Pengarang : Gratiagusti Chananya Rompas
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
Dibaca : 18 Agustus 2016 (via SCOOP)
Rating : ★★★★
Rating : ★★★★
Aku membacanya ulang. Aku menilai kembali. Aku bahkan mengubah penilaian itu. Aku semakin merasakan apa yang dibawa oleh setiap kata pada buku ini. Aku hilang akal. Aku merasa tidak cukup hanya dengan membacanya maya. Aku mulai berpikir untuk membeli yang nyata. Aku berpikir kembali. Aku membacanya ulang. Aku berkeputusan. Aku membeli yang nyata. Aku melabelinya sebagai buku yang tidak akan pernah dipinjamkan. Aku hilang akal.
Puisi berjudul "sayang aku ingin pulang. tidur. dan mimpi." menjadi favorit dari yang terfavorit. Kata-kata terangkai menjadi dua bagian yang berkisah tentang kerinduan akan sang kekasih namun kungkungan aktivitas yang menghabiskan waktu dan tenaga. Bagian pertama menceritakan keinginan untuk segera pulang, keinginan untuk segera tidur, dan keinginan untuk segera mimpi. Lalu, pada bagian kedualah klimaks itu tiba. Rintihan kerinduan yang semakin menjadi. Pembaca akan merasakannya bahkan ketika sadar bahwa ia tak memiliki kekasih yang semestinya dirindukan. Favorit kedua berjudul "gedung gedung malam malam" yang lagi-lagi berakhir klimaks.
Pada awalnya, aku tidak begitu tertarik dengan buku ini hingga aku penasaran dengan judul dan ilustrasi yang terdapat pada sampulnya. Baiklah. Aku kalah lagi; mencoba untuk membaca puisi lagi. Aku membaca sampai halaman akhir dan mendapati perasaan yang sama kala mengakhiri buku kumpulan puisi yang lain. Namun, pada suatu malam aku nekat membukanya kembali. Membaca setiap bait acak di dalamnya. Dan aku mulai terlena. Aku serasa diayun-ayun hingga terlelap dalam setiap kata yang dialun penulis. Dan mencapai akhir, aku mengubah pendapatku. Aku menyukainya! Hanya satu celanya: begitu sedikit. Aku ingin lebih!
Banyak keunikan dalam buku ini. Selain ilustrasi yang memiliki tugas merasuki pendalaman makna pembaca, beberapa puisinya juga ditulis acak; ada satu puisi yang bait pertama tertulis rata kanan, namun bait di bawahnya rata kiri, seperti pada puisi "ketika malam datang merayap". Magisnya, peletakan bait itu memengaruhi kinerja puisi. Bagai pro dan kontra, bait-bait tersebut bagai memberikan dua sudut pandang berbeda.
Keunikan lain terdapat pada pengacakan kalimat yang juga ikut andil. Dari tanda baca, nonspasi antarkata, sampai pengaturan letak kata. Kau lihat sepenggal puisi yang terdapat pada sampul belakang buku? Ya, itu salah satu dari keunikan tersebut. Dan aku tak pernah merasa bahwa tanda baca titik, koma, bahkan kurung kurawal begitu penting sampai buku ini membuktikan hal itu. Kau mengerti kan dengan apa yang sedang kujabarkan ini? Aku sampai mengubah-ubah kalimatnya berkali-kali karena takut tak ada yang mengerti. Semoga yang terakhir ini membuatmu mengerti.
Frasa yang merangkum keseluruhan puisi pada buku ini mungkin adalah: keramaian yang terjadi dalam hati yang sepi. Coba kau resapi kesepianmu, kau akan mendengar raungan, teriakan, sekaligus rintihan di dalamnya. Seperti itulah rasa kala aku membaca bait-bait puisi pada buku ini. Semoga kau merasakannya juga. Semoga kau diayun-ayun hingga terlelap.
Seperti yang dijelaskan oleh penulis pada bagian awal buku, buku ini adalah versi cetak ulang setelah pertama kali pernah diluncurkan di Ubud Writers & Readers Festival pada 2008 dan dijual mandiri dalam jumlah terbatas. Puisi-puisi di dalam buku ini ditulis sejak 2003 sampai 2007 walaupun ada penambahan karya yang lebih baru yang kemungkinan diciptakannya pada 2007 sampai 2008. Keterangan tambahan soal beberapa puisi secara individual juga bisa ditemukan pada bagian akhir buku ini. Dan aku masih terkesima dengan nama penulis, Gratiagusti Chananya Rompas. Begitu indah.
***
Puisi berjudul "sayang aku ingin pulang. tidur. dan mimpi." menjadi favorit dari yang terfavorit. Kata-kata terangkai menjadi dua bagian yang berkisah tentang kerinduan akan sang kekasih namun kungkungan aktivitas yang menghabiskan waktu dan tenaga. Bagian pertama menceritakan keinginan untuk segera pulang, keinginan untuk segera tidur, dan keinginan untuk segera mimpi. Lalu, pada bagian kedualah klimaks itu tiba. Rintihan kerinduan yang semakin menjadi. Pembaca akan merasakannya bahkan ketika sadar bahwa ia tak memiliki kekasih yang semestinya dirindukan. Favorit kedua berjudul "gedung gedung malam malam" yang lagi-lagi berakhir klimaks.
