Edited by Me |
Lega rasanya setelah mengeluarkan perasaan terpendam pada tulisan terakhir. Aku juga coba menyampaikan unek-unek itu kepada orang lain dan dia bilang, “Kamu cuma lagi enggak ngerjain apa-apa aja. Kamu tertekan karena biasanya kamu beraktivitas rutin.” Mungkin dia benar. Setelah menghabiskan sekitar lima hari bervakansi, aku masih punya sekitar dua minggu sebelum aktivitas berikutnya yang walaupun diisi dengan membaca, menulis, dan bekerja, tetap tidak beranjak tempat.
Sudah hampir enam bulan tinggal di Amerika Serikat dan sudah beradaptasi dengan hampir segala hal. Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Menggunakan transportasi publik. Berbelanja di Walmart atau Fry’s. Menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan. Mandi pakai pancuran. Memasak dengan microwave dan oven. Melihat kendaraan berjalan di sisi kanan alih-alih kiri. Mengendarai skuter elektronik berbayar. Mengenakan baju tertutup karena suhu yang rendah. Dan banyak hal lain yang mungkin akan ditambahkan bila teringat.
Prosedur Singkat CCI Program
Pada 31 Desember lalu, AMINEF menutup pendaftaran registrasi Community College Initiative Program (CCI Program). Selama dibuka sebulan, beberapa calon kandidat bertanya kepadaku melalui Instagram—yang sekarang sudah kuhapus hoho—dari tentang prosedur registrasi sampai tentang bagaimana caraku sampai lolos pergi ke Amerika Serikat. Aku jawab dengan senyuman tentu saja. Pertanyaan terakhirlah yang menarik perhatianku. Bagaimana caraku lolos program ini? Jawabanku: lakukan segala prosedur seleksi dengan sungguh-sungguh.
Apa saja prosedur CCI Program? Secara singkat, tahap yang tutup pada 31 Desember lalu itu adalah tahap pertama yaitu pemberkasan. Bila lolos tahap itu, kamu diminta datang ke Jakarta untuk tes TOEFL ulang dan wawancara bersama empat sampai lima orang petinggi AMINEF dan orang penting lain—yang ini tentu dalam bahasa Inggris. Tahap ketiga adalah pemberkasan medical check-up. Tahap keempat adalah wawancara visa di Kedutaan Besar Amerika Serikat. Terakhir adalah Pre-Departure Orientation. Secara lebih lengkap, bisa kunjungi blog teman seperjuangan saya, Dede Firmansah, di sini.
Apa Saja yang Sudah Dilakukan
Lebih dari lima bulan sudah tinggal di Amerika Serikat, aku bersyukur karena masih bertahan dan bisa melakukan banyak hal. Berikut adalah pencapaian-pencapaianku selama lima bulan.
1. Mengatur waktu untuk semua prioritas
Kala itu, aku benar-benar merasa kewalahan. Kelas-kelas musim gugurku meminta perhatian lebih banyak dan aku harus mengenyampingkan hal lain yang juga penting, salah satunya adalah mengurusi kanal Fiksi Populer Ruang. Aku menceritakan keadaan ini kepada managing editor-ku dan aku bersyukur punya atasan yang pengertian dan mendukung. Aku juga sudah menyelesaikan kewajiban program 100 jam sukarelawan. Dan aku sedang menuju 50 jam internship-ku yang juga termasuk kewajiban program. Aku bekerja sebagai editorial intern di majalah lokal tentang gaya hidup sehat dan ramah lingkungan. Dan selama liburan ini, aku getol merampungkan buku-buku yang ingin kubaca termasuk timbunan di sebelah tempat tidur yang semakin meninggi. Dan, wow, semua bisa dilalui.
2. Melewati semester musim gugur dengan nilai sempurna
Kelas-kelas primer musim gugurku terdiri atas: News Production, Marketing & Social Networking, Applied Marketing & Social Marketing, dan kelas Bahasa Inggris. Di awal, aku sudah membuat objektif mendapat A untuk semua kelas. Aku melihat semua kelas yang kupilih tidak sulit-sulit amat. Sampai pada pertengahan musim, ketika setiap kelas memiliki tugas tulisan dan presentasi dalam bahasa Inggris, aku merasa kelimpungan. Aku terus mendorong diriku untuk melakukan segala yang kubisa; dari mengunjungi Writing Center untuk membahas tulisan dengan tutor, datang lebih awal dari jam masuk kelas untuk memahami topik yang akan dibahas, sampai memikirkannya secara berlebihan. Untunglah, usaha tidak mengkhianati hasil. Aku mendapat A untuk semua kelas musim gugur yang kuikuti.
3. Mendapat dorongan hebat dari Mrs. Burns
Siap-siap. Bagian ini akan lebih panjang dari poin lainnya.
Bisa dibilang, kelas Bahasa Inggris ini memiliki love-hate relationship denganku. Aku suka kelas ini karena melatihku menulis dalam Bahasa Inggris—salah satu tujuanku mengikuti CCI Program ini. Namun, instruktur kelasku, Mrs. Burns, tidak membuatnya lebih mudah. Sejak awal, yang beliau paparkan adalah bagaimana agar kamu tidak mendapatkan nilai nol atau F. Beliau lebih banyak menyampaikan prosedur mengumpulkan esai daripada cara bagaimana membuat esai akademik secara tepat. Hal itu membuatku harus datang ke Writing Center dan bertemu tutor—yang mana adalah Mrs. Burns juga. Aku mungkin tidak akan pernah lupa sensasi ketika berhadapan satu-lawan-satu dengannya. Rasa cemas dan terintimidasi menyerang.
Namun, lama kelamaan, aku mulai terbiasa dengan karakternya keras dan langsung. Gemblengan yang kubutuhkan agar aku terus bertumbuh. Sampai pada esai dua terakhirku tentang aplikasi kencan, aku mendapat musibah: flash drive-ku yang berisi draf esai dan semua referensi hilang tiga hari sebelum batas pengumpulan. Dan itu satu-satunya tempatku menyimpannya. Aku kacau. Aku datang ke bagian lost and found Public Safety keesokan harinya dan hasilnya nihil. Aku harus menulis ulang dari awal. Dan ketika datang ke Mrs. Burns untuk tutoring sehari sebelum batas pengumpulan, beliau memberiku kelonggaran setelah aku menceritakan apa yang terjadi. Aku amat berterima kasih padanya.
Esai terakhirku tentang euthanasia pun tak kalah menarik. Aku ceria sudah selesai menulisnya dan siap mengumpulkan. Sayangnya, kebahagiaanku lenyap ketika memasukkan esaiku untuk pengecekan di Turnitin.com. Situs web pengecekan plagiarisme itu menjadi langkah akhir pengumpulan esai. Ketentuan Mrs. Burns adalah 4% plagiarisme dan yang kudapatkan waktu adalah 12%. Panik menyerang. Rasa cemas—hai, kawanku—datang lagi. Aku sudah pasrah dengan esai terakhir yang berbobot tiga kali lipat dari esai sebelum-sebelumya. Aku berserah pada hasil akhir.
Sehari sebelum kelas pemungkas, hasil akhir muncul. Aku tidak percaya dengan itu karena aku malah mendapat nilai 90 untuk esai terakhirku itu. Ada pesan yang diterakan oleh Mrs. Burns: “Congrats!!! You should be mildly surprised by your grade--A. You earned it! See you tomorrow at 8:00am. I'm bringing bagels.” Keesokan harinya di kelas sembari makan bagel, aku maju ke depan dan menyerahkan bingkisan untuk Mrs. Burns. Dia berterima kasih lalu bilang bahwa jarang sekali ada murid yang mendapat A di kelasnya. Aku terharu. Belum lagi komentar yang diberikannya pada esai terakhirku berikut.
Segenap dorongan ini menempaku untuk terus berusaha—dengan menulis apa saja setiap hari. Terima kasih, Mrs. Burns. (Menulis bagian ini mengingatkanku pada Matilda dan Miss Honey. Haha.)
4. Menulis dalam Bahasa Inggris dan ditayangkan
Selain ditempa oleh Mrs. Burns, aku juga berlatih menulis secara jurnalistik dalam kelas News Production. Setidaknya, setiap bulan, setiap murid harus menulis satu artikel untuk situs media kampus Northeast Valley News. Sejak September, aku sudah menulis lima artikel dan kesemuanya ditayangkan di sana. Instrukturku, Mrs. Richards, juga tahu bahwa aku lebih tertarik untuk menulis berita tentang buku. Dan hampir semua liputan yang aku sorot adalah tentang buku. Bisa dilihat di sini.
Sejak November lalu, aku juga menjadi editorial intern dan menulis untuk Green Living Magazine. Aku menulis halaman Cool Outrageous Stuff untuk bulan Desember. Untuk Januari, aku menulis halaman yang sama ditambah dengan satu artikel 500-an kata.
5. Mengunjungi New York
Liburan musim dingin tiba dan semua peserta CCI Program memiliki waktu luang sekitar tiga minggu. Sebagian memilih tetap di apartemen, tetapi sebagian besar memilih untuk bervakansi mengunjungi negara bagian lain. Mereka yang tinggal di Iowa atau Florida terbang ke California. Mereka yang tinggal di Arizona menjajal negara bagian yang lebih tinggi seperti Illinois atau Ohio. Namun, yang tidak bakal kami semua lewatkan adalah mengunjungi New York dan Washington D.C.—aku juga. Aku mengunjungi dari American Museum of Natural History, patung Liberty, sampai 9/11 Memorial di New York dan dari The White House, The Washington Monument, sampai National Air and Space Museum - Smithsonian di Washington D.C. Aku juga mengunjungi Chicago untuk dua malam.
Tujuan yang paling diinginkanku di New York adalah Strand Bookstore, New York Public Library, dan The New York Times building. Dan aku beruntung bisa mengunjungi ketiganya.
Apa Saja yang Akan Dilakukan
Kurang dari lima bulan lagi tersisa untuk pulang ke Indonesia. Aku tidak sabar untuk memasuki semester musim semi dengan pilihan-pilihan kelasnya. Ada dua kelas literatur yang aku ambil: Children’s Literature dan Literature of the Southwest. Dua kelas lainnya adalah Media & Society dan kelas Bahasa Inggris lanjutan. Hal lainnya adalah menyelesaikan kewajiban program 80 jam internship. Dan pulang! Aku tidak sabar pulang! Membagikan detail-detail cerita kepada keluarga, teman, semua orang. Oh, aku juga punya resolusi melakukan proyek sosial di Jakarta—yang tentu saja berhubungan dengan literasi dan buku-buku. Semoga.
Baca juga:
Cerita dari Gurun: Setelah 50 Jam Jadi Sukarelawan
Sudah hampir enam bulan tinggal di Amerika Serikat dan sudah beradaptasi dengan hampir segala hal. Berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Menggunakan transportasi publik. Berbelanja di Walmart atau Fry’s. Menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan. Mandi pakai pancuran. Memasak dengan microwave dan oven. Melihat kendaraan berjalan di sisi kanan alih-alih kiri. Mengendarai skuter elektronik berbayar. Mengenakan baju tertutup karena suhu yang rendah. Dan banyak hal lain yang mungkin akan ditambahkan bila teringat.
Prosedur Singkat CCI Program
Pada 31 Desember lalu, AMINEF menutup pendaftaran registrasi Community College Initiative Program (CCI Program). Selama dibuka sebulan, beberapa calon kandidat bertanya kepadaku melalui Instagram—yang sekarang sudah kuhapus hoho—dari tentang prosedur registrasi sampai tentang bagaimana caraku sampai lolos pergi ke Amerika Serikat. Aku jawab dengan senyuman tentu saja. Pertanyaan terakhirlah yang menarik perhatianku. Bagaimana caraku lolos program ini? Jawabanku: lakukan segala prosedur seleksi dengan sungguh-sungguh.
Apa saja prosedur CCI Program? Secara singkat, tahap yang tutup pada 31 Desember lalu itu adalah tahap pertama yaitu pemberkasan. Bila lolos tahap itu, kamu diminta datang ke Jakarta untuk tes TOEFL ulang dan wawancara bersama empat sampai lima orang petinggi AMINEF dan orang penting lain—yang ini tentu dalam bahasa Inggris. Tahap ketiga adalah pemberkasan medical check-up. Tahap keempat adalah wawancara visa di Kedutaan Besar Amerika Serikat. Terakhir adalah Pre-Departure Orientation. Secara lebih lengkap, bisa kunjungi blog teman seperjuangan saya, Dede Firmansah, di sini.
Apa Saja yang Sudah Dilakukan
Lebih dari lima bulan sudah tinggal di Amerika Serikat, aku bersyukur karena masih bertahan dan bisa melakukan banyak hal. Berikut adalah pencapaian-pencapaianku selama lima bulan.
