24 Maret 2015

Looking for Alaska

Sampul
Judul : Mencari Alaska
Judul Asli : Looking for Alaska
Pengarang : John Green
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2014
Dibaca : 21 Maret 2015
Rating : ★★★

Aku merasakan cita rasa tulisan John Green itu kontemporer dengan cinta sebagai tema utama dan objek lain sebagai bumbu agar pembaca mendapatkan wawasan dari apa yang telah dibacanya. Begitu pula dengan buku ini, yang mana sebagai objek bumbunya adalah kata-kata terakhir sebelum kepergian orang-orang terkenal.

Ada dua tokoh yang bahkan penulis membuat catatan di akhir buku tentang kata-kata terakhir mereka. Adalah Simón Bolívar yang merupakan tokoh revolusioner Venezuela dan sang penyair François Rabelais. Yang menarik adalah kata-kata terakhir sangat sulit dipastikan kebenarannya. Dan penulis berusaha untuk seakurat mungkin untuk menyisipkan kata-kata terakhir tokoh yang disebutkan pada buku ini.

***

Kisah dimulai ketika sebut-saja-Pudge ingin mencari Kemungkinan Besar, seperti yang diucapkan terakhir kali oleh Monsieur Rabelias, dengan pindah ke sekolah asrama yang jauh dari rumah. Kedua orangtuanya tentu saja merasa sangat sedih karena ditinggal oleh anak tunggal mereka. Tapi Pudge bersikukuh untuk pindah.

This US Cover tells the book a lot
Di sekolahnya yang baru, bukannya menjadi lebih baik dengan tidak merokok dan tidak minum-minum, Pudge malah bertemu dengan kelompok kecil yang gila rokok dan alkohol. Yah, tipikal anak-anak-bandel-tapi-tidak-terlalu-bandel dan cerdas. Alaska, cewek kecanduan rokok yang bahkan menyimpan berpak-pak rokok di kamar asramanya. Dan Pudge menaruh hati pada Alaska.

***

Rentan sekali untuk mengulas buku ini karena ingin mengeluarkan unek-unek yang mengganjal setelah membacanya. Tapi satu saja yang sepertinya penulis ingin sampaikan adalah: kematian bukanlah tentang rasa kehilangan yang amat menyakitkan, tetapi tentang apa yang ditinggalkan atas kematian itu. Oke, mungkin terlalu filosofis, tetapi bila kau membacanya, kau akan mengerti.

Simón Bolívar
Aku menyukai buku ini; tentang kehidupan asrama di Amerika sana, tentang kisah cintanya yang lagi-lagi aku diajari untuk optimis atas suatu hubungan. Tapi ada bagian di mana penulis melalui Pudge menyebutkan: mungkin “kehidupan setelah mati” hanya sesuatu yang kita karang untuk meredakan sakitnya kehilangan. Walaupun ada penjabaran lebih lanjut, aku sedikit tidak setuju.

François Rabelais
Kayak orang yang baru baca kisah fiksi saja! Aku tahu ini fiksi. Aku tahu. Aku pun tidak akan terpengaruh dengan buku ini, tentu saja. Oh ya, aku juga tidak suka dengan kejailan kelompok kecil itu. Dan pada akhirnya aku bertanya pada Pudge, apa Kemungkinan Besar seperti inilah yang kaumau?

"Aku tidak tahu mesti berkata apa kepadanya—aku terperangkap dalam cinta segitiga dengan satu sisi yang mati." (hal. 185)

Ulasan ini untuk tantangan:
1. Young Adult Reading Challenge 2015
2. Lucky No.15 Reading Challenge kategori Something Borrowed

1 komentar :

  1. baca bbrp review sepertinya mirip Paper Towns, mencari seseorang tapi banyak yg bilang juga kalo bagusan Paper Towns. Mau maraton baca bukunya John Green nih :D

    BalasHapus