***
Pada awalnya, aku tidak begitu tertarik dengan buku ini hingga aku penasaran dengan judul dan ilustrasi yang terdapat pada sampulnya. Baiklah. Aku kalah lagi; mencoba untuk membaca puisi lagi. Aku membaca sampai halaman akhir dan mendapati perasaan yang sama kala mengakhiri buku kumpulan puisi yang lain. Namun, pada suatu malam aku nekat membukanya kembali. Membaca setiap bait acak di dalamnya. Dan aku mulai terlena. Aku serasa diayun-ayun hingga terlelap dalam setiap kata yang dialun penulis. Dan mencapai akhir, aku mengubah pendapatku. Aku menyukainya! Hanya satu celanya: begitu sedikit. Aku ingin lebih!
Banyak keunikan dalam buku ini. Selain ilustrasi yang memiliki tugas merasuki pendalaman makna pembaca, beberapa puisinya juga ditulis acak; ada satu puisi yang bait pertama tertulis rata kanan, namun bait di bawahnya rata kiri, seperti pada puisi "ketika malam datang merayap". Magisnya, peletakan bait itu memengaruhi kinerja puisi. Bagai pro dan kontra, bait-bait tersebut bagai memberikan dua sudut pandang berbeda.
Halaman 20 |
Keunikan lain terdapat pada pengacakan kalimat yang juga ikut andil. Dari tanda baca, nonspasi antarkata, sampai pengaturan letak kata. Kau lihat sepenggal puisi yang terdapat pada sampul belakang buku? Ya, itu salah satu dari keunikan tersebut. Dan aku tak pernah merasa bahwa tanda baca titik, koma, bahkan kurung kurawal begitu penting sampai buku ini membuktikan hal itu. Kau mengerti kan dengan apa yang sedang kujabarkan ini? Aku sampai mengubah-ubah kalimatnya berkali-kali karena takut tak ada yang mengerti. Semoga yang terakhir ini membuatmu mengerti.
Frasa yang merangkum keseluruhan puisi pada buku ini mungkin adalah: keramaian yang terjadi dalam hati yang sepi. Coba kau resapi kesepianmu, kau akan mendengar raungan, teriakan, sekaligus rintihan di dalamnya. Seperti itulah rasa kala aku membaca bait-bait puisi pada buku ini. Semoga kau merasakannya juga. Semoga kau diayun-ayun hingga terlelap.
***
Seperti yang dijelaskan oleh penulis pada bagian awal buku, buku ini adalah versi cetak ulang setelah pertama kali pernah diluncurkan di Ubud Writers & Readers Festival pada 2008 dan dijual mandiri dalam jumlah terbatas. Puisi-puisi di dalam buku ini ditulis sejak 2003 sampai 2007 walaupun ada penambahan karya yang lebih baru yang kemungkinan diciptakannya pada 2007 sampai 2008. Keterangan tambahan soal beberapa puisi secara individual juga bisa ditemukan pada bagian akhir buku ini. Dan aku masih terkesima dengan nama penulis, Gratiagusti Chananya Rompas. Begitu indah.
Ulasan menjadi #ResensiPilihan Gramedia pada 18 Oktober 2016.
halo raafi, terima kasih yang tak terhingga untuk review ini. saya sangat terharu kamu menangkap banyak hal yang ingin saya (bahkan ilustrator saya) sampaikan lewat "kota ini kembang api". kalau kamu tak ada halangan, datang ya ke launching buku ini di kinokuniya plaza senayan, 13 oktober 2016, dari jam 4 sore.
BalasHapushalo raafi, terima kasih yang tak terhingga untuk review ini. saya sangat terharu kamu menangkap banyak hal yang ingin saya (bahkan ilustrator saya) sampaikan lewat "kota ini kembang api". kalau kamu tak berhalangan, datang ya ke launching buku ini di kinokuniya plaza senayan, 13 oktober 2016, dari jam 4 sore.
BalasHapushalo mbak Gratiagusti, terima kasih atas ucapan dan undangannya. saya usahakan datang ya. sampai berjumpa!
HapusIlustrasi sampul harus dipandangi lama untuk menangkap maknanya. Apakah teks di dalam buku juga begitu?
BalasHapushalo Bukan Dilan! saya memerlukan dua kali baca untuk setidaknya menulis ulasan ini. itu berarti saya tidak langsung menangkap makna pada sekali baca. namun, saya tahu saya akan menyukai buku ini dan benar saja, setelah membaca untuk kedua kali, saya langsung bisa mengerti apa yang ingin disampaikan penulis. lebih tepatnya, menerka-nerka sih. hehehe.
Hapus