1. Mengatur waktu untuk semua prioritas
Aku sempat mengetwit begini pada November lalu:
habis curhat sama managing editor @jurnalruang yang pengertian banget. 😗 Abduraafi Andrian (@raafian) November 8, 2018
Kala itu, aku benar-benar merasa kewalahan. Kelas-kelas musim gugurku meminta perhatian lebih banyak dan aku harus mengenyampingkan hal lain yang juga penting, salah satunya adalah mengurusi kanal Fiksi Populer Ruang. Aku menceritakan keadaan ini kepada managing editor-ku dan aku bersyukur punya atasan yang pengertian dan mendukung. Aku juga sudah menyelesaikan kewajiban program 100 jam sukarelawan. Dan aku sedang menuju 50 jam internship-ku yang juga termasuk kewajiban program. Aku bekerja sebagai editorial intern di majalah lokal tentang gaya hidup sehat dan ramah lingkungan. Dan selama liburan ini, aku getol merampungkan buku-buku yang ingin kubaca termasuk timbunan di sebelah tempat tidur yang semakin meninggi. Dan, wow, semua bisa dilalui.
2. Melewati semester musim gugur dengan nilai sempurna
Kelas-kelas primer musim gugurku terdiri atas: News Production, Marketing & Social Networking, Applied Marketing & Social Marketing, dan kelas Bahasa Inggris. Di awal, aku sudah membuat objektif mendapat A untuk semua kelas. Aku melihat semua kelas yang kupilih tidak sulit-sulit amat. Sampai pada pertengahan musim, ketika setiap kelas memiliki tugas tulisan dan presentasi dalam bahasa Inggris, aku merasa kelimpungan. Aku terus mendorong diriku untuk melakukan segala yang kubisa; dari mengunjungi Writing Center untuk membahas tulisan dengan tutor, datang lebih awal dari jam masuk kelas untuk memahami topik yang akan dibahas, sampai memikirkannya secara berlebihan. Untunglah, usaha tidak mengkhianati hasil. Aku mendapat A untuk semua kelas musim gugur yang kuikuti.
3. Mendapat dorongan hebat dari Mrs. Burns
Siap-siap. Bagian ini akan lebih panjang dari poin lainnya.
Bisa dibilang, kelas Bahasa Inggris ini memiliki love-hate relationship denganku. Aku suka kelas ini karena melatihku menulis dalam Bahasa Inggris—salah satu tujuanku mengikuti CCI Program ini. Namun, instruktur kelasku, Mrs. Burns, tidak membuatnya lebih mudah. Sejak awal, yang beliau paparkan adalah bagaimana agar kamu tidak mendapatkan nilai nol atau F. Beliau lebih banyak menyampaikan prosedur mengumpulkan esai daripada cara bagaimana membuat esai akademik secara tepat. Hal itu membuatku harus datang ke Writing Center dan bertemu tutor—yang mana adalah Mrs. Burns juga. Aku mungkin tidak akan pernah lupa sensasi ketika berhadapan satu-lawan-satu dengannya. Rasa cemas dan terintimidasi menyerang.
Namun, lama kelamaan, aku mulai terbiasa dengan karakternya keras dan langsung. Gemblengan yang kubutuhkan agar aku terus bertumbuh. Sampai pada esai dua terakhirku tentang aplikasi kencan, aku mendapat musibah: flash drive-ku yang berisi draf esai dan semua referensi hilang tiga hari sebelum batas pengumpulan. Dan itu satu-satunya tempatku menyimpannya. Aku kacau. Aku datang ke bagian lost and found Public Safety keesokan harinya dan hasilnya nihil. Aku harus menulis ulang dari awal. Dan ketika datang ke Mrs. Burns untuk tutoring sehari sebelum batas pengumpulan, beliau memberiku kelonggaran setelah aku menceritakan apa yang terjadi. Aku amat berterima kasih padanya.
Esai terakhirku tentang euthanasia pun tak kalah menarik. Aku ceria sudah selesai menulisnya dan siap mengumpulkan. Sayangnya, kebahagiaanku lenyap ketika memasukkan esaiku untuk pengecekan di Turnitin.com. Situs web pengecekan plagiarisme itu menjadi langkah akhir pengumpulan esai. Ketentuan Mrs. Burns adalah 4% plagiarisme dan yang kudapatkan waktu adalah 12%. Panik menyerang. Rasa cemas—hai, kawanku—datang lagi. Aku sudah pasrah dengan esai terakhir yang berbobot tiga kali lipat dari esai sebelum-sebelumya. Aku berserah pada hasil akhir.
Sehari sebelum kelas pemungkas, hasil akhir muncul. Aku tidak percaya dengan itu karena aku malah mendapat nilai 90 untuk esai terakhirku itu. Ada pesan yang diterakan oleh Mrs. Burns: “Congrats!!! You should be mildly surprised by your grade--A. You earned it! See you tomorrow at 8:00am. I'm bringing bagels.” Keesokan harinya di kelas sembari makan bagel, aku maju ke depan dan menyerahkan bingkisan untuk Mrs. Burns. Dia berterima kasih lalu bilang bahwa jarang sekali ada murid yang mendapat A di kelasnya. Aku terharu. Belum lagi komentar yang diberikannya pada esai terakhirku berikut.
"Great job!!! You have come along way in last 13 weeks. I'm impressed with your level of writing. If you were to take Eng101, you would succeed. This essay shows you are a good writer."
Segenap dorongan ini menempaku untuk terus berusaha—dengan menulis apa saja setiap hari. Terima kasih, Mrs. Burns. (Menulis bagian ini mengingatkanku pada Matilda dan Miss Honey. Haha.)
Berfoto dengan latar belakang kota New York. (Dokumen Pribadi) |
4. Menulis dalam Bahasa Inggris dan ditayangkan
Selain ditempa oleh Mrs. Burns, aku juga berlatih menulis secara jurnalistik dalam kelas News Production. Setidaknya, setiap bulan, setiap murid harus menulis satu artikel untuk situs media kampus Northeast Valley News. Sejak September, aku sudah menulis lima artikel dan kesemuanya ditayangkan di sana. Instrukturku, Mrs. Richards, juga tahu bahwa aku lebih tertarik untuk menulis berita tentang buku. Dan hampir semua liputan yang aku sorot adalah tentang buku. Bisa dilihat di sini.
Sejak November lalu, aku juga menjadi editorial intern dan menulis untuk Green Living Magazine. Aku menulis halaman Cool Outrageous Stuff untuk bulan Desember. Untuk Januari, aku menulis halaman yang sama ditambah dengan satu artikel 500-an kata.
5. Mengunjungi New York
Liburan musim dingin tiba dan semua peserta CCI Program memiliki waktu luang sekitar tiga minggu. Sebagian memilih tetap di apartemen, tetapi sebagian besar memilih untuk bervakansi mengunjungi negara bagian lain. Mereka yang tinggal di Iowa atau Florida terbang ke California. Mereka yang tinggal di Arizona menjajal negara bagian yang lebih tinggi seperti Illinois atau Ohio. Namun, yang tidak bakal kami semua lewatkan adalah mengunjungi New York dan Washington D.C.—aku juga. Aku mengunjungi dari American Museum of Natural History, patung Liberty, sampai 9/11 Memorial di New York dan dari The White House, The Washington Monument, sampai National Air and Space Museum - Smithsonian di Washington D.C. Aku juga mengunjungi Chicago untuk dua malam.
Tujuan yang paling diinginkanku di New York adalah Strand Bookstore, New York Public Library, dan The New York Times building. Dan aku beruntung bisa mengunjungi ketiganya.
Apa Saja yang Akan Dilakukan
Kurang dari lima bulan lagi tersisa untuk pulang ke Indonesia. Aku tidak sabar untuk memasuki semester musim semi dengan pilihan-pilihan kelasnya. Ada dua kelas literatur yang aku ambil: Children’s Literature dan Literature of the Southwest. Dua kelas lainnya adalah Media & Society dan kelas Bahasa Inggris lanjutan. Hal lainnya adalah menyelesaikan kewajiban program 80 jam internship. Dan pulang! Aku tidak sabar pulang! Membagikan detail-detail cerita kepada keluarga, teman, semua orang. Oh, aku juga punya resolusi melakukan proyek sosial di Jakarta—yang tentu saja berhubungan dengan literasi dan buku-buku. Semoga.
Baca juga:
Cerita dari Gurun: Setelah 50 Jam Jadi Sukarelawan
Tanpa terasa winter break telah berlalu.. Selamat menempuh semester akhir, Raafi! ðŸ¤
BalasHapusBetul. Sebentar lagi pulang! Hore! Selamat menempuh semester akhir juga, Kiki!
HapusAku mau ikutan proyek sosialnya di Jakarta dooonk XD Congrats Raaf for the successful first semester. Proud of you!
BalasHapusAku masukin list ya. Makasih banyak, Mbak Astrid!
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus