02 Agustus 2013

The Immortals of Meluha

Sampul
Judul : The Immortals of Meluha
Pengarang : Amish Tripathi
Penerbit : Mizan Fantasi
Tahun : 2013
Dibaca : 1 Agustus 2013
Rating : ★★

Ayurvati. Brihateshpuram. Chenadhwaj. Chitraangadh. Vishwadyumna.

Nama-nama tersebut sempat membuatku mengeja dua kali karena gabungan huruf yang terlalu asing untuk digunakan. Sempat pula membuatku tergelak karena aneh dan uniknya nama-nama itu.

Masih banyak lagi keunikan yang ditampilkan dalam novel ini. Ditampilkan? Ya. Novel ini menceritakan tentang kerajaan yang berasal di tanah India. Mengetahui hal itu, aku berpikir tentang sinetron-sinetron laga yang ditampilkan di televisi swasta nasional. Lucu sekali.

Jujur, awalnya, bahkan sampai pertengahan membaca, aku tidak berselera karena cerita yang begitu biasa, mudah ditebak dan twist yang terlalu “aman”. Mungkin cerita kerajaan memang seperti itu. Itu berarti aku tidak terlalu tertarik dengan genre novel fantasi macam ini. Menyedihkan.

Masuk ke cerita: Shiva adalah lelaki kekar biasa yang memimpin kerajaan kecil biasa. Kerajaannya memiliki musuh yang selalu menginginkan wilayahnya, sampai berperang merupakan hal yang biasa. Suatu cerita kehidupan kerajaan yang sangat biasa. Dan, bisakah aku berhenti menulis kata biasa? Oh, ayolah… Ceritanya memang biasa saja.

Sampai suatu saat, ada utusan dari kerajaan lain yang memberi tawaran Shiva dan penduduknya untuk berpindah karena wilayahnya yang selalu tidak aman dan penduduknya yang semakin sedikit karena terus menerus berperang melawan musuh. Shiva terus dipusingkan oleh kerajaannya yang di ujung tanduk. Apakah Shiva menerima atau menolak? Apa pula tujuan utusan kerajaan itu hingga secara tiba-tiba mereka berbaik hati menawarkan kerajaan lain untuk “bergabung” dengan kerajaan mereka?

Pada akhirnya, kisah ini begitu menarik. Dilihat dari perjalanan hidup Shiva dari seorang lelaki kekar biasa yang memimpin kerajaan kecil biasa menjadi seorang Mahadewa, bisa dibilang novel ini menjadi salah satu novel perjuangan terbaik.

Hanya saja, dalam konteks penulisan cerita, novel ini begitu salah kaprah. Tak ada sudut pandang yang jelas. Dalam satu adegan saja, misalnya, dua tokoh dapat mengetahui tentang isi cerita. Itu membuat pembaca kebingungan. hal itu mungkin dikarenakan novel terjemahan dari Bahasa Inggris dan yang berbahasa Inggris adalah terjemahan dari Bahasa India menjadikan konteks penulisan menjadi kacau-balau. Mungkin. Salah satu yang saya tidak suka dari novel terjemahan: cerita menjadi berbeda karena diterjemahkan ke bahasa berbeda.

Baiknya, hanya ada satu kelemahan. Secara keseluruhan novel ini begitu apik memberi tahu tentang peradaban India. Para dewa-dewi, berbagai sungai suci, hingga pakaian yang dikenakan tergambar secara detail dalam cerita.

Mengingat ini merupakan novel berseri, novel ini sangat bisa menarik minat pembaca untuk mengambil seri selanjutnya di rak toko buku, dan yang pasti membayarnya. Akhir yang “menggantung” menambah pembaca untuk menyisihkan sebagian uang jajan mereka untuk membeli seri selanjutnya.

Akhir kata, novel ini sangat direkomendasikan untuk mereka yang suka dengan cerita klasik dilatari kisah kerajaan; para pejuang sejati, mungkin. Kesetiaan, keberanian, dan perjuangan adalah pembelajaran tersirat dari cerita Sang Neelkanth ini. Sang Neelkanth? Siapa dia? Kau harus membaca untuk mengetahuinya!

1 komentar :

  1. Saya justru sangat suka novel ini, hampir tidak ada kekurangannya. Novel terjemahan ini bisa disebut sebagai novel terjemahan terbaik, nur aini menerjemahkannya dengan begitu indah, saya tidak kehilangan 'getar' dari setiap filosofi yang diucapkan oleh para tokohnya. Saya juga sangat senang karena Mizan tetap menggunakan nama asli dan bukan ubahan, kenapa? Karena dengan begitu rasa dari cerita aslinya masih bisa terasa, meski sulit disebut. Kekurangan yang mungkin cukup fatal hanyalah tidak adanya peta, yang padahal pada novel aslinya disediakan. Saya benar-benar merekomendasikan novel ini pada para pembaca yang menyukai novel fantasi-mitologi

    BalasHapus