15 Juni 2017

Ulasan Buku: Three Sisters

Judul : Three Sisters
Pengarang : Seplia
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2017
Dibaca : 26 Mei 2017
Rating : ★★★★

Dalam vlog yang diunggahnya pada Oktober dua tahun lalu, Connor Franta membagikan pendapatnya tentang pertanyaan paling penting yang harus kamu tanyakan pada diri sendiri. Ada tiga pertanyaan yang harus ditelisik ketika kamu akan melakukan sesuatu: apa, bagaimana, dan mengapa. Connor mencobanya dengan pertanyaannya sendiri; apa video yang akan dibuat, bagaimana cara membuatnya, dan kenapa dia membuatnya. Pertanyaan terakhirlah yang amat penting sehingga menimbulkan berbagai macam pemikiran yang tidak bisa dijawab secara langsung dan cepat. Pertanyaan-pertanyaan "Mengapa kamu melakukan apa yang kamu lakukan?", "Mengapa kamu percaya apa yang kamu percayai?", dan "Mengapa kamu menganggap suatu hal benar atau salah?" menjadi contoh-contoh yang diajukan Connor dan membuktikan betapa menjawabnya butuh waktu tidak sebentar. Bila perlu, lakukan kontemplasi untuk tahu jawaban yang tepat.

***

Kedua orang tua Rera akan ke luar negeri selama beberapa bulan. Maminya berpesan agar Rera dan adik-adiknya akur selama ditinggal olehnya. Maminya juga meminta Rera untuk mengurus kedua adiknya. Tak lupa, papinya juga berpesan kepada kedua adik Rera untuk mendiskusikan masalah yang mereka miliki dengan si sulung. Itu pun bila ada. Dan masih banyak pesan dari Mami dan Papi kepada tiga bersaudari itu. Rera mungkin akan menganggapnya lumrah kalau saja kedua adiknya masih kecil atau remaja. Tapi Gina dan Yumi masing-masing sudah punya suami. Bahkan Gina sudah memiliki dua anak. Haruskah Rera benar-benar melakukan apa yang kedua orang tuanya minta itu?

***

Saat menulis ulasan "Black.", aku sempat bilang bahwa aku bakalan masuk jurang ke-Metropop-an yang penuh hal-hal khayali yang bikin aku ingin menyicipinya lagi. Dan, viola! Beberapa hari setelah menulis ulasan itu aku dihubungi oleh Seplia untuk mengulas buku terbarunya ini. Setelah sebelumnya menjajal "Black." sebagai novel Metropop pertama yang kubaca dan kuulas, aku tidak berpikir dua kali untuk menerima tawaran mengulas buku terbarunya yang masuk lini Metropop ini. Pengarang yang satu ini sudah kukenal sejak "Insecure". Keunikan mengambil tema remaja yang tidak biasa membuatku percaya bahwa novel berlini Metropop kali ini juga tidak biasa. Karena begitu penasaran, aku sudah membacanya terlebih dahulu beberapa halaman awal via digital. Dan sangkaanku benar, buku ini memang tidak biasa dan aku dibuat penasaran dengan ceritanya.

Kenapa aku mengambil vlog Connor Franta sebagai pengantar di atas? Karena apa yang disampaikan Connor dalam vlognya itu sedikit banyak berhubungan dengan apa yang tersirat dalam novel karya Seplia ini.

YouTube

Begini, pernahkah kamu memiliki sebuah keputusan yang tidak dapat diganggu gugat? Kamu tidak akan pernah goyah dengan masukan apalagi hanya nyinyiran atau pendapat orang lain terhadap keputusanmu tersebut. Semacam prinsip. Aku yakin setiap persona pasti punya. Setelah itu, pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri mengapa kamu melakukannya? Kenapa kamu menjadi begitu kekeh dengan prinsip itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang secara personal muncul dalam benakku ketika mengikuti kisah tiga saudara Rera, Gina, dan Yumi. Mereka benar-benar memiliki permasalahannya masing-masing yang membuatku semakin berpikir bahwa setiap prinsip menjurus ke suatu pertanggungjawaban yang harus diemban si pemegangnya.

Rera kakak paling tua. Ia memiliki segala hal; karier yang bagus, orang tua yang penyayang, dan segala berkecukupan. Pada saat ceritanya bergulir, Rera yang selama ini tinggal bersama kedua orang tuanya sedang merancang rumah dan menyewa arsitek untuk membangun rumah impiannya. Kesempurnaan bagai menghampiri hidupnya yang kini sudah berusia matang--bahkan lebih dari matang--dengan amat mudah kecuali satu hal: pasangan hidup. Teman-temannya mempertanyakan kenapa lebih-lebih berasumsi tentang dirinya. Rera bahkan sudah kebal dengan julukan yang selalu menghampirinya: perawan tua. Orang tuanya yang amat menginginkan Rera menikah hanya bisa bersabar. Segala upaya mereka telah dicoba agar Rera segera mendapatkan jodohnya. Dari memperkenalkan dengan anak rekan-rekan mereka, hingga membiarkan Rera berkenalan dengan pria yang ia mau. Terlepas dari omongan orang-orang di sekitarnya, Rera memiliki prinsip bahwa ia benar-benar harus memilih calon yang akan menjadi pasangan seumur hidupnya nanti.

Beda dengan Rera, Gina sudah memiliki keluarga yang seharusnya bahagia. Suami yang mencintainya dan dua anak yang lucu menggemaskan seharusnya membuat hidup Gina sempurna. Tapi, itu 'seharusnya' kata orang. Menurut Gina, kehidupannya menyebalkan. Ia berlama-lama di kantor agar tidak terlalu lama berada di rumah, bahkan saat akhir pekan. Gina menganggap rumah adalah biang keruwetannya. Suami yang suka menyuruh-nyuruh. Anak-anak yang bandel dan tidak pandai. Gina bahkan sempat memarahi putri sulungnya, Dea, karena sulit mengeja kata. Teman-teman di kantornya menyarankan untuk rehat sejenak dari masalah keluarga dengan mengajaknya ke pub. Lama-kelamaan, Gina menjadi terpengaruh oleh teman-temannya yang kebanyakan masih melajang. Tebersit dalam pikirannya untuk kembali seperti teman-temannya itu. Apakah Gina sampai hati berpisah dengan suami dan kedua anaknya?

Lain Rera dan Gina, lain lagi Yumi si bungsu. Tiga tahun menikah dengan Ozi, ia masih belum dikaruniai buah hati. Sebenarnya, orang tua dan kedua kakaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun, tidak begitu dengan mertuanya terutama mamanya Ozi. Mamanya Ozi gencar menanyakan kepada Yumi kapan punya anak. Makin lama pertanyaan itu makin mendesak dan membuat Yumi makin tertekan. Keinginannya untuk memiliki anak tentu saja amat besar. Segala cara pun telah ia tempuh bersama Ozi. Untungnya, Ozi adalah suami yang mengerti. Ozi selalu meminta Yumi bersabar dan meminta maaf atas perilaku mamanya. Yumi mulai menyadari, bila ia semakin tertekan, kemungkinan untuk memiliki anak akan menjadi lebih sedikit. Ia mulai pasrah dengan takdir yang harus diterimanya.

Ketiga kakak beradik itu memiliki masalah masing-masing. Mereka menginginkan kehidupan yang berbeda, bahkan rela melepas apa yang mereka miliki. Dan di sinilah peran pertanyaan "mengapa" penting. Mengapa Rera memiliki prinsip yang malah membuatnya susah dapat jodoh? Mengapa Gina malah menginginkan kehidupan lajangnya kembali? Mengapa Yumi belum memiliki anak? Bila ketiganya mempertanyakan pertanyaannya masing-masing, barangkali mereka sudah akan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Pertanyaan-pertanyaan itu merujuk pada sebuah kesimpulan bahwa penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam diri sendiri dan tidak memikirkan apa yang tidak dimiliki.

Satu hal yang pasti adalah buku ini memiliki tiga cerita yang masing-masing sebenarnya bisa berdiri sendiri. Bagi beberapa orang yang sudah membacanya, melalui ulasan yang dikemukakan, mereka menginginkan lanjutan dari kisah tiga saudari ini. Aku sebenarnya setuju. Namun, setidaknya yang ini sudah cukup memuaskan dalam segi penyelesaian masalah dan cerita.

Pemungkas, ini adalah novel Metropop yang aku amat suka membacanya. Dengan alur cepat dan perpindahan karakter yang proporsional, membuat novel ini menjadi semakin asyik diikuti. Sayangnya, novel ini hanya 200 halaman lebih sedikit. Terang saja banyak pembacanya yang menginginkan lebih dari kisah Rera, Gina, dan Yumi.

"Kadang beberapa orang itu lucu. Tidak menyadari bahwa apa yang mereka miliki saat ini, mungkin sedang diidam-idamkan oleh orang lain. Lantas kenapa mereka malah memilih melepaskan sesuatu yang telah mereka genggam, yang mana orang lain tak punya?" (hal. 224)

Ulasan ini diikutsertakan dalam “Read and Review Challenge 2017” kategori Contemporary Romance.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar