11 April 2021

Unsur Puisi Anak yang Diinginkan Enid Blyton dalam Bisikan Anak-Anak


Memasuki kuartal kedua 2021, jumlah bacaan yang sudah kuselesaikan ada 20 buku. Itu berarti sudah lebih dari sepertiga target jumlah buku yang mesti dibaca tahun ini. Walau begitu, aku tetap akan membaca buku-buku yang ingin kubaca sesuai dengan tema bulanan yang kutentukan sendiri. Aku tertarik melakukan metode membaca ini sejak Maret 2021 ketika aku bertekad untuk lebih banyak membaca karya dari penulis perempuan. Hasilnya tidak buruk. Lima dari enam buku yang kubaca bulan lalu ditulis oleh pengarang perempuan. Nah, metode membaca dengan menentukan satu topik bacaan kucoba lakukan lagi pada April ini. Kuputuskan topiknya yaitu buku anak-anak. Aku terpantik dengan topik ini setelah membaca kumpulan esai “Kitab Cerita”. Bagi penyuka karya tulis anak-anak, buku  karya Setyaningsih tersebut bisa dijadikan referensi (ulasan di sini). Nah, sekarang aku mengulas kumpulan puisi “Bisikan Anak-Anak” yang berjudul asli “Child Whispers” karya Enid blyton.

unsur puisi anak dalam "Bisikan Anak-Anak" karya Enid Blyton
Judul Asli: Child Whispers
Pengarang : Enid Blyton
Penerjemah : Liswindio Apendicaesar
Penerbit : bukuKatta
Tahun : 2021
Dibaca : 11 April 2021

Konon, “Child Whispers” merupakan karya pertama Enid Blyton yang dibuatnya khusus untuk anak-anak atas dasar “kekurangan puisi-puisi yang cocok dari jenis yang kuinginkan.” Dari beragam puisi pada masa itu, Blyton menginginkan “ide, humor, dan fantasi dari anak-anak itu sendiri”. Kumpulan puisi yang pertama kali terbit pada 1922 itu kini diterjemahkan dan diterbitkan sebuah penerbit indie asal Solo. Meski bukan penggemar Blyton (bahkan, sejauh yang kuingat, aku belum membaca satu pun karyanya), aku tertarik membaca buku ini karena berbentuk kumpulan puisi dan konon, seperti yang sudah disampaikan di awal, buku ini karya pertama Blyton dalam karier kepengarangannya. Selain itu, buku ini juga termasuk buku anak-anak sehingga menambah daftar bacaan anak yang kukhususkan pada April 2021 ini. Jadi mari kita selisik.

“Bisikan Anak-Anak” tipis saja. Dengan dimensi buku yang mini, tebalnya cuma 60 halaman. Terdapat 28 puisi di dalamnya. Sedikit terkejut karena, sebagai karya yang ditujukan untuk anak-anak, puisi-puisinya cukup panjang. Kebanyakan hampir dua halaman penuh, meski beberapa satu halaman dan ada dua puisi terpanjang dengan memakan hampir tiga halaman berjudul “Goblin” dan “Balon Sang Penyihir”. Entah pasal apa, tapi butuh penjedaan hingga tiga hari untuk aku menuntaskan puisi-puisi pada buku ini. Aku malah menyelanya dengan selesaikan satu buku lain setebal 200 halaman. (Baiklah, mungkin ini melantur sedikit, tapi buku yang kumaksud yaitu “Demigods & Magicians” karya Rick Riordan. Meski disebut companion book, buku ini wajib baca bagi para penggemar Percy Jackson. Percaya deh! Baca saja, atau baca dulu ulasanku di sini!)

Unsur puisi anak yang diinginkan Blyton


Para peri beterbangan di buku ini. Kesan itu yang pertama kali muncul seusai membaca “Bisikan Anak-Anak”. Hampir setiap puisinya menyuguhkan tokoh peri dengan 4 puisi di antaranya menambahkan kata ‘peri’ pada judulnya. Memang, tiap-tiap puisi menghadirkan peri dengan berbeda. Pada “Rosamunda”, para peri seperti bermain petak umpat dengan seorang anak bernama Rosamunda yang sedang jalan-jalan di kebun pagi-pagi sekali. Pada “Melihat Peri”, anak-anak malah diberi tahu bagaimana cara melihat peri pada tengah malam pekat dengan sebuah mantra berbunyi “Akral dafarray!” Sementara pada “Musik Peri”, sesosok peri malah “merampas” seruling yang sedang dimainkan seorang anak.

