagai ibadah yang bila tak ada maka merana. Inti dari acara berdurasi 90 menit itu tertuang pada ayat-ayat itu secara ekplisit dengan bahasa yang sedikit membelit agar lebih menggigit. Sejujurnya, bagian inilah yang kusuka dari "Mata Najwa".
Beberapa waktu lalu Najwa Shihab meluncurkan buku terbarunya bertajuk "Catatan Najwa". Buku berwarna dominan merah ini seperti melambangkan semangat membara yang tertuang melalui kata-kata di dalamnya. Kabarnya, buku ini berisi refleksi Najwa Shihab atas isu yang dibahas di program "Mata Najwa". Setelah menanti cukup lama bilamana Najwa menerbitkan buku tentang acara televisinya, aku antusias untuk menilik isinya. Berharap banyak hal bisa kutemukan tidak melulu soal isu politik dan hukum tetapi juga humaniora dan yang ringan-ringan.
Catatan Najwa (hal. 106-107) |
Aku menyelesaikan buku ini di dalam kereta commuter line dan hanya membutuhkan sekitar satu jam untuk menyelesaikan sekaligus mencerna setiap kata yang diberikan. Aku tahu bahwa setiap kata mutiara yang disampaikan Najwa pada tiap sesi terakhir "Mata Najwa" selalu berima dan puitis. Lalu, tambahkan dengan tema-tema berat di dalamnya yang serius seperti bahasan tentang korupsi, pemilihan kepala daerah, reformasi, dan hal-hal yang menyangkut politik-hukum lainnya. Aku seharusnya sudah menutup buku itu sejak halaman pertama. Namun Najwa membawakannya dengan lebih halus dan santai dan sedikit berbelit kata sehingga aku dapat menikmati setiap kata tersebut. Untungnya.
Aku telah sebutkan di atas bahwa aku antusias dengan buku ini. Sebenarnya sedikit kurang tepat. Ekpektasiku sangat tinggi saat mengetahui Najwa Shihab menerbitkan buku tentang "Mata Najwa". Mungkin hanya "tinggi" jika itu hanya menyangkut Najwa Shihab. Tapi "Mata Najwa" adalah salah satu acara televisi terfavorit yang aku selalu sempatkan untuk menontonnya saat sela melalui YouTube, syukur-syukur sudah berada di rumah dan duduk manis berhadapan televisi. Aku berharap banyak dengan buku ini. Setidaknya mengupas hal-hal ringan yang jarang dikuak dalam acara "Mata Najwa" atau mengupas kisah-kisah di balik layar yang dibuang sayang.
Ekspektasi-sangat-tinggiku masih baik-baik saja saat membaca kata pengantar dari Joko Pinurbo yang ia mengaku beruntung karena belum pernah diuji lisan oleh Najwa. Masuk ke halaman inti, aku masih bungah dengan ayat-ayat Najwa yang mengimaji dengan diksi yang beraksi. Lalu muncullah sedikit narasi sebagai catatan Najwa dari episode yang dibawakannya. Namun halaman berikutnya malah kembali pada ayat-ayat Najwa lalu catatan Najwa pada episode yang lain. Dan ternyata ritmenya hanya seperti itu. Ekspektasi-sangat-tinggiku itu seperti mengalami turbulensi parah dan pilotnya tidak bisa melakukan apa pun.
Catatan Najwa (hal. 138-139) |
Lupakan tentang ekspektasi-sangat-tinggiku itu. Buku ini masih memberikan kesan bahwa aku bisa menelusuri jejak-jejak politik-hukum yang ruwet dengan santai. Apalagi bagi penyuka fiksi, buku ini seperti fakta berselimut narasi. Catatan-catatan Najwa juga memberikan pandangan daya positif tentang keruwetan isu yang dibahasnya. Bagai warna merah yang dominan pada buku ini; memberi semangat membara sehingga yang membacanya tergelitik untuk melakukan sesuatu untuk negeri atau setidaknya untuk orang-orang di sekitarnya. Satu hal yang menarik adalah setiap potret acara "Mata Najwa" yang terselip di dalamnya. Aku suka dengan potret Najwa bersama kedua putra Jokowi, sangat polos dan menyenangkan.
Akhir kata, aku merekomendasikan buku ini sebagai penyegaran bagi pikiran yang butuh suntikan semangat. Ayat-ayat yang dibawakan Najwa memberikan gejolak-gejolak. Tapi ingat bahwa ayat-ayat tersebut berpuisi sehingga membutuhkan jiwa yang tenang dan fokus tinggi untuk dicerna dan diserap maknanya. Selamat membaca!
Sangkalan: Ulasan ini juga dimuat di SCOOP Berita dengan beberapa perubahan.
Rajin banget Raafi.. Udah buat post lagi :) keep up the good work :)
BalasHapusThank you, Hana!
HapusOhke. tq review nya.
BalasHapus*Noted, gk beli bukunya. Ckp pinjem d perpus (kalau ada)*😄😆
Saya dijepang, sulit bagiku mendapatkan buku ini.. Help me please...
BalasHapusHalo Ayu, kamu bisa dapatkan versi digitalnya di SCOOP.
HapusBuku Catatan Najwa dijual seharga Rp.90.000,- di Gramedia dengan 0% diskon. Menurut saya terlalu mahal, karena penilaian saya dari segi tampilan (cover, kualitas kertas, dll) tidak sesuai dengan harganya. Saran saya jangan hanya menjual Nazwa donk, sesuaikan pula kualitas tampilannya.
BalasHapusmudahan tidak salah tempat. Kapan Mata Nazwa ada di Kalimantan Selatan, membahas tentang kebijakan eksploitasi sda mineral yang hasilnya tidak seperti pelangi untuk masyarakat Kalimantan Selatan. Bahan baku listrik berlimpah, tapi listrik sering padam, kadang ditengah pelajar yang sedang melaksanakan ujian sekolah, pembangunan tidak secepat dan lebih baik dari daerah lain yang minim sda mineral.
BalasHapus