26 Desember 2016

Alasan Memilih untuk Tidak Menikah dalam Elegi Rinaldo

Edited by Me

Apa yang kamu pikirkan saat mendengar kata ‘menikah’? Sebagian besar orang pasti akan berkeringat dingin saat membicarakannya. Pernikahan memang bukan hal main-main. Bukan hanya merasa bahagia lalu mengucap janji suci, namun juga soal ketulusan yang besar untuk hidup bersama sampai ajal. Siapkah dengan semua itu? Saking rumitnya, sebagian orang memilih untuk tidak dekat-dekat dengan kata 'menikah'. Membicarakannya saja tidak mau, apalagi mencari pasangan untuk diajak hidup bersama.

Tentu mereka beralasan. Alasan kebanyakan adalah mereka ingin mengejar kariernya dulu dan tidak mau buru-buru. Sebuah badan riset di Amerika Serikat melakukan survei komparasi rata-rata tahun orang-orang menikah pada dua masa yang berbeda. Hasilnya menyebutkan bahwa pada 1980, rata-rata pria menikah adalah umur 25 tahun dan wanita 22 tahun. Sedangkan pada 2011, rata-ratanya meningkat; untuk pria adalah 29 tahun dan 27 tahun untuk wanita. Hasil tersebut memberikan konklusi bahwa orang zaman sekarang tidak ingin buru-buru untuk menikah dan menjadi orang tua. Alasan yang masuk akal kan? Lalu, apa alasan lainnya seseorang memilih untuk tidak menikah?

1. Berpikir Menikah itu Konyol

Bagi sebagian orang, menikah sebuah hal yang konyol. Mereka yang berpikir menikah itu konyol selalu beranggapan bahwa menikah bukan tujuan hidup mereka. Membuang kebebasan mereka untuk terikat kepada orang lain untuk sisa kehidupannya. Sebagian yang lain merasa jika menikah akan membuat keperawanan mereka yang sudah mereka jaga baik-baik itu luruh. Yah, sebenarnya mereka sedikit-banyak hanya membuat alasan-alasan saja bahwa menikah itu konyol. Sebenarnya mereka hanya belum siap untuk melakukannya. People change, though!

2. Kehilangan Seseorang yang Amat Dicintai

Ini alasan yang lebih bisa diterima. Pernahkah kamu mencintai seseorang? Merasa bahwa dirinyalah orang paling tepat untuk menghabiskan hidup bersamamu? Kamu akan selalu terbayang-bayang akan dirinya; menikah dengannya, memiliki anak darinya, menghabiskan masa tua bersamanya. Hal-hal utopis paling konkret yang bisa kamu impikan. Hingga pada satu waktu, kau kehilangannya. Entah karena kalian cekcok dan tidak bisa mempertahankan hubungan lagi, ditinggal kawin karena kamu lama memberikan kepastian, atau si dia diambil Yang Maha Kuasa. Kehilangan itu akan membuat impianmu menguap dan akhirnya kamu memutuskan untuk tidak menikah sampai kapan pun. But, again, people change!

Judul : Elegi Rinaldo
Pengarang : Bernard Batubara
Penerbit : Falcon Publishing
Tahun : 2016
Dibaca : 20 Desember 2016
Rating : ★★★★

Seusai membaca buku ini, aku masih dirundung keheranan tentang seleraku pada buku-buku bergenre romance yang coba kubaca. Begini, suatu ketika aku coba membaca satu buku romance yang ditulis oleh penulis yang sudah menerbitkan banyak buku spesialisasi romance, namun aku tidak menyukainya sampai berhenti sebelum selesai. Namun, suatu ketika aku membaca yang lain lagi dengan label romance yang sama tapi aku ikut hanyut terbawa cerita. Adakah yang salah dengan keherananku ini? Haruskah datang ke psikolog untuk tahu mengapa aku memiliki penilaian berbeda pada buku dengan jenis yang sama? Atau mungkin aku tidak perlu mencari tahunya?

***

Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku menjabarkan alasan seseorang memilih untuk tidak menikah di atas. Hal ini karena dua tokoh utama pada buku ini—Aldo dan Jenny—memiliki paham yang sama: menganggap menikah bukan sesuatu yang penting, setidaknya bagi mereka sendiri. Masing-masing memiliki alasan tersendiri tentang paham yang mereka anut. Kau akan tahu kalau dua alasan yang kujabarkan di atas adalah alasan dari Aldo dan Jenny. Pertanyaan selanjutnya adalah, dari kedua alasan tersebut, alasan mana yang milik Aldo dan milik Jenny?

Aku tidak akan memberikan uraian singkat kisah Aldo dan Jenny pada buku ini. Aku pikir pembahasan tentang menikah di atas dan petunjuk pada paragraf sebelum ini sudah memberikan ketertarikan sendiri tentang kisah mereka berdua. Aku hanya akan berkomentar tentang pertemuan pertama mereka berdua. Aku suka dengan bagian yang itu. Aldo yang abai dan Jenny yang judes memberikan warna yang berbeda tentang kisah ini. Dan aku yakin akan menyukai kisah mereka berdua.

***

Masa bodoh tentang betapa labilnya aku menilai sebuah buku bergenre romance. Intinya: aku menyukai buku ini. Kisahnya begitu mengalir dan mudah dicerna. Walaupun banyak drama di sana-sini yang ftv-ish dan sinetron-ish, tapi tetap realistis. Maksudku, kadang sebuah cerita dibuat dramatis tanpa melihat apakah alur dan bumbu-bumbunya masuk di akal atau tidak. Seperti misalnya, sang pemeran utama pria yang mengalami amnesia terpelanting lalu ingatannya kembali. Padahal, orang yang didiagnosis amnesia tidak serta-merta mendapatkan ingatannya kembali hanya karena kepalanya terbentur.

Selain interaksi yang terjadi antara Aldo dan Jenny, aku suka bagaimana penulis menyelipkan hal-hal yang bisa menjadi wawasan tambahan bagi pembaca. Aldo yang bekerja lepas sebagai fotografer memberikan detail tentang kamera yang dipakainya untuk memotret objek, sampai ke lensa-lensanya. Namun, hanya satu kekurangan buku ini: terlalu Jakarta. Aku bisa membayangkan Aldo menjemput Jenny di kosnya di Kemang. Aku juga bisa membayangkan Jenny dan Tante Fitri ber-girls' day out di Grand Indonesia. Tapi siapa peduli kalau ceritanya sudah begitu mengalir?

Di sebuah grup obrolan, seseorang sempat membagikan poster film pribumi yang akan tayang pada tahun depan. Seisi grup bertanya-tanya tentang dua sejoli pada poster itu yang saling berciuman: apakah sudah sebebas itu kini di Indonesia? Sudah terlalu kebarat-baratankah? Yah, buku ini juga ada adegan ciumannya. Sebenarnya, hal itu tidak masalah bagiku. Aku khawatir saja buku ini dibaca oleh anak-anak di bawah umur yang masih belum mengerti apa arti sebuah ciuman. Seharusnya, label dewasa tersemat pada sampulnya.

Akhir kata, melalui buku ini, kamu akan tahu bahwa orang-orang berubah. Seseorang yang bersikukuh menganggap ia tidak akan menikah akhirnya memiliki alasan lain untuk mengucapkan janji suci kepada pasangannya. Alasan tersebut haruslah kuat. Kamu bisa mencari tahu bagaimana alasan kuat bisa berubah seratus delapan puluh derajat melalui buku ini. Dan dari kisahnya yang ftv-ish dan sinetron-ish, aku mendukung buku ini diadaptasi menjadi sebuah film atau serial televisi. Plotnya sudah menarik. Buku yang menyenangkan!

***

Buku ini adalah satu dari lima buku seri Blue Valley yang diterbitkan Falcon Publishing, penerbit yang baru didirikan tahun ini. Empat buku lainnya adalah "Lara Miya" karya Erlin Natawiria, "Asa Ayuni" karya Dyah Rinni, "Senandika Prisma" karya Aditia Yudis, dan "Melankolia Ninna" karya Robin Wijaya. Garis merah pada kelima buku ini adalah Blue Valley, sebuah permukiman yang secara tidak sengaja dihuni oleh mereka yang kehilangan. Kamu bisa cari tahu tentang seri ini di sini.

ele.gi /élégi/ - syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita (khususnya pada peristiwa kematian).

12 komentar :

  1. Bukunya mewakili keresahan pribadi banget ya, Raaf?

    BalasHapus
  2. Aldo sama Jenny akhirnya menikah bukan? Wah, membuka akhir cerita :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang menjadi menarik pada buku ini adalah bagaimana mereka mengubah pandangan mereka tersebut. Untuk akhir ceritanya, aku yakin review teman-teman lain di Goodreads juga sudah mengindikasikannya. :)

      Hapus
  3. Kak Raafi resensinya selalu detil dan mendalam. Cara penyampaiannya pun bagus. Btw, Elegi Rinaldo dkk uda masuk list buku yang saya baca di Januari nanti. Penasaran sekali. Tak sabat ingin berkeliling dan verkenalan dg warga2 Blue Valley.

    Oya, ditunggu juga ya kk resensi utk buku2 blue valley berikutnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo, Bintang, segera dibaca! Worth-to-read kok! Terima kasih sudah mampir ya.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Terima kasih kembali karena sudah mampir, Hana. :)

      Hapus
  5. penasaran sama lima buku ini. judul sama covernya bagus2 :)

    BalasHapus
  6. reviewnya apik, bang Raaf. aku suka, pembahasannya mengembang. Ditunggu ulasan novel #BlueValley lainnya. Penasaran sama seri ini, tapi baru punya yang #LaraMiya. :D

    BalasHapus
  7. Belum pernah selesai baca novel BB, tapi sebenernya penasaran juga. Mungkin kapan kapan bakal nyoba lagii terutama seri ini

    BalasHapus
  8. HELPPP..! Aku kesulitan menulis review Elegi Rinaldo :(

    BalasHapus