30 Mei 2014

The False Prince

Sampul
Judul : Pangeran Palsu
Judul Asli : The False Prince (The Ascendance Trilogy, #1)
Pengarang : Jennifer A. Nielsen
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2013
Dibaca : 27 Mei 2014
Rating : ★★

Heran sendiri karena membaca buku yang seru ini memakan waktu hampir 10 hari. Yah, walaupun memang kesibukan yang sudah mulai padat, seharusnya aku selesai membaca ini hanya tiga hari saja.

Never mind! Novel ini membuatku berpikir akan satu hal yaitu tentang latar kerajaan yang tidak seperti kerajaan. Yang selalu terngiang ketika membaca buku berlatar kerajaan pastilah misterius, spooky, dan sangat kental dengan nuansa kasta. Tetapi tidak untuk yang satu ini. Penulis tidak begitu menonjolkan latar kerajaan. Malah yang kudapat adalah nuansa modern.

Ide cerita sangat menarik. Dengan kondisi suatu kerajaan yang tidak memiliki pangeran atau raja untuk memimpin kerajaan itu. Seseorang harus menggantikan jabatan itu, hingga mulailah salah satu petinggi mencari pengganti pangeran.

Hingga suatu hari di utara kerajaan Carthya, seorang anak yatim-piatu bernama Sage ditemukan oleh Connor. Connor adalah salah satu regen -semacam anggota legislatif- kerajaan. Connor mempunyai keyakinan mencari anak-anak di seluruh negeri untuk menggantikan Pangeran Jaron yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Tentu saja keyakinan itu bermaksud untuk menjadikannya menjadi lebih dipandang.

Kerajaan Carthya
Nah. Itu berarti anak-anak ini bukan keluarga kerajaan. Itu berarti ada beberapa kandidat calon pangeran sebagai pengganti Pangeran Jaron. Itu berarti pangerang tersebut adalah Pangeran Palsu.

Ya. Itu semua benar. Dan Sage adalah salah satu anak yang beruntung masuk seleksi pencarian bakat nyanyi Pangeran-Jaron-Palsu. Selain Sage, ada juga Roden, Latemer dan Tobias. Mereka hampir mirip. Tapi hanya ada satu Pangeran Jaron. Dan yang lainnya harus pergi. Ya, pergi dengan cetak miring. Hal itu bertujuan untuk menutupi rencana “baik” Connor yang sudah tertata rapi.

Seru bukan? Aku yakin belum ada kisah kerajaan yang nge-twist sebrilian ini. Kalian akan selalu menebak bagaimana selanjutnya; bagaimana akhirnya. Tapi kalian mungkin tidak akan merasa benar dengan tebakan kalian itu. Tidak bisa diprediksi.

Itulah mengapa aku suka dengan novel ini hingga aku memberikan 5/5 kepada sang penulis yang jenius.

Jennifer A. Nielsen
Terlepas dari semua kegaharan novel ini, masih ada ketidak-sempurnaan. Entah penyunting atau penerjemah yang belum bekerja maksimal, masih banyak kata-kata keseleo yang membuat jalan cerita terdengar aneh. Hal itu membuatku membaca ulang bagian itu dan menerka-nerka kata apa yang pas. Sayangnya, aku tidak menandai bagian yang rancu itu karena masih terlena dengan bagaimana-selanjutnya-bagaimana-akhirnya.

Paramount Pictures
Dari semua sisi, novel ini menjadi novel fantasi favoritku dan menjadi rekomendasi bagi kalian penggemar novel fantasi. Ah, tidak sabar dengan The Runaway KingDan, katanya mau difilmkan juga; yang sebenarnya beritanya sudah beberapa tahun yang lalu. Kalian bisa cek di sini.

11 Mei 2014

The Demigod Files

Sampul
Judul : The Demigod Files
Pengarang : Rick Riordan
Penerbit : Nourabooks 
Tahun : 2014
Dibaca : 3 Mei 2014
Rating : ★★

Sudah lima belas buku  –dengan ini– penulis yang kubaca, tapi aku masih merasa kagum. Ceritanya seru dan tidak membosankan seperti biasa. Begitu juga dengan buku ini yang berisi tentang cerita pendek petualangan Percy Jackson dan kawan-kawannya. Selain itu ada juga wawancara penulis dengan beberapa demigod krusial seperti Percy, Annabeth dan juga Grover.

Ada tiga buah cerita pendek yang tersaji dalam buku ini. Yang pertama adalah Percy Jackson dan Kereta Perang Curian, Percy Jackson dan Naga Perunggu, serta Percy Jackson dan Pedang Hades. Ketiganya sepertinya cerita yang krusial mengingat tidak terjamah di seri Percy Jackson & The Olympians dan The Heroes of Olympus.

***

Chariot
Dalam cerpen pertama, Percy Jackson berurusan dengan kereta perang milik Clarisse yang dicuri oleh saudara dewanya Clarisse yaitu Phobos dan Deimos. Nama kedua saudara Clarisse terdengar seperti dua satelit yang mengelilingi planet Mars. Memang nama bulan itu diambil dari kedua dewa minor itu.

Phobos melambangkan ketakutan. Deimos melambangkan teror. Kata phobia juga berasal dari nama Phobos ini. Anyway, mereka berdua sungguh jahil terhadap Clarisse. Dengan mengambil dan menyembunyikan Kereta Perang milik ayah Clarisse, Ares, membuat Clarisse takut setengah mati bila misi mengembalikan kereta itu gagal. Ares akan sangat marah.

Di situlah Percy datang. Membantu Clarisse –yang walaupun bukan teman baik– menemukan Kereta Pedang itu. Seru! Kita jadi lebih mengenal Clarisse dengan membaca ini. Bagaimana Clarisse takut pada sang ayah dan bagaimana detail-detail lain mengenai dirinya terkuak. Mau tahu? Bacalah...

“Dewa rasa takut tampak ketakutan.” (hal. 36)

***

Percy kembali bertualang, masih di sekitar Perkemahan Blasteran di Long Island. Kali ini dengan Charlie Beckendorf dan Tim Biru melawan Annabeth Chase, Silena Beauregard, dan Tim Merah dalam permainan Tangkap Bendera. Tapi ada yang salah...


The Couples
Yah. Apa sih yang ga ada yang salah bagi para demigod? Kali ini adalah kepala Naga Perunggu yang dibawa oleh semut raksasa. Mereka ingin mengambil kepala itu. Dan mulailah petempuran seru antara Percy, Annabeth, dan Silena melawan kawanan semut raksasa. Beckendorf? Dia ditawan oleh kawanan itu ketika memutuskan untuk mengambil kepala naga raksasa itu tanpa pikir panjang. Sehingga teman-temannya harus menyelamatkannya.

***

Ketiga adalah petualangan anak tiga dewa utama: Zeus, Poseidon, dan Hades dalam menyelamatkan pedang hades yang dicuri. Mereka bertiga adalah Thalia, Percy, dan Nico. Pedang ini sangat penting karena bias mengubah kekuasaan Hades menjadi lebih tinggi seperti Zeus dan Poseidon.

Persephone
Istri Hades-lah yang membuat mereka bertiga bertemu dan memberikan misi; Persephone, karena Hades terlalu malu untuk meminta bantuan bahkan pada anak demigodnya sendiri. Aku tak perlu memberi tahu siapa pencuri pedang Hades itu.

Di sini juga pertemuan Percy dengan Bob. Salah satu anak utama Titan yang bernama asli Iapetus. Kalau kalian sudah baca The House of Hades dan bingung dengan sosok Bob, di sini tempat kalian membuang kebingungan itu.

04 Mei 2014

Corat-Coret di Toilet

Sampul
Judul : Corat-Coret di Toilet
Pengarang : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2014
Dibaca : 26 April 2014
Rating : ★★

Sebagai lulusan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada pada masa itu, sudah barang tentu penulis memiliki kemampuan bersastra yang baik. Termasuk di kumpulan cerpen ini. Begitu kental dengan kritik sosial-politik di tahun 1999 dan 2000. Memang pada tahun-tahun itu adalah awal dari masa reformasi Indonesia.

