Judul : Lelaki Tua dan Laut
Judul Asli : The Old Man and the Sea
Pengarang : Ernest Hemingway
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun : 2016
Dibaca : 10 Juli 2016 (via SCOOP)
Rating : ★★★
Gambar di atas aku ambil sesaat sebelum balik ke Jakarta usai libur Lebaran. Terlihat latar dua motor yang dipenuhi barang-barang pribadi dan oleh-oleh untuk dibawa oleh keluarga paman kembali ke kota domisilinya di Indramayu, Jawa Barat. Sungguh satu minggu itu waktu yang singkat untuk melepas rindu bersama keluarga. Tapi mungkin kalau lebih lama dari itu juga tidak akan terasa kerinduan untuk mengalaminya kembali di masa datang. Selamat tinggal liburan!
Aku harus bilang aku terlalu bodoh untuk menghafal buku-buku yang sudah kumiliki. Sesaat setelah membaca secara digital buku ini, aku baru ingat kalau aku sudah memiliki buku fisiknya yang kubeli awal tahun lalu. Hal ini menandakan bahwa aku terlewat. Hal itu mengindikasikan bahwa aku bukan orang yang pandai menimbun. Jadi, ada yang mau buku fisiknya? Beri jejak pada kolom komentar di bawah ya! Gambar buku fisiknya bisa kamu lihat pada postingan ini.
Membaca buku ini, aku teringat "Life of Pi" karya Yann Martel yang sudah diadaptasi dalam bentuk film itu. Buku yang, sayangnya, sudah kubaca tapi belum kuulas. Tapi aku ingat sempat merasa bosan dengan kisah Pi yang terombang-ambing di atas perahu yang ditemani hewan-hewan darat itu. Yang tersisa bersamanya hanya seekor harimau yang membuat hidup Pi waswas. Dan kau harus tahu apa yang terjadi pada mereka berdua untuk waktu yang lama. Harimau yang seharusnya buas dan bisa saja menerkam Pi dan yang paling menakjubkan adalah Pi yang masih bertahan hidup hingga ia mendarat dan ditemukan orang-orang sekitar. Buku ini mengajarkan bahwa hal-hal tak terduga terjadi saat kau merasa sudah berada di ambang batas dan jangan berhenti berharap.
Maaf soal selipan ulasan "Life of Pi" di atas karena "Lelaki Tua dan Laut" sedikit-banyak memberikan makna tersirat yang sama. Bedanya, buku ini terlihat lebih 'tersiksa' karena karakter yang hanya sendirian di atas perahu adalah seorang lelaki tua yang ringkih dan harus bertahan hidup walaupun hanya beberapa hari. Juga seorang anak laki-laki yang pernah ikut melaut dengannya saat masih kecil dulu, beberapa kali lelaki tua itu mengeluh untuk membawanya melaut.
Nah. Aku juga merasa bosan di tengah-tengah saat lelaki tua melaut dan tak ada yang dilakukannya selain mencari ikan. Penulis sepertinya tahu betul teknis memancing di laut dan alat-alat yang digunakan--aku bahkan mencatatnya, seperti: harpun, kail, kait, tonggak, dan todak. Saat itulah aku harus bertahan dan terus membaca karena aku tahu ada hal yang besar di akhir cerita itu. Benar saja. Hal dramatis terjadi ketika lelaki tua berada dalam perjalanan pulang dan bertemu hiu-hiu yang akan menerkam hasil tangkapannya. Pada bagian ini, aku diingatkan untuk tidak masalah untuk merasa menyerah yang berujung pada berserah diri. Yah, semacam itulah.
Untung saja buku ini hanya 100 halaman lebih sedikit, karena bila lebih banyak halaman lagi, aku mungkin tidak akan kuat menyelesaikannya karena pada edisi terjemahan kali ini tidak ada penggalan bab. Kesabaran sangat dibutuhkan untuk menunggu "keseruan" muncul karena, walaupun tipis, selain tak ada jeda berbentuk bab tersebut, awal sampai pertengahan ceritanya sungguh datar dan tipikal naskah klasik yang berparagraf panjang nan minim dialog. Namun, Cara Hemingway membuat cerita singkat ini begitu kompleks-lah yang menjadi kisah lelaki tua ini tak lekang oleh waktu.
Ulasan ini untuk Raafi & Bibli's Summer Reading List.
"Burung-burung itu hidupnya lebih berat daripada hidup kita kecuali burung rampok dan burung-burung yang besar dan kuat. Kenapa burung-burung diciptakan begitu lembut dan indah, seperti burung layang-layang laut, sedangkan samudra kadang teramat kejam? Laut memang baik hati dan indah. Tetapi ia bisa sangat kejam dan itu tiba-tiba saja datangnya sedangkan burung-burung yang terbaing menukik ke air dan berburu, dengan suara lirih dan sedih adalah terlalu lembut untuk laut." (hal. 18)
Gambar di atas aku ambil sesaat sebelum balik ke Jakarta usai libur Lebaran. Terlihat latar dua motor yang dipenuhi barang-barang pribadi dan oleh-oleh untuk dibawa oleh keluarga paman kembali ke kota domisilinya di Indramayu, Jawa Barat. Sungguh satu minggu itu waktu yang singkat untuk melepas rindu bersama keluarga. Tapi mungkin kalau lebih lama dari itu juga tidak akan terasa kerinduan untuk mengalaminya kembali di masa datang. Selamat tinggal liburan!
Aku harus bilang aku terlalu bodoh untuk menghafal buku-buku yang sudah kumiliki. Sesaat setelah membaca secara digital buku ini, aku baru ingat kalau aku sudah memiliki buku fisiknya yang kubeli awal tahun lalu. Hal ini menandakan bahwa aku terlewat. Hal itu mengindikasikan bahwa aku bukan orang yang pandai menimbun. Jadi, ada yang mau buku fisiknya? Beri jejak pada kolom komentar di bawah ya! Gambar buku fisiknya bisa kamu lihat pada postingan ini.
Membaca buku ini, aku teringat "Life of Pi" karya Yann Martel yang sudah diadaptasi dalam bentuk film itu. Buku yang, sayangnya, sudah kubaca tapi belum kuulas. Tapi aku ingat sempat merasa bosan dengan kisah Pi yang terombang-ambing di atas perahu yang ditemani hewan-hewan darat itu. Yang tersisa bersamanya hanya seekor harimau yang membuat hidup Pi waswas. Dan kau harus tahu apa yang terjadi pada mereka berdua untuk waktu yang lama. Harimau yang seharusnya buas dan bisa saja menerkam Pi dan yang paling menakjubkan adalah Pi yang masih bertahan hidup hingga ia mendarat dan ditemukan orang-orang sekitar. Buku ini mengajarkan bahwa hal-hal tak terduga terjadi saat kau merasa sudah berada di ambang batas dan jangan berhenti berharap.
***
Maaf soal selipan ulasan "Life of Pi" di atas karena "Lelaki Tua dan Laut" sedikit-banyak memberikan makna tersirat yang sama. Bedanya, buku ini terlihat lebih 'tersiksa' karena karakter yang hanya sendirian di atas perahu adalah seorang lelaki tua yang ringkih dan harus bertahan hidup walaupun hanya beberapa hari. Juga seorang anak laki-laki yang pernah ikut melaut dengannya saat masih kecil dulu, beberapa kali lelaki tua itu mengeluh untuk membawanya melaut.
"Tetapi ia memang suka berpikir tentang segala sesuatu yang melibatnya dan sebab tak ada bacaan serta tak memiliki radio, ia tak putus-putusnya berpikir dan berpikir tentang dosa. Kau tak membunuh ikan itu sekadar untuk hidup dan menjual makanan, pikirnya. Kau membunuhnya karena kebanggaan dan karena kau seorang nelayan. Kau mencintainya waktu masih hidup dan kau mencintainya pula sesudah itu. Kalau kau mencintainya, membunuhnya bukanlah dosa. Atau malah lebih berat daripada dosa?" (hal. 83)
Nah. Aku juga merasa bosan di tengah-tengah saat lelaki tua melaut dan tak ada yang dilakukannya selain mencari ikan. Penulis sepertinya tahu betul teknis memancing di laut dan alat-alat yang digunakan--aku bahkan mencatatnya, seperti: harpun, kail, kait, tonggak, dan todak. Saat itulah aku harus bertahan dan terus membaca karena aku tahu ada hal yang besar di akhir cerita itu. Benar saja. Hal dramatis terjadi ketika lelaki tua berada dalam perjalanan pulang dan bertemu hiu-hiu yang akan menerkam hasil tangkapannya. Pada bagian ini, aku diingatkan untuk tidak masalah untuk merasa menyerah yang berujung pada berserah diri. Yah, semacam itulah.
Untung saja buku ini hanya 100 halaman lebih sedikit, karena bila lebih banyak halaman lagi, aku mungkin tidak akan kuat menyelesaikannya karena pada edisi terjemahan kali ini tidak ada penggalan bab. Kesabaran sangat dibutuhkan untuk menunggu "keseruan" muncul karena, walaupun tipis, selain tak ada jeda berbentuk bab tersebut, awal sampai pertengahan ceritanya sungguh datar dan tipikal naskah klasik yang berparagraf panjang nan minim dialog. Namun, Cara Hemingway membuat cerita singkat ini begitu kompleks-lah yang menjadi kisah lelaki tua ini tak lekang oleh waktu.
"Ikan-ikan itu telah mengalahkanku, pikirnya. Aku sudah terlalu tua untuk memukuli hiu sampai mati. Tetapi akan kucoba juga selama ada dayung dan tongkat pendek itu dan tangkai kemudi itu." (hal. 89)
Ulasan ini untuk Raafi & Bibli's Summer Reading List.
Halo...halo...! Eh, aku mau dong buku fisiknya. Kalo gratis sih...hahahaha (ngarep).
BalasHapusBtw, menurutku sih Life of Pi ga membosankan, menarik banget malah. Yang membosankan itu versi filmnya, IMO. Oh ya, terjemahannya Pak SDD di Buku Hemingway ini bagus ga?
Noted! Gratis kok.
HapusKalo versi filmnya, yah, jangan samakan dengan versi bukunya sih. Memang target pasarnya pasti berbeda. Tapi aku ingat waktu baca "Life of Pi" sempat tersendat beberapa hari karena paragrafnya yang panjang-panjang dan begitu deskriptif.
Terjemahannya enak dibaca dan mudah dipahami.
Aku mau buku fisiknya dong 😃😃
BalasHapusNgomong2 syaratnya cuma ini aja? ._.
Halo Eni. Noted ya! Nggak ada syarat lain kok. Jadi, semoga beruntung!
HapusAku mau jg dong kak raaf!!
BalasHapusNoted, Afin!
HapusBelum baca sih buku "Lelaki Tua dan Laut" ini. Tapi kalo penilaian kamu terhadap buku ini 'begitu'-sedikit membosankan, rasanya kendala juga kalo harus jadi pilihan. Terlepas dari penilaian tadi, saya masih penasaran kenapa buku ini bisa terkenal dan tak lekang waktu.
BalasHapusItu asli yang fisik mau dihibahkan? Tangan terbuka euy..Kanggo kito yo, hehehe