19 Januari 2016

Ulasan Buku: The Complete Persepolis

Sampul
Judul : The Complete Persepolis
Pengarang : Marjane Satrapi
Penerbit : Pantheon
Tahun : 2007
Dibaca : 18 Januari 2016
Rating : ★★★

"In life you'll meet a lot of jerks. If they hurt you, tell yourself that it's because they're stupid. That will help keep you from reacting to their cruelty. There is nothing worse than bitterness and vengeance. Keep your dignity and be true to yourself." (hal. 150)

Buku ini termasuk mudah untuk dibaca. Dengan gaya bahasa ringan tetapi lugas, memberikan gambaran konkret penulis kepada pembaca. Selain itu, buku ini adalah komik strip dengan gambar-gambar yang lebih berbicara ketimbang tulisannya sendiri. Awalnya aku pikir buku ini adalah kolaborasi penulis dengan ilustrator komiknya. Tetapi setelah dicari tahu gambar komiknya juga dibuat sendiri oleh penulis, karena ia adalah seorang ilustrator.

***

Marjane masih remaja tanggung ketika rezim tiba di Iran dan menginginkan Iran menjadi negara Islam yang patuh dan tunduk. Semua pria diharuskan memanjangkan jenggot dan brewoknya. Sedangkan semua wanita diharuskan memakai kerudung. Begitu pun seluruh siswi di sekolah, termasuk Marjane.

Marjane diminta orangtuanya untuk meninggalkan Iran untuk melanjutkan pendidikannya. Austria menjadi negara yang tepat karena menggunakan bahasa Prancis yang sedikit-banyak sudah diketahui Marjane. Banyak kejadian-kejadian yang menimpa Marjane, dari melihat orang lain berhubungan badan hingga ia menjadi pengedar ganja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apakah Austria membuatnya lebih buruk, atau malah membuka pikirannya?

***

Aku tidak begitu memahami secara mendetail tentang pergolakan yang terjadi di Iran itu. Aku lebih melihat perkembangan karakter si tokoh utama. Bagaimana kehidupannya yang normal lalu perang itu datang lalu membuatnya berubah menjadi lebih kritis. Benar kata pepatah yang mengatakan semakin kau dikekang, semakin kau berusaha untuk melanggar peraturan-peraturan yang ada. Ini pepatah bukan ya?

Ilustrasi pada halaman 5
Tapi dari semua gambaran yang diberikan Marjane dalam bukunya—tentang bagaimana ia menentang revolusi Iran—malah tidak menjadikanku berempati terhadapnya. Menurutku, polah tingkahnya yang berubah memberikan contoh yang kurang baik. Aku abstain tentang Marjane yang tidak suka mengenakan kerudung. Aku juga abstain ketika Marjane merokok. Tapi, menjadi pengedar ganja?

Lalu aku diingatkan kembali bahwa buku ini adalah memoar. Sebuah kisah nyata yang baik atau buruknya sudah dilalui oleh penulis. Aku juga pasti punya hal buruk yang pernah dialami selama hidup. Dan hal itu biasanya bergulir begitu saja tanpa disadari dan tanpa diinginkan. Dan buku ini membuatku lebih mengerti tentang pilihan-pilihan yang sesuai dan tidak akan memberikan penyesalan di kemudian hari.

Bahasan yang aku angkat ringan kan? Aku sama sekali tidak membahas mengenai revolusi Iran pada tahun 80-an. Aku hanya melihat dari kacamata hematku tentang si tokoh utama. Marjane yang gigih. Marjane yang berani mengemukakan pendapatnya. Marjane yang selalu berakhir pada Tuhan ketika pilihan-pilihan berat menghadangnya. Ringkasan perilaku yang bisa diambil contoh. Kisah pelaku yang bisa diambil hikmah.

"That day, I learned something essential: we can only feel sorry for ourselves when our misfortunes are still supportable. Once this limit is crossed, the only way to bear the unbearable is to laugh at it." (hal. 266)

3 komentar :

  1. pernah ingat animasinya ditayangkan di metro tv gak? Pas lebaran loh, and I read that notation too far. Anyway, yah, memang saya juga gak bisa bersimpati pada Marjane, tapi saya tau satu hal, saya bersyukur hidup di Indonesia :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, setuju sama Mba Mide! saya malah baru tahu nama penulis dari teman kantor yang punya buku ini, lalu saya pinjam deh.

      Hapus
    2. Hai semua salam kenal, saya sedang cari buku ini versi terjemahan. Penerbit mana aja ya yang ambil hak terjemahannya di Indoneisa? Terimakasih :)

      Hapus