17 Februari 2015

Filosofi Kopi

Sampul
Judul : Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Pengarang : Dee
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : 2012
Dibaca : 15 Februari 2015
Rating : ★★★★

Buku kedua Dee yang kubaca setelah Perahu Kertas yang sudah lama dibaca; sekitar SMA kelas satu atau dua. Aku ingat, buku itu kupinjam dari seorang teman yang kini sudah berstatus mantan pacar. Sedih mengingatnya. Ini kenapa jadi curhat gini?

Aku tertarik karena melihat poster film yang berseliweran di twitter dan portal-portal hiburan. Awalnya aku kira buku ini sebuah novel; ternyata kumpulan cerita pendek dan prosa ini. Mungkin hanya cerita berjudul "Filosofi Kopi" saja yang difilmkan. Aku bertanya-tanya bagaimana kalau Rico de Coro difilmkan.

Poster Film "Filosofi Kopi"
Secara garis besar, aku menyukai buku ini. Cerita dan prosanya melantun indah dengan kata-katanya yang pas. Seperti judulnya, satu dekade, dari tahun 1995 sampai 2005, waktu Dee untuk menulis cerita pendek dan prosa yang kemudian disatukan menjadi Filosopi Kopi. Dan, tebak! Rico de Coro, favoritku, adalah cerita pendek pertama yang Dee tulis pada tahun 1995.

"Aku semakin kaya saja. Andaikan bisa kutambahkan satuan rupiah, atau lebih baik lagi, dolar, di belakangnya. Tapi engkau tak ternilai. Engkau adalah pangkal, ujung, dan segalanya yang di tengah-tengah. Sensasi ilahi. Tidak dolar, tak juga yen, mampu menyajikannya." (Selagi Kau Lelap, hal. 52)

Tentu saja ada beberapa cerita pendek dan prosa yang menonjol buatku. Maksudku, beberapa tulisan yang mengena di benakku. Aku akan mengulas tiga tulisan Dee yang menjadi favoritku pada buku ini: Rico de Coro, Lara Lana, dan Filosofi Kopi.

***

Rico de Coro (1995). Bisa dibilang fabel karena bercerita tentang kerajaan coro (kecoak) yang berada di kediaman sebuah keluarga. Diceritakan coro bernama Rico sangat mengagumi anak gadis yang tinggal di rumah itu. Hingga pada klimaksnya kerajaan coro berada di ujung tanduk karena dibasmi oleh penghuni rumah. Tentu saja, Raja Coro mengupayakan agar kerajaannya tidak runtuh hingga menemui serangga berbisa untuk membunuh penghuni rumah, yang pada saat itu adalah si gadis yang dikagumi Rico.

Pengorbanan yang dilakukan Rico sungguh tulus. Aku merasakannya. Aku belajar dari coro bernama Rico ini bahwa cinta butuh pengorbanan; bahwa mereka yang remeh, yang bahkan tidak memiliki kemungkinan untuk menggapai langit, bisa mewujudkan hal itu dengan tekad yang kuat. Dan bagi Rico, langit itu adalah si gadis penghuni rumah.

***

Lara Lana (2005). Sebuah cerita cinta yang menggugah. Bahwa cinta tidak memandang gender, umur, dan perbedaan antara kaya dan miskin. Begitulah yang terjadi dengan Lana dan lelaki yang dicintainya. Hingga pada suatu saat lelaki itu pergi meninggalkannya untuk menikah karena tidak yakin dengan hubungan mereka. Apakah harus dilanjutkan? Karena lelaki itu sadar bahwa dia memiliki kelamin yang sama dengan Lana.

***

Filosofi Kopi (1996). Dua sahabat membangun usaha kedai kopi bernama Filosofi Kopi. Ben dan Jody memulainya dengan modal nekat. Ben si idealis kopi memiliki impian menjadi barista yang dapat membuat kopi terenak yang pernah ada. Jody mendukungnya. Hingga Ben membuat Ben's Perfecto dan memaksa Jody mencicipinya untuk pertama kalinya. Sempurna!

Kesempurnaan Ben's Perfecto luntur ketika seseorang membandingkannya dengan kopi tiwus. Kopi yang hanya berada di daerah terpencil di Jawa Tengah. Hal itu membuat Ben mengerti bahwa tak ada kata sempurna di dunia ini. Tapi kecintaannya pada kopi tak akan pernah pudar.

"Dan di sanalah kehebatan kopi tiwus ... memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur, dan berpikir. Bahkan aku telah diberinya pelajaran, bahwa uang puluhan juta sekalipun tidak akan membeli semua yang sudah kita lewati." Jody (Filosofi Kopi, hal. 28)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar