Judul : Delirium
Pengarang : Lauren Oliver
Penerbit : Mizan Fantasi
Tahun : 2012
Dibaca : 25 Agustus 2013
Rating : ★★★
Akhirnya selesai juga menghabiskan satu buku ini. Butuh waktu yang lumayan lama untuk membacanya. Berapa lama? Berapa lama? Hampir dua bulan! Wow! *Standing-ovation*
Kenapa begitu? Karena aku berpikir cerita ini begitu feminin, terlalu banyak drama dan bertele-tele. Mengingat tokoh utama adalah seorang wanita dan sang penulis adalah seorang wanita membuatnya menjadi “lebih mengerti wanita” atau “cewek banget.” Entahlah, aku selalu berpikir bahwa penulis wanita itu lebih berhati-hati dan berlaku sempurna dalam menulis. Tapi hal itu malah membuat hasilnya terlalu kaku. Sorry to say that!
Jalan ceritanya sebenarnya menarik, yaitu tentang suatu kondisi dunia dimana cinta adalah hal yang terlarang. Penyakit mematikan. Sungguh mengerikan. Oh, ayolah!
Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga…
Oh begitulah kata para pujangga…
(sing a song)
Dan memang, lagu itu benar. Coba pikirkan: bagaimana bisa kita menikah, menjalin hubungan suami-istri, dan memiliki anak hanya dengan suatu prosedur tanpa ada rasa saling cinta? Prosedur. Semacam hal yang telah menjadi peraturan dan harus dipatuhi seluruh manusia.
Namun sebagian dari mereka membangkang. Mereka menganggap bahwa cinta adalah hal yang lumrah dan setiap manusia memang harus memilikinya. Mereka disebut Simpatisan. Selain itu, untuk mereka yang terinfeksi virus cinta harus dikeluarkan dari wilayah Negara, diasingkan ke luar perbatasan. Mereka disebut Invalid. Menarik ‘kan ide ceritanya?
Kondisi seperti itulah yang tengah dirasakan oleh Lena, seorang gadis 17 tahun yang hidup bersama bibinya karena kedua orang tuanya telah tiada. Ayahnya meninggal dan ibunya dibunuh karena tidak dapat disembuhkan dari cinta. Invalid. Hingga suatu saat Lena bertemu dengan Alex yang begitu mencintainya. Romantis bukan? Selanjutnya baca sendiri ya….
Overall, novel ini menyuguhkan kisah fantasi yang berbeda dari cerita-cerita lain. Ide ceritanya keren! Ending cerita pun sungguh mendebarkan. Membuat para wanita menangis dan teriak histeris. (Oh, come on, Dude!) Menarik pembaca untuk meneruskan kisahnya di seri selanjutnya: Pandemonium.
Namun sayang, terlalu banyak narasi dan sedikit dialog membuat pembaca menjadi bosan, jenuh, dan lelah. Seperti ingin tidur saja. Serius. Aku mengalaminya sendiri.Hahaha
Di setiap kisah pasti ada pelajaran yang didapat. Aku mempelajari tentang bagaimana tekad yang kuat harus dibarengi dengan tindakan yang tepat. Bagaimana bisa kita mencintai seseorang tanpa berkorban untuk mendapatkannya? Intinya sih, berkorban demi dia yang kamu cinta.
Aku mengambil sedikit kutipan di akhir novel ini:
See? So mellow! So poetic! So beautiful! Ya’all have to read it, Ladies! Tapi tidak untuk para lelaki macho dengan brewok dan kumis yang tebal. Ini terlalu feminin! Ini terlalu tidak cocok!
Kenapa begitu? Karena aku berpikir cerita ini begitu feminin, terlalu banyak drama dan bertele-tele. Mengingat tokoh utama adalah seorang wanita dan sang penulis adalah seorang wanita membuatnya menjadi “lebih mengerti wanita” atau “cewek banget.” Entahlah, aku selalu berpikir bahwa penulis wanita itu lebih berhati-hati dan berlaku sempurna dalam menulis. Tapi hal itu malah membuat hasilnya terlalu kaku. Sorry to say that!
Jalan ceritanya sebenarnya menarik, yaitu tentang suatu kondisi dunia dimana cinta adalah hal yang terlarang. Penyakit mematikan. Sungguh mengerikan. Oh, ayolah!
Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga…
Oh begitulah kata para pujangga…
(sing a song)
Dan memang, lagu itu benar. Coba pikirkan: bagaimana bisa kita menikah, menjalin hubungan suami-istri, dan memiliki anak hanya dengan suatu prosedur tanpa ada rasa saling cinta? Prosedur. Semacam hal yang telah menjadi peraturan dan harus dipatuhi seluruh manusia.
Namun sebagian dari mereka membangkang. Mereka menganggap bahwa cinta adalah hal yang lumrah dan setiap manusia memang harus memilikinya. Mereka disebut Simpatisan. Selain itu, untuk mereka yang terinfeksi virus cinta harus dikeluarkan dari wilayah Negara, diasingkan ke luar perbatasan. Mereka disebut Invalid. Menarik ‘kan ide ceritanya?
Kondisi seperti itulah yang tengah dirasakan oleh Lena, seorang gadis 17 tahun yang hidup bersama bibinya karena kedua orang tuanya telah tiada. Ayahnya meninggal dan ibunya dibunuh karena tidak dapat disembuhkan dari cinta. Invalid. Hingga suatu saat Lena bertemu dengan Alex yang begitu mencintainya. Romantis bukan? Selanjutnya baca sendiri ya….
Overall, novel ini menyuguhkan kisah fantasi yang berbeda dari cerita-cerita lain. Ide ceritanya keren! Ending cerita pun sungguh mendebarkan. Membuat para wanita menangis dan teriak histeris. (Oh, come on, Dude!) Menarik pembaca untuk meneruskan kisahnya di seri selanjutnya: Pandemonium.
Namun sayang, terlalu banyak narasi dan sedikit dialog membuat pembaca menjadi bosan, jenuh, dan lelah. Seperti ingin tidur saja. Serius. Aku mengalaminya sendiri.Hahaha
Di setiap kisah pasti ada pelajaran yang didapat. Aku mempelajari tentang bagaimana tekad yang kuat harus dibarengi dengan tindakan yang tepat. Bagaimana bisa kita mencintai seseorang tanpa berkorban untuk mendapatkannya? Intinya sih, berkorban demi dia yang kamu cinta.
Aku mengambil sedikit kutipan di akhir novel ini:
“Tapi, aku punya sebuah rahasia. Kau bisa saja membangun tembok setinggi langit dan aku akan selalu menemukan cara untuk melompatinya. Kau bisa saja mengimpitku dengan ratusan ribu lengan, tapi aku akan menemukan cara untuk melawan."
See? So mellow! So poetic! So beautiful! Ya’all have to read it, Ladies! Tapi tidak untuk para lelaki macho dengan brewok dan kumis yang tebal. Ini terlalu feminin! Ini terlalu tidak cocok!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar