22 Februari 2016

Reruntuhan Musim Dingin Blog Tour + Giveaway


Raafi dan Bibli kembali dipercaya menyelenggarakan blog tour sekaligus giveaway bersama Penerbit DIVA Press. Kali ini, kumpulan cerita pendek karya Sungging Raga menjadi tamunya. Jujur, aku belum membaca satu pun cerpennya. Bagaimana ya gaya penceritaannya? Langsung ditilik saja!

***
Pengarang : Sungging Raga
Penerbit : DIVA Press
Tahun : 2016
Dibaca : 21 Februari 2016
Rating : ★★★


Sejak tahun lalu, aku sedang dalam tahap menyukai sastra. Hampir semua buku berbentuk novel atau kumpulan cerita karya anak negeri aku coba nikmati. Tidak hanya keinginan mengeksplor lebih luas tentang karya-karya lokal, aku lebih ingin tahu bagaimana gaya penceritaan sastrawan-sastrawan ini berjibaku dengan kata-kata. Sungging Raga salah satunya.

Aku sebenarnya bertanya-tanya tentang nama pengarang; apa hanya sebuah nama pena atau itu memang ada dalam akta kelahirannya. Keren sekali jika nama itu benar nama aslinya.

Buku ini berisi 22 cerita pendek pengarang yang sebagian sudah diterbitkan di majalah dan koran nasional. Sebagian lagi sudah tayang di basabasi.co. "Reruntuhan Musim Dingin" adalah salah satu judul cerita pendek di dalamnya. Secara keseluruhan Sungging Raga memberikan cerita berciri surrealis dengan beberapa cerita yang mengusung perubahan alur cerita secara radikal, terutama pada paragraf-paragraf akhir. Oh ya, juga absurditas!

Latar-latar geografis dan nama daerah juga ditonjolkan pengarang sebagai pendukung kisah beberapa cerpennya. Latar semacam itu menjadi penting karena dapat memperdalam Dan sepertinya pengarang begitu menyukai Sungai Serayu karena beberapa cerpennya berlatar sungai yang menghidupi selatan Jawa Tengah itu.

Selain "Reruntuhan Musim Dingin", dua cerpen lain yang memikatku adalah "Sidareja, Sebuah Alkisah" dan "Suatu Hari, Semua Wanita Akan Berwarna Ungu". Ketiganya memiliki keterikatan batin yang kuat untukku, terutama perihal cinta, tema yang diangkat dalam kumpulan cerita ini. Mungkin benar kata orang-orang, cinta bisa kau temukan melalui media apa saja, begitu pun cerpen-cerpen karya Sungging Raga ini.

"Setiap kisah, setiap tokoh yang singgah dalam kehidupan kita, pada akhirnya akan menghilang, berpisah begitu saja, melanjutkan kisahnya bersama tokoh-tokoh lain yang tak kita kenal." - Reruntuhan Musim Dingin (hal. 68-69)

***

Giveaway!
Bagian yang ditunggu-tunggu tiba. Satu buku "Reruntuhan Musim Dingin" bisa kamu dapatkan pada giveaway Bibli kali ini. Perhatikan baik-baik ketentuan berikut.
  1. Ikuti akun Twitter @divapress01 dan sukai halaman Facebook Penerbit DIVA Press (wajib). Ikuti akun Twitter @raafian (opsional).
  2. Bagikan tautan giveaway ini via akun media sosialmu dengan mention akun Twitter atau Facebook di atas.
  3. Buatlah satu paragraf dengan frasa "reruntuhan musim dingin" pada kolom komentar. Sertakan Nama, Kota Domisili, dan Akun Twitter kamu sebagai data diri.
  4. Giveaway ini berakhir pada 28 Februari 2016. Pengumuman pemenang pada 29 Februari 2016.
  5. Pemenang dipilih berdasarkan jawaban yang menurut Bibli paling oke. Tahu kan, kadar "oke" Bibli?
Selamat bersastra dan semoga beruntung!


17 komentar :

  1. Nama : Ipeh Alena
    Kota Domisili : Bekasi
    Akun Twitter : @kuzuri87
    Link share : https://twitter.com/kuzuri87/status/701615829973016576



    Di kota Forbiden Gate, setiap orang yang tinggal di sana tak memiliki jiwa, konon begitulah kisah yang sampai di telinga Rose siang itu. Melalui kisah yang didengarkan di depan podium aula sekolah, dari bibir sang Profesor, matanya tampak kosong ketika menceritakan kisah ini. Jejak Forbiden Gate, tak lagi tampak semenjak perang saudara yang berkecamuk di daerah tersebut. Runtuh semua fundalisme yang pernah diciptakan pemimpinnya. Tapi, Rose mendengar bisikan Profesor Kim saat mengucapkan perpisahan, sebelum melambaikan tangan, "reruntuhan musim dingin, jejaknya masih ada." Kata itu terdengar jelas oleh Rose, meski ruangan aula bergema riuh tepuk tangan. Pertanda apa ini? Jantung Rose berdegup kencang.

    BalasHapus
  2. Nama: Didi Syaputra
    Domisili: Tembilahan, Riau
    Twitter: @DiddySyaputra

    Hey Gadis! Kau perlu tahu juga sadar, priamu terluka karenamu, terpuruk sebab hatinya tertawan tanpa sambutan, pun kini tekad jiwanya tak mampu berkutat. Ya, semua karenamu. Lagi-lagi karenamu. Serupa reruntuhan musim dingin lara yang diampunya, menitipkan beribu jejak pedih tanpa sedikit pun mampu dikemasi. Priamu lagi-lagi harus terbebani pedih, juga perih, dan itu karenamu.

    BalasHapus
  3. Nama: Rozi
    Akun twitter: @marcinhauchiha
    Domisili: Bojonegoro
    link share: https://mobile.twitter.com/marcinhauchiha/status/702316116475904


    jawaban: Desember adalah bulan yang indah bagi dunia. Ketika sebagian dunia tertutupi warna putih suci diantara warna pelangi bangunan-bangunan kota. Pohon-pohon berdaun hijau di taman kota kini berubah menjadi pohon-pohon gundul tak berdaun kurus dan tampak rapuh. Salju-salju berkilauan tertimpa sinar matahari, anak-anak bermain begitu cerianya ditumpukan-tumpukan salju. Di sepanjang jalan taman kota menampilkan nuansa dingin nan romantis, bermahkotakan ranting-ranting pohon tak berdaun dan beralaskan warna putih salju, semua itu mengingatkan kisahku ketika pertama kali bertemu denganya dulu, di bawah 'reruntuhan musim dingin' yang rapuh aku jatuh cinta padanya.

    BalasHapus
  4. Nama: Rizki Madfia
    Kota Domisili: Kota Jambi
    Akun Twitter: @blogpostrizki

    Jantungnya berdegub kencang. Dia terlihat takjub. Tampak sebuah batu seukuran telur angsa berpendar keperakan di hadapannya. Harta karun yang dicarinya selama ini telah berhasil ditemukan. Dia hanya perlu mengulurkan tangan meraih batu bertuah nan berharga yang dijuluki "Reruntuhan Musim Dingin" itu. Nafasnya kini tertahan, tangannya terulur. Bisa dirasanya udara dingin menguar di sekeliling batu itu. Dia mulai menggenggamnya. Seakan batu tersebut hidup dan liar, tangannya tersengat. Sengatannya begitu tajam. "Aaaahh!!" Dia berteriak dan dengan napas terengah dan terduduk di atas sebuah ranjang. Bersamaan dengan itu sebuah benda yang sedikit cair terhempas ke lantai. Terdengar suara tawa dari balik pintu kamarnya yang terbuka. Adiknya itu selalu punya cara jitu untuk mengeluarkannya dari dunia mimpi. Pagi ini dengan membuatnya menggenggam es batu.

    BalasHapus
  5. Nama: Wazi Fatinnisa
    Domisili: Mataram, NTB
    Akun Twitter: @wazifa19

    Bangunan berlantai dua itu masih saja angkuh menatap jalanan kota yang basah.
    Musim dingin sebentar lagi berakhir. Salju yang memenuhi atap-atap bangunan mulai mencair. Ia kembali melewati jalan di depan bangunan itu setelah sekian lama. Tiga tahun lalu, degup jantungnya selalu bergemuruh setiap kali ia melewati bangunan berlantai dua itu. Namun kali ini cahaya matanya tiga tahun yang lalu tak lagi sama saat ia memandang bangunan itu. Barangkali gemuruh di jantungnya terkikis karena reruntuhan musim dingin tiga tahun lalu.

    BalasHapus
  6. Nama : Ratnani Latifah
    Domisili : Jepara
    Twitter : @ratnaShinju2chi

    Reruntuhan di musim dingin. Yah, kata itu mungkin sangat tepat menggambarkan keadaan Shaina saat ini. Bagaimana tidak? Saat ini memang sedang musim dingin dan dia ..., semua mimpi--serpihan-serpihan harapan yang sudah ditanama perlahan mulai berguguran ke jurang. Semua yang sudah dia bangun dengan susah payah, bahkan hingga memeras keringat juga darah. Ah! Menggelikan. Shaina menarik napas, mengepalkan tangan dan menggigit bibir. Dia benci dengan mereka semua. Inikah balasan dari sebuah kepercayaan yang dia berikan? Ketika Shaina sudah belajar akan makna ketulusan, lagi-lagi dia dihempasakan dengan kasar.

    BalasHapus
  7. Nama: Eka Putri
    Domisili: Jakarta
    Twitter: @ekafap

    Perempuan itu selalu duduk di sana, di kursi taman yang dinaungi pepohonan. Saat di penghujung musim gugur selama dua tahun terakhir ini, hanya perasaan hampa yang menyelimuti hatinya. Padahal dulu ia sangat menyukai musim gugur. Musim dimana ia dapat bermandikan dedaunan berwarna-warni yang berguguran diterpa hembusan angin, pemandangan yang selalu dianggap indah dan tidak pernah membuatnya bosan. Setidaknya sebelum semua peristiwa itu terjadi, peristiwa yang menorehkan luka dan terpatri jelas dalam ingatannya. Apakah kini ia membenci musim gugur? Karena ketika musim gugur berakhir, ia harus menghadapi musim dingin yang membawanya pada memori itu dan membuatnya terjebak di dalamnya. Reruntuhan Musim Dingin. Ya, Reruntuhan Musim Dingin selalu membuat riak dalam ketenangan yang ada pada sepasang manik mata itu.

    BalasHapus
  8. Nama: Citra Larasari
    Domisili: Palu, sulawesi Tengah
    Twitter: @citra_larasari

    -Jarak dan Reruntuhan Musim Dingin-
    Setidaknya, seperti sebuah ingatan yang terus membungkam diri. Aku tak pernah bisa menjelma peri yang selalu ada jika peluh mendekapmu hingga sesak. Bahkan saat remuk redam rindumu menghimpit tanpa memberi ampun. Aku hanya mampu menatap itu dari jarak yang tercipta dalam dekade kita.
    Seperti dedaunan yang mulai luruh dari kokohnya tangkai. Atau mungkin seperti 'reruntuhan musim dingin' yang kala itu dihadirkan waktu bagi kita. Semua yang sempat bersama, selalu saja harus menemui pisah yang tak pernah diminta. Semua yang melangitkan pinta pada cinta, selalu saja mendapati hati yang siap patah.
    -citra

    BalasHapus
  9. Nama: Nina I M
    Domisili: Tabalong, Kalsel
    Twitter: @NaIsMa_
    Jawaban:
    Penghitung waktu belum menunjukkan lampu merah akan segera berganti hijau. Aku memejam sambil melafal doa-doa, menenangkan diri. Kuingat tatapannya yang tenang menyiratkan keyakinan. Kuingat senyumnya yang kubaca sebagai pemakluman saat kukatakan aku membutuhkan waktu setidaknya satu minggu. Kupikir, inilah pertanda bahwa memang sudah saatnya aku membiarkan reruntuhan musim dingin hanyut dan mencair. Bukankah sudah dua musim semi kulalui dengan tetap membeku? Ya, ya, inilah saat yang tepat untuk merayakan pergantian musim bersama kuncup-kuncup bunga yang bermekaran. Aku siap. Kendaraan paling depan mulai bergerak maju saat aku membuka mata. Lima menit lagi, di warung tenda tempat kami berjanji bertemu, aku akan tiba dengan membawa sebuah jawaban.

    BalasHapus
  10. Imam hr m
    Yogyakarta
    @imam_tum

    "Ayolah, tidak bisakah bicara yang ringan ringan saja? Berapa harga cabai di pasaran saat ini?"
    - Rayuan Sungai Serayu, hal. 87 -

    # paragraf sebelumnya, kalimat terakhir. Asik juga. ^_^

    BalasHapus
  11. Siti Aminah
    Jakarta Utara
    @Siti7Aminah
    'Reruntuhan Musim Dingin'mengapa kalimat itu begitu mendebarkan ketika kuucapkan? ingatan apa yang terlupakan otakku tentangnya? atau ada sesuatu yang magiskah dari kalimat itu? keinginan yang besar untuk melihat salju atau sebab dan akibatnya? Huh, bagaimanapun kalimat itu terdengar aneh ditelingaku jadi mungkin memang harus dilupakan..
    "Hey gadis kecil sudah saatnya mengetahu alasan ke-kleptomaniakkanmu" seorang perawat pria mengantarku masuk ke ruangan, dari belakangku aku mendengar ia berbicara "Aneh, padahal orang tuanya seorang hakim, dan ia malah menjadi pencuri.." lala pintu pun ditutup

    BalasHapus
  12. Ketika kata tak dapat menjelaskan apa yang terjadi, hingga mencari orang yang berarti pun tak sanggup lagi. Ia hanya bisa menunggu hingga reruntuhan musim dingin menyapanya, menemaninya, hingga memberitahunya bahwa dahulu kala, cintanya mekar ketika musim semi. Karena rasa yang pernah ia miliki meleleh setiap bertemu musim panas. Trauma yang ia rasakan menghilangkan ingatannya akan kemunafikan cinta pada musim gugur dan mendoktrin dirinya untuk menunggu reruntuhan musim dingin.

    Nama: pramestya
    Domisili: temanggung
    Twitter: @p_ambangsari

    BalasHapus
  13. Nama : Irfan Rizky
    Twitter id : @irfansebs
    Domisili : Bogor, Jabar
    Link share : https://mobile.twitter.com/irfansebs/status/703816248371617792?p=v

    "Ayo!" ajaknya setengah menyentak lenganku. Aku mengangguk, kemudian kualihkan pandanganku dari reruntuhan musim dingin di depan sana. Keindahan seperti itu tidak akan pernah bisa lagi kulihat di kampung halamanku, tempat para pemimpin busuk dan rakyat-rakyat bodoh yang sedikit demi sedikit menghancurkan alam raya yang mereka pijak. Cih! Aku benci harus kembali ke sana. Kuharap aku bisa tetap di sini, selamanya, tempat di mana aku merasakan cinta dan benar-benar hidup. Namun, tak mungkin. Takkan pernah mungkin. Tuhan telah begitu kejam kepadaku. Dengan berat hati kuikuti pria-pria berpakaian serba hitam di hadapanku, menuju ke dalam pesawat. Di dalam, seusai kutemukan bangkuku, kutatap lagi reruntuhan musim dingin itu untuk terakhir kali. Memerangkap pesonanya sebisa mungkin dalam kepala. Aku tersenyum sedih seraya menggumamkan perpisahan dalam hati. Kemudian, kudengar suara pilot dengan jelas dari speaker di atas kepalaku. "Passanger, this isn't your captain speaking." Lalu, entah dari mana, para lelaki berpakaian hitam itu berdiri dan mengeluarkan pistol yang ditodongkan kepada kami. Awalnya kudengar suara letusan, kemudian meledaklah kepalaku. Lalu gelap.

    BalasHapus
  14. Nama: Sitta Thata
    Domisili: Kudus
    Twitter: @sittawahab

    Dalam ringkuknya, gadis berselimut abu-abu itu kerap kali berharap, kamar gelap mampu menyembunyikannya dari apa-apa yang menyergap. Sekeliling hitam, tak satu pun kelihatan, lalu terlelap nyaman. Namun sesuatu terjadi ketika ia menyadari waktu berjalan mundur, jauh ke belakang dengan jarak dan kecepatan tanpa kendali. Tubuhnya mendadak gigil, giginya gemeretak, matanya menangis, hatinya teriris. Reruntuhan musim dingin setahun lalu datang lagi menyerbu hati; lelaki berkacamata, perselingkuhan, perpisahan, kenangan.

    BalasHapus
  15. Nama : Ahmad Rosyid Mustaghfirin
    Domisili : Yogyakarta
    Twitter : @ahmadrosyidmus


    Dulu negeri ini memiliki musim dingin. Aneh memang, musim dinginnya terjadi antara jarak musim hujan dan kemarau. Musim itu turun di bawa Tuhan. Setiap jarak anatara musim hujan dan kemarau, Tuhan selalu turun di negeri ini untuk menikmati negeri kesayangannya ini sampai menjelang musim kemarau. Di tepian danau sana Tuhan mendirikan rumahNya. Rumah itu kecil, dikelilingi bunga yang dibawa Tuhan dari surga. Bunga itu meranggas setiap musim dingin tiba dan bersemi menebarkan kuntum-kuntum warna-warni di pucuk dahannya. Ketika bunga itu mekar, warna-warninya menjulang ke langit membentuk pelangi. Tapi sayang, rumah Tuhan di tepi danau itu kini hanya tersisa puing-puing belaka. Rumah mungil itu dihancurkan oleh manusia yang tidak berketuhanan di hatinya. Sejak saat itu, Tuhan jarang sekali turun mengunjungi negeri ini lagi. Akibatnya, sekarang negeri ini hanya memiliki dua musim, musim hujan dan musim kemarau. Namun pada waktu tertentu, antara musim huja dan musim kemarau, di sekeliling puing-puing reruntuhan itu turun salju putih membawa hawa dingin yang menggigilkan. Pada tengah malam bunga-bunga surga terkadang muncuat dari balik salju putih. Orang-orang menyebut tempat itu reruntuhan musim dingin. Dan Tuhan sesekali duduk di antara puing reruntuhan rumahNya itu.

    BalasHapus