17 April 2015

Pay It Forward

Sampul
Judul : Pay It Forward
Pengarang : Emma Grace
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2015
Dibaca : 16 April 2015
Rating : ★★★

Sore itu aku menerima paket yang diantarkan kurir berisi buku ini, dan pada hari itu juga aku menyelesaikan buku ini. Memang aku kangen melahap buku karena beberapa hari terakhir berkutat dengan beberapa buku yang tidak selesai dibaca. Selain itu, aku tergoda oleh logo di pojok kiri atas yang tertulis "Young Adult". Apa sih isinya?

***

Diceritakan Gitta dan Tedjas tidak pernah aku selama tiga tahun. Masing-masing memiliki pandangan buruk satu sama lain. Gitta menganggap Tedjas seorang yang angkuh dan tak tanggung jawab, mengingat apa yang Tedjas lakukan pada masa orientasi di awal kuliah. Tedjas pun berpikiran Gitta terlalu kaku dan sombong.

Pada suatu ketika Tedjas berkomentar pada status Facebook Gitta. Komentar yang membuat Gitta panas-dingin karena hal itu seperti bencana yang akan menimpanya. Gitta tidak mau lagi berhubungan dengan Tedjas. Tapi karena Tedjas sudah menyatakan komitmen pada Gitta dengan komentar itu, Gitta mau tidak mau harus menepis apa yang ada dalam pikirannya.

***

Ceritanya mengalun ringan. Setelahnya kalian pasti tahu apa yang terjadi. Tetapi dengan konflik keluarga yang dialami Gitta dan Tedjas, buku ini bisa dibilang tidak melulu kisah mereka berdua. Gitta dan Tedjas harus menjalani kehidupan mereka yang tidak sempurna karena hanya memiliki orangtua tunggal. Hal yang juga membuat mereka merasa senasib sepenanggungan.

Letters Hidden Behind Her
Aku menyukai buku ini, tapi cukup di situ saja. Bahasanya memang enak dibaca, tetapi hal-hal teknis menggangguku. Aku menjelaskannya dalam poin-poin sebagai berikut. Dan ingat, ini versiku.
  • Pergantian adegan tidak berhubungan. Hal itu memang tidak kentara, tetapi aku serasa dibawa loncat-locat karena tidak terlalu mulus. Contohnya kejadian ketika Gitta tiba-tiba menyambangi rumah Tedjas setelah dia bersedih hati tentang misteri keluarga ibunya.
  • Latar waktu kurang ditonjolkan. Aku tidak jarang merasa bingung pada satu adegan karena kurang keterangan waktu. Pada satu kejadian Gitta berada di masa lalunya, tetapi pada paragraf berikutnya tahu-tahu dia kembali ke kejadian yang sedang berlangsung. Mungkin bila dipenggal lebih rapi, kekurangan ini bisa teratasi.
  • Inkonsistensi kalimat langsung tidak baku. "Tidak" yang diganti "nggak" dan "ingin" dengan "pengin" sudah benar. Tetapi ada beberapa kata yang tetap dibiarkan baku. Contohnya "kalau" yang bisa diganti "kalo", "memang" dengan "emang", "bagaimana" dengan "gimana".

Poin-poin itu mungkin tidak begitu memengaruhi pembaca karena memang tidak terlihat sekali. Pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan Gitta dan Tedjas sangat mengalihkan; membuat pembaca ingin terus membacanya untuk mengetahui jawaban-jawabannya. Dan aku salut! Pengalih perhatian seperti ini sangat dibutuhkan untuk membuai pembacanya yang bahkan bisa bosan karena cerita yang datar-datar saja.

Sampai saat ini aku masih sedikit ragu mengartikan judul buku ini dengan keseluruhan isi cerita. Memang "Pay It Forward" adalah gerakan yang diikuti Gitta di laman Facebook-nya yang membuatnya kenal Tedjas lebih jauh, karena komentar Tedjas itu.

Tapi mungkin ada lagi yang lain tentang frasa itu. Mungkin seseorang harus melakukan kebaikan lebih dahulu sebelum ia mendapatkannya. Seperti kita harus membayar di muka atas barang yang ingin kita beli. Karena apa yang kita dapat adalah hasil dari apa yang kita beri, kan?

"Ayolah, Git. Hati kecil lo juga tahu, itu hal yang benar yang harus lo lakuin. Dan hal yang benar tak selamanya mudah." Kartika (hal. 70)

Ulasan ini untuk tantangan Young Adult Reading Challenge 2015.

3 komentar :

  1. Hahahaha. Makasih riviunya... *ngewakilin yang nulis*

    BalasHapus
  2. Jadi inti ceritanya apa sih? #gagalpaham

    BalasHapus
    Balasan
    1. intinya, menurutku, Gitta dan Tedjas struggle akan kehidupan yang tidak sempurna karena faktor keluarga dan mereka bertemu untuk mengatasinya bersama.

      Hapus