Corat-Coret di Toilet adalah salah satu cerita pendek yang terdapat di kumpulan cerpen ini. Dan ada sepuluh cerpen lainnya karya penulis yang dibuat sekitar tahun 1999 dan 2000. Yang paling mengena adalah cerpen Corat-Coret di Toilet dan Kandang Babi.

***

Ceritanya begitu berbeda. Aku baru membaca jenis cerita pendek seperti ini. Kisahnya tak ada lakon utama, cuma ada setting utama yaitu toilet. Toilet ini adalah toilet umum biasa yang penuh dengan coretan sebagaimana yang sering kita lihat di sekolah, kampus, terminal, dan tempat-tempat umum lainnya.

Kalian yang tahu Bahasa Sunda, mungkin mengerti ini
Bagaimana ya. Aku yakin kalian akan merasakan hal berbeda dengan membaca cerpen ini. Singkatnya, toilet ini adalah toilet umum di suatu kampus. Mahasiswa yang buang air di situ saling berbalas argumen dengan mencorat-coret pada dinding toilet. Hal itu membuat dinding begitu penuh dengan tulisan yang tidak teratur.

Yang membuatku kagum adalah bagaimana penulis membuat cerita yang sederhana ini menjadi kritik politik yang pedas. Dengan mengandalkan hal-hal yang biasa dilakukan, penulis dapat mengantarkan pesannya dengan penuh cibiran keras terhadap pemerintahan masa itu. Pembaca mungkin saja kaget karena hal yang tidak begitu dipedulikan bisa menjadi ajang berorasi. Hal itu adalah: Corat-Coret di Toilet.

“Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet.” (hal. 29)

***

Lagi. Aku dibuat heran bagaimana penulis mengambil kisah-kisah yang tidak banyak orang pedulikan. Kali ini dengan cerita seorang mahasiswa yang homeless (atau kost-less) bernama Edi. Tak punya tempat untuk bermalam, membuat Edi tidur di Kandang Babi yang masih berada di kompleks kampusnya setiap malam.

Kandang Babi ini tentu saja kiasan. Karena sebenarnya Edi menempati bekas ruangan yang dipakai untuk mengoperasikan mesin stensil yang belakangan tergusur setelah penemuan teknologi komputer yang edan-edanan. (hal. 104)

Ceritanya lagi-lagi sederhana. Hanya si Edi yang –sangat beruntung dia mendapat perhatian penulis– hidup sebagai mahasiswa biasa yang tiap hari hutang sana-sini untuk mengisi perutnya yang selalu bersuara lantang. Suatu ketika Kandang Babi Edi terkunci dan barang-barangnya tergeletak di luar. Edi bingung dan terpaksa mencari tempat lain untuk bermalam.

Edi juga menceritakan bagaimana ia bertemu kawan yang dulu seangkatan dan sudah lulus, Laura, yang menjadi dosen di kampus yang sama. Edi dengan kurang ajar berhutang pada Laura dengan berdalih untuk mencari kontrakan. Tapi, tidak. Edi Idiot tak melakukannya. Edi Idiot masih menempati Kandang Babi yang sama.

Mungkin ini kritik sosial. Mungkin ini pelajaran bagaimana menjadi seseorang yang berprinsip dan bertekad untuk mencapai tujuan. Mungkin ini cerita tentang bagaimana hidup harus dijalani dengan usaha keras dan kemauan yang sungguh. Dan aku bilang itu bukan kemungkinan, itu yang aku dapatkan setelah membaca ini.

"Dialah Edi Idiot. ... Hanya Tuhan yang tahu bagaimana orang yang menurut sistem pendidikan nasional dibilang goblok ini bisa masuk universitas." (hal. 106)

***
Bersanding dengan Pramoedya Ananta Toer dan Suharto
Eka Kurniawan. Sastrawan Indonesia yang mungkin saja berakhir seperti Chairil Anwar yang karya-karyanya masih terekam jelas hingga kini, walaupun hanya di buku teks pelajaran Bahasa Indonesia.

"... Huh, dasar laki-laki mata-ke-ranjang, kataku dalam hati." (hal. 44)