Sampul |
Pengarang : Harry Dagoe & Salma Abdillah
Penerbit : Pastel Books
Tahun : 2015
Dibaca : 9 Maret 2016
Rating : ★★★
Mari sebut buku ini sebagai novel anak-anak fantasi karya penulis lokal. Sampul bukunya sudah memberikan gambaran kasarnya; seorang gadis berhijab yang menunggangi kuda terbang. Diterbitkan oleh penerbit yang juga menerbitkan serial "Dilan" karya Pidi Baiq, dan ditulis oleh produser dan pembuat film yang menjadi rekan pembicara acara beberapa hari lalu, aku antusias mencoba membaca ini.
Anak perempuan berumur tujuh tahun ini sangat menyukai permainan pada gadget-nya. Tidak pernah sehari pun Qasidah meninggalkan gadget itu. Putri Pelangi yang menjadi karakter utama harus tetap menjaga Diamond Kingdom, kerajaan pada permainan yang digemari Qasidah. Bahkan ketika sang ibu meminta Qasidah menemaninya berbelanja, Qasidah harus dipaksa dan diiming-imingi pergi ke toko mainan untuk bisa patuh pada sang ibu.
Rengekan Qasidah sudah tak berarti ketika dirinya pergi ke dimensi lain. Ia tersadar ketika dirinya tak lagi terlihat oleh sang ibu padahal mereka saling berhadapan. Hingga datangnya seseorang yang katanya adalah doa sang ibu. Bagaimana mungkin doa bisa menjadi teman Qasidah di dunia antah-barantah itu? Bisakah Qasidah kembali bertemu sang ibu? Dan yang paling penting, apakah Qasidah menyesal atas apa yang telah dilakukannya selama ini?
Salut dengan Kang Harry yang menggaet penulis belia untuk merampungkan buku ini. Sempat-sempatnya berpikir untuk berduet menulis buku yang tidak sampai 200 halaman ini. Pada saat acara tersebut, Kang Harry menjelaskan kenapa dia bekerja sama dengan Salma untuk merampungkan buku ini. Katanya, Salma andil dalam penyelesaian kisah Qasidah agar terasa seperti cerita anak-anak pada umumnya. Masuk akal karena buku ini memang menjurus kepada pembaca anak-anak.
Kisah fantasi yang dibawakan hanya sebagai media saja. Seperti dongeng klasik anak-anak yang sering diceritakan, kuda terbang dan peri hingga putri duyung sering menjadi tokoh yang menyenangkan untuk disimak. Dalam buku ini, entitas fantasinya masih dibilang sederhana. Ada kuda terbang seperti yang digambarkan pada sampul buku, juga makhluk-makhluk berbentuk aneh yang—sayangnya—tidak begitu terdeskripsikan dengan gamblang.
Sebagai penggemar novel bergenre fantasi, pembaca butuh detail mendalam dalam setiap penggambaran entitas fantasi yang diceritakan. Hal ini penting agar imajinasi yang terbentuk menjadi jelas saat membaca. Tidak cacat karena kurang detail. Mungkin hal seperti inilah yang masih kurang digali pada karya-karya fantasi lokal. Aku masih menanti karya fantasi lokal yang lebih baik dalam penggambaran cerita dan pembangunan dunianya.
Aku mengakui aku terlalu "tua" untuk membaca ini. Plot yang kadang tidak begitu beralur, penggambaran dimensi lainnya yang masih mengambang, dan konflik yang begitu sederhana—yang mungkin memang "disepertiitukan" karena menjurus pembaca anak-anak—membuatku butuh waktu lama menyelesaikannya. Tapi aku mulai mengerti bahwa fantasi bisa jadi alternatif cerita agar lebih menarik.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan di atas, buku ini aku rekomendasikan untuk dibaca oleh anak-anak. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah Qasidah yang terjebak di dimensi lain ini. Ajarilah mereka untuk tidak gila gadget. Jangan semua keinginan mereka harus dipenuhi. Yah, paling tidak, para orang tua bisa mendongengkan buku ini kepada anak-anaknya karena petualangan Qasidah ini seru lho!
Tahun : 2015
Dibaca : 9 Maret 2016
Rating : ★★★
"Kamu masih punya di rumah, Qasidah. Masih banyak, mubazir jika berlebihan dan tidak terpakai. Seperti mainan lainnya yang sekarang tidak kamu mainkan lagi. Mubazir itu sifat yang ditemani setan penggoda, lho. Akan menjauhkan kita dari kebaikan di jalan Allah ...." (hal. 23)
Mari sebut buku ini sebagai novel anak-anak fantasi karya penulis lokal. Sampul bukunya sudah memberikan gambaran kasarnya; seorang gadis berhijab yang menunggangi kuda terbang. Diterbitkan oleh penerbit yang juga menerbitkan serial "Dilan" karya Pidi Baiq, dan ditulis oleh produser dan pembuat film yang menjadi rekan pembicara acara beberapa hari lalu, aku antusias mencoba membaca ini.
***
Anak perempuan berumur tujuh tahun ini sangat menyukai permainan pada gadget-nya. Tidak pernah sehari pun Qasidah meninggalkan gadget itu. Putri Pelangi yang menjadi karakter utama harus tetap menjaga Diamond Kingdom, kerajaan pada permainan yang digemari Qasidah. Bahkan ketika sang ibu meminta Qasidah menemaninya berbelanja, Qasidah harus dipaksa dan diiming-imingi pergi ke toko mainan untuk bisa patuh pada sang ibu.
Rengekan Qasidah sudah tak berarti ketika dirinya pergi ke dimensi lain. Ia tersadar ketika dirinya tak lagi terlihat oleh sang ibu padahal mereka saling berhadapan. Hingga datangnya seseorang yang katanya adalah doa sang ibu. Bagaimana mungkin doa bisa menjadi teman Qasidah di dunia antah-barantah itu? Bisakah Qasidah kembali bertemu sang ibu? Dan yang paling penting, apakah Qasidah menyesal atas apa yang telah dilakukannya selama ini?
Salut dengan Kang Harry yang menggaet penulis belia untuk merampungkan buku ini. Sempat-sempatnya berpikir untuk berduet menulis buku yang tidak sampai 200 halaman ini. Pada saat acara tersebut, Kang Harry menjelaskan kenapa dia bekerja sama dengan Salma untuk merampungkan buku ini. Katanya, Salma andil dalam penyelesaian kisah Qasidah agar terasa seperti cerita anak-anak pada umumnya. Masuk akal karena buku ini memang menjurus kepada pembaca anak-anak.
Kisah fantasi yang dibawakan hanya sebagai media saja. Seperti dongeng klasik anak-anak yang sering diceritakan, kuda terbang dan peri hingga putri duyung sering menjadi tokoh yang menyenangkan untuk disimak. Dalam buku ini, entitas fantasinya masih dibilang sederhana. Ada kuda terbang seperti yang digambarkan pada sampul buku, juga makhluk-makhluk berbentuk aneh yang—sayangnya—tidak begitu terdeskripsikan dengan gamblang.
Sebagai penggemar novel bergenre fantasi, pembaca butuh detail mendalam dalam setiap penggambaran entitas fantasi yang diceritakan. Hal ini penting agar imajinasi yang terbentuk menjadi jelas saat membaca. Tidak cacat karena kurang detail. Mungkin hal seperti inilah yang masih kurang digali pada karya-karya fantasi lokal. Aku masih menanti karya fantasi lokal yang lebih baik dalam penggambaran cerita dan pembangunan dunianya.
Aku mengakui aku terlalu "tua" untuk membaca ini. Plot yang kadang tidak begitu beralur, penggambaran dimensi lainnya yang masih mengambang, dan konflik yang begitu sederhana—yang mungkin memang "disepertiitukan" karena menjurus pembaca anak-anak—membuatku butuh waktu lama menyelesaikannya. Tapi aku mulai mengerti bahwa fantasi bisa jadi alternatif cerita agar lebih menarik.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan di atas, buku ini aku rekomendasikan untuk dibaca oleh anak-anak. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah Qasidah yang terjebak di dimensi lain ini. Ajarilah mereka untuk tidak gila gadget. Jangan semua keinginan mereka harus dipenuhi. Yah, paling tidak, para orang tua bisa mendongengkan buku ini kepada anak-anaknya karena petualangan Qasidah ini seru lho!
"Keberhasilanmu tergantung seberapa besar niatmu." (hal. 118)
Ulasan ini untuk tantangan FSFD Reading Challenge 2016 kategori [0] Uncategorized.
Wow, ini fantasy ya Fin? Macam Fantasteen-nya Mizan itu kali ya?
BalasHapusBuku-buku seperti ini semoga semakin banyak ke depannya agar anak semakin gemar membaca sejak dini.
Iya mas. Tapi, btw, aku bukan Fin. :(
Hapusini buku fantasi ya kak, kayaknya bagus :)))
BalasHapusbelum pernah baca hehee
pengen baca
BalasHapus