Terlepas dari keragaman adegan dan karakteristik para peri, kehadiran mereka melambangkan unsur “fantasi” yang diinginkan Blyton. Selain peri, terdapat makhluk fantasi lain yaitu goblin (pada “Goblin”), penyihir yang jahat (pada “Balon Sang Penyihir”), serta kurcaci (pada “Orang Kecil di Atas Bukit” dan “Kurcaci yang Nakal”). Blyton mencoba untuk membuat cuplikan-cuplikan kejadian bertokoh utama makhluk fantasi agar anak-anak bisa menciptakan imajinasi mereka sendiri dan menjadi “sumber kebahagiaan bagi ‘manusia-manusia kecil’ di dunia”. Unsur “fantasi” pada karya puisi untuk anak-anak yang diinginkan Blyton amat mudah ditemukan dalam buku ini.

sampul "Child Whispers" karya Enid Blyton, unsur buku puisi anak
Sampul pertama "Child Whispers" (Sumber gambar: The Enid Blyton Society)

Hal lain yang kutemukan yaitu beberapa puisi menyiratkan pesan moral (ide ini sepertinya menjadi unsur wajib dalam setiap karya untuk anak-anak). Contohnya pada “Kupu-Kupu Aneh”, dua orang anak yang sedang berburu kupu-kupu malah saling bertengkar karena saling berebut tangkapannya, yang malah membuat keduanya tidak mendapatkan apa-apa: "Ternyata kupu-kupu itu // Adalah peri yang datang bermain, // Dan karena kami terus bertengkar, // Dia melarikan diri bersama angin." Sementara itu, puisi “Kurcaci yang Nakal” menyiratkan penyesalan kurcaci yang sudah menumpahkan lem di atas rerumputan agar peri-peri terjebak: “Aku tidak bermaksud menjebak kakimu // Dengan lem lengket milikku ini, // Tapi mohon maafkan aku dan aku akan mencari // Hal lain yang lebih baik kukerjakan lain kali!”

Meski begitu, alih-alih mengandung unsur “humor”, aku lebih banyak menemukan puisi-puisi bernuansa muram. Yang tampak sekali yaitu anak-anak tak berdaya dan hal-hal celaka. Pada “Bunga Poppy”, seorang anak perempuan menyusuri ladang jagung yang terdapat bunga-bunga poppy tapi tiba-tiba dimarahi pengasuhnya: “Ketika pengasuhku memarahiku, // dan menarik rambutku untuk dikepang, // sekencang-kencangnya— // Aku mengendap-ngendap menuju pohon jagung // yang bergoyang-goyang.” Hal-hal celaka malah hadir pada dua puisi pemungkas yang menyiratkan tidak happy ending. Salah satunya “Kecelakaan” yang menceritakan anak-anak yang “tanpa sengaja” melempar bola dan mengenai dua dari peri-peri yang berkunjung sehingga membuat para peri tidak kembali: “Setiap hari kami melihat rumah musim panas kami // Dan melihat pada atap runcing di ujung. // Tapi kini, meskipun peri-peri terbang di sekitarnya, // Mereka tidak pernah lagi datang berkunjung.”

Cocokkah “Bisikan Anak-Anak” untuk anak-anak?


Lalu, bagaimana dengan kemudahan bahasanya untuk dibaca anak-anak? Aku membahas singkat ini karena sejak awal Blyton ingin membuat puisi untuk anak-anak. Alih-alih berbentuk puisi, karya ini cenderung mirip karya fiksi yang minim makna kiasan, perumpamaan, dan majas. Memang ada beberapa yang begitu seperti pada “Angin Kegembiraan” yang menceritakan angin seolah-olah dapat berbicara dan membuat anak-anak bergembira: “Akan kubuat kau berlari lebih cepat dari yang pernah kau lakukan, // Akan kubuat kau bergerak dalam putaran!” Minimalisasi penggunaan perumpamaan mungkin mengurangi esensi bentuk karya puisi. Meski begitu, langkah ini menyiratkan bahwa anak-anak yang mungkin baru berkenalan dengan bentuk puisi akan dengan mudah memahami setiap bait dari puisi-puisi dalam buku ini.

Aku berpedoman bahwa setiap karya tidak akan jauh dari pengaruh hidup pengarang, termasuk tempat tinggalnya. Sehingga, tidak mengherankan kalau buku karya pengarang asal Inggris ini menggambarkan beragam hal yang mencirikan Benua Biru. Itu terlihat dari beberapa bait puisi Blyton. Ada sebutan minum teh sambil makan selai (yang ternyata merupakan budaya minum teh asal Rusia), ada hukuman dikepang untuk anak perempuan yang nakal (aku tidak yakin, apa anak perempuan di sini juga menerima hukuman dikepang?), serta penyebutan beberapa kali pohon kastanya yang vegetasinya lebih banyak di bagian utara Bumi termasuk Eropa. Sebetulnya, tidak ada masalah dengan hal ini, tapi sepertinya akan membingungkan bila hal-hal tersebut disampaikan kepada anak-anak yang tinggal di Asia, terutama Indonesia. Meski begitu, buku ini cocok saja untuk dibacakan kepada anak-anak di sini (maksudnya untuk anak-anak indonesia) asalkan dengan bimbingan orang tua.

Sungguh, tadinya aku tidak berencana membuat ulasan sepanjang ini untuk sebuah buku anak-anak yang tipis. Aku pun awalnya hanya menuliskannya di kolom ulasan Goodreads. Namun, memang sedikit tebersit dalam hati bahwa aku merasa perlu menuliskannya sebagai gambaran bagi orang tua atau siapa pun orang yang lebih dewasa saat akan memberikan/membacakan buku ini kepada anak-anak. Semoga membantu ya!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar