31 Oktober 2016

Masha: Karya Supernatural Lokal Tanpa Mengekor Fantasi Luar?

Edited by Me

Halo, teman-teman! Kembali lagi dengan Bibli di sini! Siapa sangka kalau Posting Bareng BBI 2016 bulan ini mengambil tajuk supernatural. Dari sekian banyak tema yang bisa diambil dari Divisi Event untuk merayakan Halloween, kenapa tema supernatural yang diambil? Itu kan susah sekali. Apalagi hanya satu dua buku yang ada di timbunan Raafi dari tema tersebut—sedikit pilihan. Lagi pula Divisi Event kan bisa pilih tema lain seperti horor, misteri, thriller, atau hal paling simpel: muka Raafi.

Dan Raafi sudah menyerah untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk Posting Bareng kali ini. Setelah absen pada Posting Bareng BBI bulan lalu, bulan ini tidak boleh tidak ikutan. Jadi, sekarang giliran Bibli yang ambil bagian. Setelah dikulik-kulik bahan apa yang cocok untuk tema supernatural, Bibli menemukan satu ulasan buku Raafi yang kurang lebih bersangkutan dengan tema tersebut. Adalah buku "Sumur Hitam" karya Haditha yang bertema klenik yang kakak-adikan dengan supernatural yang bisa dijadikan bahan. Tapi kan sudah dibuat ulasannya, lalu bagaimana? Karena Raafi sangat dekat dengan sang penulis, jadi Bibli mencoba untuk melakukan pendekatan.

Tidak. Tidak. Tidak sampai sejauh yang kamu bayangkan tentang pendekatan Bibli dengan pria yang akrab dipanggil Masha di kalangan komunitas Penggemar Novel Fantasi Indonesia (PNFI) ini. Bibli hanya betanya seputar buku-buku yang sudah diterbitkannya dan tentang menulis secara umum. Oh ya, penasaran karena ia dipanggil Masha? Karena dia namanya Haditha! Serius! Untuk kesopanan bagi yang lebih tua, kami menggunakan kata depan "Mas". Lalu, karena terlalu malas untuk mengetik spasi dan namanya yang terlalu panjang itu, maka kami semua mengubahkan nama panggilannya menjadi Masha, yang merupakan singkatan dari Mas Ha. Bukan masalah, toh dia menerimanya juga.

Ulasan Buku: Wonder

Judul : Wonder
Pengarang : R.J. Palacio
Penerbit : Atria
Tahun : 2012
Dibaca : 15 Oktober 2016
Rating : ★★★★★

"Anak itu benar. Aku makan seperti seekor kura-kura, kalau kau pernah melihat seekor kura-kura makan, Seperti makhluk rawa zaman prasejarah." (hal. 73)

Apa yang kamu harapkan dari sebuah buku anak-anak atau remaja tanggung? Bernostalgia dengan masa kecilmu atau masa sekolahmu? Mencari tahu kisah berbeda dari apa yang pernah kau alami? Atau hanya membacanya saja tanpa ekspektasi apa pun? Bagaimana jika buku tersebut adalah buku yang sangat ingin kaubaca dan orang-orang melabelinya buku bagus? Kau akan tetap tak akan berekspektasi apa pun atau kau memiliki harapan untuk percaya pada apa kata orang tentang buku tersebut?

***

August 'Auggie' Pullman tahu tahun ini tidak akan sama lagi ketika ia ditawari kedua orang tuanya untuk bersekolah di sekolah formal biasa. "Kelebihan" dirinya yang sedari kecil sudah disandangnya dan kesadarannya yang sudah beranjak remaja, ia tahu bahwa ia harus mencobanya. Setidaknya, tidak  boleh terus-terusan belajar di rumah bersama sang ibu. Jadi, ia memutuskan untuk melaksanakannya.

Auggie tahu semuanya tidak akan sama lagi saat menginjakkan kaki pertama kali di Beecher Prep. Saat ia bertemu Mr. Tushman sang kepala sekolah. Saat ia bertemu beberapa murid yang mengajaknya berkililing sekolah. Namun apa yang kauharapkan dari sebuah perubahan? Akhir yang bahagia tentu saja. Dan apakah Auggie yang berwajah buruk rupa akan merasakannya juga? Atau dia akan menyerah di tengah-tengah?

23 Oktober 2016

Festival Menulis: Membaca Adalah Modal Utama

 Edited by Me

Pada satu pagi, rekan komunitasku yang berdomisili di Ambon memberi informasi tentang Festival Menulis di Tempo. Ia hanya membuat pesan, "Pagi Bro. Ada festival menulis di Tempo tanggal 22 besok." Pagi itu tanggal 13 Oktober dan itu berarti kurang dari dua minggu sebelum acara. Aku mengulik apa itu Festival Menulis. Sebuah acara yang diselenggarakan Tempo Institute tentang kelas-kelas kepenulisan dalam satu hari. Tertarik? Tentu! Saat itu juga! Akhir-akhir ini, aku mulai tertarik dengan segala hal tentang menulis karena (1) itu sudah menjadi profesi utama dan (2) aku sadar bahwa menulis itu mengobati. Namun, kendala utama dari acara ini adalah acaranya berbayar. Waktu yang mepet dan tanpa persiapan apa pun menjadi kendala berikutnya.

Beruntungnya aku. Bang Steven, rekan komunitasku tersebut, dengan baik hati bersedia membayar kontribusi acara. Melihat peluang itu, aku tidak pikir dua kali. Kesempatan emas ini tak akan kulewatkan. Kendala waktu dan persiapan tidak kupikirkan lagi. Akhirnya, Sabtu kemarin (22/10) aku melenggangkan kaki pertama kali ke Gedung Tempo yang bau catnya masih menyengat itu dengan penuh harap dan antusiasme.

Aku sama sekali tidak tahu-menahu perihal acara yang akan kuikuti; bagaimana mekanisme acaranya, siapa saja pemateri dan latar belakangnya—kecuali Leila S. Chudori—serta harapan apa yang ingin kudapatkan setelah acara usai. Saat pendaftaran, aku diminta memilih kelas apa yang akan kuikuti. Aku sempat terdiam beberapa detik karena bingung mau pilih kelas yang mana. Tebersit keinginan untuk mengikuti kelas menulis fiksi bersama Lelia S. Chudori yang notabene seorang novelis dan peraih Khatulistiwa Literary Award, tapi aku bahkan tidak menulis hal lain selain artikel apalagi fiksi. Jadi, aku memutuskan memilih kelas menulis populer di media sosial dengan pemateri Mardiyah Chamim karena setidaknya aku generasi milenial yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berselancar di media sosial. Selanjutnya, acara dimulai dengan pengantar dari setiap pemateri. Kecuali Arif Zulkifli yang hadir belakangan, Mardiyah Chamim, Leila S. Chudori, dan Eko Endarmoko menyambut para peserta di pagi berawan itu.

20 Oktober 2016

5 Hal dari Steal Like an Artist yang (Mungkin) Bisa Mengubah Hidupmu


Aku penasaran, apa yang kamu harap dapatkan dari setiap buku pengembangan diri yang kamu baca. Sebuah perubahan drastis yang akan membuatmu lebih baik atau hanya sebagai penyemangat hidup? Dari data yang kutemukan dalam sebuah riset, 51% partisipan membaca buku pengembangan diri karena keinginan untuk bertransisi yang langsung berdampak pada kehidupan mereka. Transisi di sini dibagi menjadi empat tipe yaitu: karier, hubungan, kesehatan atau kesejahteraan, dan kombinasi dari semua tipe tersebut. Salah satu partisipan yang membaca buku pengembangan diri untuk kariernya berkata, "Saya sudah bekerja selama satu tahun, lalu tiba-tiba saya dan beberapa rekan saya dipecat." Itulah mengapa ia membutuhkan sebuah buku untuk bertransisi dari kesialannya tersebut.

Well, aku tidak seserius itu. Pertama, aku jarang baca buku nonfiksi apalagi genre pengembangan diri. Kedua, aku selalu tidak sejalan dengan bahan bacaan nonfiksi bagai buku teks mata pelajaran sekolah yang kaku. Ketiga, saat sekali-kalinya baca buku pengembangan diri, aku membacanya hanya untuk "membaca" tanpa berharap perubahan dalam kehidupan yang sebenarnya sudah lebih dari 20 tahun kujalani. Nggak ngefek, istilahnya.

Lalu hadirlah buku ini yang meruntuhkan segala persepsiku tentang buku nonfiksi lebih-lebih pengembangan diri. Seperti tersihir, karya pertama Austin Kleon yang kubaca ini membuatku ingin segera melakukan apa yang tertulis di dalamnya. Aku merasa bertalian dengan hal-hal yang diangkat oleh buku ini; tentang kreativitas, tentang ide, dan tentang mencuri yang sudah ada dan menciptakan yang baru.

Seperti yang tertulis pada halaman terakhir buku ini bahwa tidak semua nasihat itu sehat—jangan ragu mengambil yang sesuai, dan abaikan lainnya—aku pun tidak menelan bulat-bulat semua petuah sang penulis. Kalau penulis membuat tagline 10 hal yang tak seorang pun beri tahu tentang menjadi kreatif, maka aku mengambil lima hal yang mungkin bisa mengubah hidupku secara personal, dan hidupmu secara umum. Ini berdasarkan aku yang merasa tertampar, tertohok, dan tergurui oleh hal-hal tersebut. Berikut daftarnya.

19 Oktober 2016

Ulasan Buku: The Magician's Elephant

Judul : Gajah Sang Penyihir
Judul Asli : The Magician's Elephant
Pengarang : Kate DiCamillo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2009
Dibaca : 3 Oktober 2016
Rating : ★★★★

"Sambil menatap kota, Peter memutuskan bahwa punya harapan itu menyedihkan dan rumit. Mungkin lebih gampang berputus asa saja." (hal. 40)

Apa yang akan kamu lakukan ketika tahu kamu belum membaca buku lain karya penulis favoritmu? Lalu bagaimana jika temanmu menilai biasa saja dari buku karya penulis favoritmu itu? Mengetahui buku ini dari lini masa Goodreads ketika seorang teman usai membacanya dan menilainya dua dari lima. Alasannya karena ini buku anak-anak dan ia tidak mengerti dengan—entahlah, mungkin ceritanya atau tokoh-tokohnya yang banyak. Dan aku tahu ia membaca buku karya salah satu penulis favoritku. Aku segera menghubunginya untuk segera membacanya. Serasa tidak puas meminjamnya, aku bersikukuh untuk membeli buku miliknya ini. Tapi pada akhirnya, ia memberikannya cuma-cuma kepadaku. Toh ia pun tidak begitu mengerti bukunya. Bukan begitu, Mas Gentur?

***

Buku ini bercerita tentang seorang gajah. Gajah yang tiba-tiba muncul ketika seorang penyihir—atau sebenarnya pesulap—sedang melakukan triknya di depan banyak penonton. Kala sang penyihir bermaksud memunculkan lili dan memberikannya kepada Madam LaVaughn, gajah tiba-tiba jatuh menerobos langit-langit gedung. Seketika itu kaki sang wanita bangsawan hancur dan ia harus menggunakan kursi roda. Sang penyihir dipenjara, begitupun dengan sang gajah yang tak mengerti apa-apa.

Peter Augustus Duchene mempertaruhkan uang yang seharusnya digunakannya membeli bahan makan malam untuk membayar jasa peramal. Ia tahu ini gegabah dan mantan tentara tua bernama Vilna Lutz akan marah padanya. Tapi ia ingin tahu di mana keluarganya berada, terutama adik perempuannya yang disebutkan Vilna Lutz sudah meninggal sesaat setelah lahir itu. Si peramal bilang masih hidup! Adik perempuan Peter masih hidup! Dan mereka akan dipertemukan oleh seekor gajah! Apakah ramalan itu benar-benar akan terjadi?

13 Oktober 2016

3 "Keanehan" dalam Miss Peregrine's Home for Peculiar Children


Pertama-tama, mari kita panjatkan puji syukur karena Bibli bisa kembali berkontribusi pada blog ini. Sudah sekitar 8 bulan sejak Bibli membuat postingan perkara hari Kasih Sayang, kali ini Bibli akan menceritakan apa yang sudah Raafi bisikkan ke telinga Bibli tentang buku yang baru saja—nggak baru juga sih, udah beberapa hari yang lalu—Raafi baca, "Miss Peregrine's Home for Peculiar Children" atau yang penerbit-suka-terjemahin-judul ini terjemahkan menjadi "Rumah Miss Peregrine untuk Anak-Anak Aneh". Nah, sekarang terserah kamu mau pilih yang mana. Karena Bibli anaknya simpel banget, jadi Bibli sebut MPHfPC saja ya, biar sebelas-dua belas sama MPASI.

Jadi, Raafi bilang kalau buku ini sedikit lambat alurnya. Konflik cerita baru muncul pada beberapa halaman setelah setengah buku (ngerti kan maksud Bibli?). Lalu, dari halaman pertama sampai pertengahan isinya apa? Narasi tentang Jacob, sang tokoh utama, yang galau apakah dia harus percaya kata-kata sang kakek atau harus terus melanjutkan hidup sebagai anak magang "spesial" di supermarket milik keluarganya. Kemudian terjadilah hal tak terduga yang membuatnya bisa melihat hal "aneh", semacam monster. Awalnya dia terkejut dengan apa yang dilihatnya sampai ia menggambarkannya sendiri dan menyebutnya monster. Lalu? Dia dianggap gila! Gila kan orang-orang? Halo! Kalau memang dia "benar-benar" melihat monster, kenapa malah dianggap tidak waras?

Bibli tidak akan menceritakan lebih jauh tentang Jacob yang dianggap gila dan diharuskan periksa kepada psikiater tapi malah jalan-jalan ke sebuah pulau yang Raafi bilang mengingatkannya pada deskripsi pulau di buku "And Then There Were None". Oke. Baiklah. Terserahnya saja. Tapi setelah dipikir-pikir, terlepas dari alur yang lambat dan orang-orang gila yang menganggap orang-orang lainnya gila, ada tiga keanehan utama yang membuat buku ini unik dan "aneh". Apa saja?

05 Oktober 2016

Ulasan Buku: The Kite Runner

Judul : The Kite Runner
Pengarang : Khaled Hosseini
Penerbit : Qanita
Tahun : 2010
Dibaca : 25 September 2016
Rating : ★★★★★

"Baiklah, apa pun yang diajarkan mullah itu padamu, hanya ada satu macam dosa, hanya satu. Yaitu mencuri. Dosa-dosa yang lain adalah variasi dari dosa itu. Kau paham?" (hal. 34)

Sebentar. Aku merasa berbeda ketika melihat ulasan buku-bukuku sekitar setahun apalagi tiga tahun lalu. Aku bahkan hanya mengulas dalam beberapa kalimat yang dibagi-bagi menjadi paragraf. Kenapa aku membahas hal ini? Karena aku melihat-lihat ulasan buku Khaled Hosseini: A Thoushand Splendid Suns yang kubaca pada Juli 2013. Bahkan ulasan pada tahun lalu pun masih jauh lebih sedikit ketimbang ulasan yang kutulis akhir-akhir ini, seperti pada ulasan The Kite Runner: Graphic Novel yang kubaca pada Juni 2015. Kau tahu, bahkan melalui tulisan saja terlihat jelas bahwa orang-orang itu berubah. People change.

***

Hassan dan Ali akhirnya pergi setelah apa yang Amir lakukan pada mereka—terutama pada Hassan. Amir telah meninggalkan hadiah ulang tahunnya di kediaman Ali dan menuduh Hassan yang mencurinya. Tentu saja ayah Amir bertanya kebenarannya pada Hassan, namun Hassan tetap tutup mulut.

Amir dewasa harus menebusnya. Ia tahu apa yang dilakukannya di masa lalu telah menghantuinya selama ini. Meninggalkan istrinya di California, Amir harus kembali ke Kabul untuk menjemput seorang anak laki-laki. Anak yang menjadi budak musuhnya, Assef. Anak yang memiliki keinginan kecil untuk tidak ditempatkan di panti asuhan. Anak yang pada akhirnya Amir tahu masih sedarah dengannya.

02 Oktober 2016

Ulasan Buku: Oliver Twist

Judul : Oliver Twist
Pengarang : Charles Dickens
Penerbit : Narasi
Tahun : 2015
Dibaca : 18 Agustus 2016
Rating : ★★★

Membaca karya penulis klasik seperti sebuah pencapaian, apalagi karya tersebut adalah karya ikonis sang penulis. Setiap mendengar nama Charles Dickens, yang terlintas di benak orang-orang adalah Oliver Twist yang pertama kali terbit pada 1837, walaupun setahun sebelumnya sang maestro telah menerbitkan kumpulan tulisan "Sketches by Boz" dan angsuran novel "The Paperwicks Paper" yang pertama hingga dijadikan novel pada 1837 juga; dua karyanya yang mungkin asing di telinga para pembaca literatur. Setelah itu, pria kelahiran 1812 ini menelurkan sejumlah buku yang tak kalah mendunia, antara lain "Great Expectations" dan "A Christmas Carol".

***

Oliver Twist kecil tak akan menyangka bahwa hidupnya akan seberat ini. Setelah ditinggal mati sang ibu, ia hidup terlunta-lunta, dari hidup bersama 20-an anak di rumah Bu Mann, lalu berpindah ke rumah penampungan milik Pak Bumble, lalu dijual ke Pak Sowerberry si tukang peti mati. Oliver harus tidur di salah satu peti mati di rumah Pak Sowerberry, sampai ia tidak tahan dengan anak lain yang bernama Noah karena mengejek ibunya yang katanya "bukan wanita baik-baik".

Oliver Twist akhirnya memberanikan diri untuk kabur dari tempat tinggal Pak Sowerberry, ia bertekad menuju London. Setelah berhari-hari, ia sampai tujuan dan bertemu dengan anak laki-laki bernama Jack Dawkins. Jack Dawkins membawanya ke sebuah tempat dan diperkenalkan dengan seorang pria bernama Fagin yang mengambil semua barang-barang Oliver untuk dicuci. Ternyata di balik kebaikannya, Fagin ada maksud tertentu pada Oliver dan semua anak-anak yang tidur di tempatnya. Sepertinya, hal-hal buruk selalu menimpa Oliver Twist sampai ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang biasa dipanggil Pak Brownlow.