23 Agustus 2016

Ulasan Buku: Kereta Tidur

Judul : Kereta Tidur
Pengarang : Avianti Armand
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2011
Dibaca : 17 Agustus 2016 (via SCOOP)
Rating : ★★★★

"Mesaud dan Sania membuka tutup peti itu. Di dasarnya, mereka menemukan sebuah pintu. Di balik pintu itu terhampar semua yang mereka inginkan. Sejenak mereka berpandangan, tersenyum, lalu sambil bergandengan tangan, melangkah masuk." - Dongeng dari Gibraltar (hal. 27-28)

Kapan terakhir kali membaca kumpulan cerpen ya? Sekitar satu atau dua bulan lalu. Kumpulan cerita memang punya daya pikat tersendiri. Pembaca dibawa merasakan secuplik kisah yang tidak lama untuk disimak namun bisa jadi tidak sebentar melekat di benak. Yakinlah bahwa dari sekumpulan cerita dalam sebuah buku terdapat satu kisah yang menggema dalam ruangmu. Aku mendapatkannya pada cerita yang berjudul "Sempurna" di buku ini. Dan kalau boleh, aku akan menempatkan "Dongeng dari Gibraltar" dan "Perempuan Tua dalam Kepala" di urutan berikutnya.

***

"Sempurna" berkisah tentang seorang gadis yang hidupnya sempurna dari segala sisi; paras, harta, hingga lelaki yang mencintainya. Kesempurnaan itu hancur ketika sang kekasih memberi tahunya bahwa mereka tidak bisa bersama lagi karena sudah memiliki wanita pujaan lain. Saat itulah sang gadis merasa hancur. Ia melakukan hal nekat pada lelaki tersebut; sebuah perlakuan yang dianggapnya sempurna.

"Aku melongo. Benar-benar tak bisa dipercaya. 'Restu,' lanjutnya dengan nada ceria, 'ini benar-benar sempurna.'" - Sempurna (hal. 68)

"Dongeng dari Gibraltar" adalah kisah yang legit. Tentang sepasang kekasih yang tinggal di kota teluk kecil di tepian Gibraltar. Suatu ketika terdapat sebuah Pasar Malam di kota dan mereka pergi ke sana. Satu kecelakaan kecil membuat mereka masuk ke kemah yang menyediakan berbagai jenis peti. Dan mereka melihat satu terbuat dari kayu berwarna hitam polos tanpa ornamen. Dan yang itu adalah peti pengabul permintaan. Apa permintaan sepasang kekasih itu?

"Perempuan Tua dalam Kepala" menceritakan Ben dan sosok dalam kepalanya; perempuan tua yang menghuni sebuah rumah reyot dari batu tanpa jendela. Perempuan tua itu selalu bertingkah berseberangan dengan apa yang Ben lakukan. Hingga Ben bertemu dengan seseorang yang dikasihinya sejak dulu. Seseorang yang meninggalkan selampai untuknya. Apakah kali ini ia bisa berdamai dengan perempuan tua dalam kepalanya?

***

Risi rasanya nama Avianti Armand menggaung di telinga namun tak kunjung mengenalnya. Hingga aku memutuskan untuk membeli kumpulan puisi terbarunya yang terbit tahun ini bertajuk "Buku Tentang Ruang". Namun sepertinya salah bila aku harus membaca puisinya lebih dululebih-lebih karena aku tidak begitu menikmati puisi. Akhirnya kucoba mencari karya-karyanya terdahulu. Dan kumpulan cerpen ini menjadi yang mudah kuraih dalam rangka perkenalan. Kau tahu, berkenalan dengan seseorang tak perlu harus bertatap muka dan saling berucap. Bagiku karya-karya miliknya adalah medium terbaik untuk berkenalan dengan seseorang.

"Satu, dua, tiga... Laki-laki itu menggandengku ke kamar. Empat, lima, enam... Laki-laki itu melucuti celanaku. Tujuh, delapan, sembilan... Ia menelungkupkanku di tempat tidur. Tangannya mulai menggerayangi pantatku yang terbuka. Aku menutup mata erat-erat. Di hitungan ke sepuluh, pintu rumah perempuan tua itu terbanting terbuka. Mukanya marah. Sebelas, dua belas... Lelaki itu menindih tubuhku. Napasnya mulai terengah."Perempuan Tua dalam Kepala (hal. 88-89)

Buku berisi 10 cerita pendek ini akhirnya kudapatkan bekas dari seorang penjual buku di Jogja. Lucunya aku menerima cetaknya seusai menyelesaikan versi digitalnya. Entahlah. Kadang seseorang harus memiliki secara fisik hal yang ia sukai bukan? Itulah yang kupikirkan seusai membaca karena yakin suatu saat nanti akan membacanya lagi. Beberapa kisahnya sedikit-banyak berhubungan dengan kehidupan secara personal.

Aku langsung suka dengan tuturan Avianti pada buku ini. Seperti ada hal magis yang ia tutupi dalam kalimat-kalimat dalam cerita-ceritanya. Diksinya pun begitu khas, seperti yang ini: "Beberapa orang tertidur dengan mulut ternganga. Beberapa lagi menganga tapi tak tidur. Udara seperti ini memang nyaman untuk apa saja; tidur, juga menganga." Dan walaupun tidak mengerti semua ceritanya, aku tetap merasa buku ini memiliki daya pikat. Setidaknya untukku. Hahaha. Aku terlalu membesar-besarkan ya? Cobalah dengan salah satu cerita dari buku ini, kawan. Dan mungkin kau akan setuju denganku.

"Ingatan selalu menyaring dan membentuk ulang apa yang terjadi." - Kereta Tidur (hal. 119-120)

Oh ya, "Kereta Tidur" yang merupakan judul buku ini juga merupakan judul sebuah cerita yang ditaruh di paling akhir buku. Walaupun tidak kusebutkan dalam tiga teratas karena tidak terlalu tercitra dalam benak, kisahnya tak kalah magis. Dan percayalah, seusai membaca cerita terakhir ini, kau akan ternganga di halaman kosong terakhir dan bertanya-tanya, "Sudah selesai?" Lalu kau akan berpikir untuk membacanya ulang atau memulai kisah lain dari tumpukan buku di samping tempat tidurmu.

2 komentar :

  1. Ah, ternyata ini penulis puisi tentang ruang yang lagi its itu. Yang cerpen 'Perempuan Tua dalam Kepala' ini sepertinya pernah baca di kumcer Kompas ya kalau tidak keliru?

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Buku Tentang Ruang" judulnya, Mas. Wah, kalau cerpen yang itu masuk Kompas, aku nggak tahu sih. Tapi nggak heran juga. Bagus!

      Hapus